Pernyataan Sikap Komite Politik Alternatif (Makassar) HARDIKNAS 2014: "Lawan Kapitalisasi dan Komersialisasi Pendidikan"

Kamis, 01 Mei 2014

KOMITE POLITIK ALTERNATIF MAKASSAR


KPO-PRP, SMI, FMD-SGMK, KOMUNITAS MARGINAL (KOMUNAL), PEMBEBASAN,PPR

LAWAN KAPITALISASI DAN KOMERSIALISASI PENDIDIKAN 

Hari pendidikan nasional memiliki arti penting dimana seluruh rakyat dapat mengkases pendidikan di seluruh jenjang dangan kulitas yang bermutu, semangat HARDIKNAS tidak pernah tercapai sampai saat ini, terbukti dengan masih banyaknya rakyat yang tidak mengakses pendidikan yang di sebabkan oleh kebijakan rezim komparador pemodal yang telah memperivatisasi, komersialisasi, dan liberalisasi melalui berbagai macam regulasi sebagai -legitimasi tindak anti terhadap rakyat, kehadiran Undang-Undang perguruan tinggi no 12 tahun 2013 mengamanatkan perguruan untuk otonomi dan berbadan hukum yang esensinya melepas tanggu jawab negara terhadap pendidikan, yang telah di antur dalam UUD 1945, artinya beban pembiayaan pendidikan di serahkan kepada rakyat.

Privatisasi (terutama dalam dunia pendidikan) ternyata sudah ada sejak tahun 1999 dengan adanya perubahan status perguruan tinggi negri menjadi BHMN lewat Peraturan Pemerintah RI Nomor 61 Tahun 1999 tentang penetapan perguruan tinggi negeri sebagai badan hukum. Pada awalnya terdapat 4 kampus percobaan yaitu: UI, UGM, ITB, dan IPB. Kemudian pada tahun 2000, bertambah lagi yaitu: UPI Bandung, Universitas Airlangga (Unair), Universitas Diponegoro (Undip), dan Universitas Sumatra Utara (USU). Tentunya bagi kampus-kampus lain hanya akan menunggu giliran saja untuk dijadikan lahan bisnis tanpa memperhatikan kualitas dan sistem pendidikannya (kurĂ­kulum). Pendidikan yang berbadan hukum saat ini adalah nama lain dari privatisasi dengan menggunakan konsep Nirlaba, dan beralasan membendung komersialisasi/kapitalisasi pendidikan. Tapi kenyataannya tak sesuai rencana. Pemerintah telah mengeluarkan Perpres Nomor 76 dan 77 yang merupakan turunan dari UU Penanaman Modal Asing. Dalam perpres itu dengan jelas dinyatakan bahwa penanaman modal asing diperbolehkan sampai sebesar 40% bagi sektor pendidikan. Maka, konsep nirlaba yang terdapat di RUU BHP (saat itu masih Rancangan), tak lebih sebagai kepura-puraan agar terlihat ’demokratis’ dan ’melindungi’ pendidikan nasional. Selain itu, ada juga instrumen hukum yaitu UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) dan RPP tentang Pendidikan Dasar & Menengah, dimana kesemua produk hukum tersebut merupakan paksaan yang harus dibuat untuk memuluskan jalannya kepentingan neoliberal. Pemerintah abai terhadap rakyat, pemerintah tidak patuh terhadap paraturan diatasnya, melanggar UUD 45 yang mengharuskan rakyatnya mengenyam pendidikan yang diselenggarakan oleh negara. Mari kita lihat pasal dan bunyinya :

UUD 1945 setelah diamandemen, mengatakan : Pada Pasal 31 Ayat (2), "Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya". Kemudian ditegaskan lagi pada : Ayat (4), "Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional".

Olehnya itu kami dari komite alternatif menuntut :

1.cabut UU SISDIKNAS no 20 tahun 2003
2.Tolak penerapan UKT/ BKT
3.wujudkan demokratisasi dan stop kekerasan akademik dikampus
4.wujudkan pendidikan gratis dari TK hingga Perguruan Tinggi tanpa syarat
5.NAsionalisasi asset-aset asing dibawah control rakyat
6.Reforma agrarian se3jati
7.Lawan Pemilu borjuasi 2014,bangun Politik Alternatef.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar, mengkritik, di kolum dibawah dengan komentar-komentar serrta kritikan yang ilmiah. study, organisasi, dan revolusi. salam muda kerakyatan, salam sosialisme