REPRESIFITAS NEGARA SEBAGAI WARISAN KAPITALISME - NEOLIBERALISME

Jumat, 21 November 2014

Lagi–lagi Militer sebagai alat represif negara masuk kampus, mungkin ini kalimat yang pass untuk mengomentari Tragedy yang terjadi pada hari kamis, 13 November 2014 kemarin di kampus Universitas Negeri Makassar, mengingatkan kita pada peristiwa 1998 kurang lebih sudah dua decade sejak terjadinya tragedy Mei Makassar berdarah (MEMAR) Universitas Muslim Indonesia (UMI) saat mahasiswa memperjuangkan aspirasi suara tertindas dan kemudian direpresif oleh oknum aparat Negara yang tidak pernah berpihak pada rakyat. Kini peristiwa itu terulang di kampus UNM dan lagi – lagi  oknum aparat yang memakan korban dari segala lini, mulai dari mahasiswa yang berdemo, mahasiswa yang sedang mengikuti proses perkuliahan, Pembantu Dekan bagian kemahasiswaan (PD III) Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) UNM, dan beberapa dari wartawan Nasional dan swasta yang mendapat kebringasan dari pihak kepolisian. Sebelumnya para oknum polisi yang berada di lokasi bermaksud untuk mengamankan pelaku pembusuran terhadap Pimpinan mereka yang terkena busur panah dan belum di ketahui dari mana asalnya yang sempat melukai wakil kepala kepolisian Makassar tersebut. Peristiwa ini harus tidak terulang saat pihak kepolisian melakukan penyisiran dengan masuk kedalam kampus tempat para mahasiswa menuntut ilmu dan juga pengrusakan terhadap pasilitas kampus harusnya tidak menjadi pelampiasan dari pihak kepolisian. 

Tuntutan Mahasiswa untuk menolak kenaikan harga BBM yang setiap tahunnya mencekik rakyat Indonesia dengan menaikan harga BBM yang dampaknya terhadap harga sembako dan kebutuhan pokok yang melonjak naik, saat ini saja banyak harga kebutuhan rumah tangga naik melonjak sejak pemerintahan baru yang dianggap akan berpihak pada rakyat berencana menaikkan harga BBM yang berujung pada tindakan anarkis yang dilakukan oleh oknum aparat kepolisian Makassar yang seharusnya mengayomi masyarakat bukan malah membinasakan. 

 Peristiwa ini haruslah menjadi landasan kita untuk memaksa pihak kepolisian untuk mencopot KAPOLDA Makassar agar turun dari jabatannya sebagai KAPOLDA SULSEL-BAR, karena peristiwa kemarin dikampus UNM dianggap membiakan kekejaman aparat bergulir terus menerus tanpa ada penghentian, beberapa petugas yang hari ini jum’at 14 november 2014 mengaku bahwa tindakan pada hari kamis 13 november 2014 lalu adalah perintah dari atasan mereka. Kejadian serupa (kekejaman aparat) sudah banyak terjadi dan peristiwa ini tidak boleh kita biarkan bagai anjing menggong, kapilah berlalu kejadian seperti ini harus dihapuskan dari muka bumi indonesia. 

Selain itu, Aksi mahasiswa dan organisasi yang ada di Makassar hanya akan mengulur penetapan kenaikan harga BBM dan pasti akan akan naik selama pemerintahan kita masih berpihak pada system Kapitalisme, maka yakin dan pasti kepentingan rakyat tertindas tidak akan pernah dipenuhi oleh pemerintahan Jokowi-JK dan antek – anteknya, dan kita juga harus memaksa kepada pihak pemerintah kepolisian untuk mengusut tuntas kejadian seperti ini, jangan hanya tragedy kemarin di kampus UNM tapi juga kampus – kampus lain yang mengalami hal serupa, seperti MEMAR UMI, tragedy TRISAKTI, buruh, dan aktivis 98 seperti Marsinah, dan banyak lagi yang sempat menikmati kekejaman militer yang berujung pada pelanggaran HAM.

Ini semua dilandasi kepentingan neo-liberalisme untuk melancarkan modal masuk di Indonesia tanpa hambatan dengan adanya gerakan rakyat seperti gerakan buruh, gerakan kaum tani, kaum miskin kota dan gerakan mahasiswa. Beberapa tahun yang lalu saat pemerintahan dictator Soeharto banyak investor yang datang ke Indonesia menanamkan sahamnya dengan mudah. Pemerintahan Soeharto pada saat itu menjadikan Negeri ini sebagai barang dagang yang siap dipasarkan kepada para investor dengan membunuh setiap gerakaran rakyat tertindas yang ada, para investor ini dengan leluasa membangun perusahaan mereka di Indonesia, setelah tumbangnya kekejaman otoriter budaya itu kemudian di turunkan kepada   antek–antek neolib lain, seperti Megawati, SBY dan sekarang antek neolib dengan kepopularannya yang woow menghipnotis rakyat Indonesia dengan “blusukan” yaitu Jokowi–JK yang katanya bekerja untuk rakyat malah membunuh rakyat dengan menaikkan harga BBM, ini bukti bahwa bukan kepentingan rakyat yang diutamakan melainkan kepentingan neolib dan para mafia MIGAS. 

Pengalihan subsidi BBM yang pertama katanya untuk membangun jalur transportasi agar pendistribusian ke setiap daerah bisa lancar dan pembangunan untuk di setiap daerah agar bisa merata, kedua akan dialihkan ke pembangun saluran irigasi untuk industry pertanian setiap daerah yang ada di Indonesia dan yang ketiga adalah dengan adanya 3 (tiga) kartu ajaibnya yang berhasil menina bobokan rakyat. padahal dalam kenyataannya BBM tidak pernah disubsidi oleh pemerintah yang terbukti hari ini di tahun 2014 harga minyak dunia turun dari 105-107 US dolar perbarel ke 80 US dolar perbarel yang harusnya Negara menurunkan harga BBM tapi malah menaikan harga BBM.

Banyaknya ketimpangan yang terjadi selama ini haruslah menjadi loncatan kualitas dari gerakan rakyat dengan sadar melihat kepentingan rakyat yang telah direnggut oleh para antek – antek neolib di negeri ini. Bukan malah termakan rayuan gombal pemerintah yang datang bak malaikat tak berdosa dengan memberikan janji – janjinya yang mengatasnamakan rakyat. Kita bukan sapi perah yang hanya diberi makan untuk bisa menghasilkan susu yang kemudian di jual dengan harga mahal, kini saatnya kita bangkit dan melawan para antek – antek borjuasi yang senantiasa mendengungkan system neo-liberalisme yang tidak akan pernah membawa rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kesejahteraan, hanya system sosialisme – lah yang akan mampu mengantarkan kita untuk sampai kejalan kesejahteraan yang sejati.  

Ditulis Oleh: Muhammad Iqbal
FRONT MAHASISWA DEMOKRATIK (FMD) – SENTRA GERAKAN MUDA KERAKYATAN (SGMK)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar, mengkritik, di kolum dibawah dengan komentar-komentar serrta kritikan yang ilmiah. study, organisasi, dan revolusi. salam muda kerakyatan, salam sosialisme