Alasan pemerintah selalu sama di tiap kenaikan BBM. Defisit anggaran yang menyebabkan APBN jebol, pengalihan subsidi ke sector lain -pendidikan, kesehatan,infrastruktur-, penyesuaian harga minyak dunia, tidak cukupnya cadangan minyak Indonesia dan sederet alasan yang justru merupakan dalih pembenaran sehingga rakyat mau tak mau dipaksakan untuk menerima kondisi ini.
Kebohongan Pemerintahan Jokowi-JK; BBM Harus Naik, Upah Buruh Harus Murah!
Pengalihan subsidi BBM untuk membiayai pembangunan infrastruktur; bandara, rel kereta api, pelabuhan, jalan transdaerah, pembangkit listrik, tol laut, merupakan bagian dari program MP3EI. Ditegaskan oleh Jokowi pada Forum Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) lalu, Jokowi mempresentasikan sektor-sektor ‘basah’ (transportasi, tambang, pertanian, kelautan,) yang ada di Indonesia untuk diobral kepada para investor asing. Jokowi menjamin kemudahan untuk para investor asing dalam hal perijinan, pembebasan lahan dan murahnya upah buruh. Hal ini membuktikan negara lebih berpihak pada kepentingan pemilik modal asing (kapitalis internasional) daripada berpihak pada kesejahteraan rakyatnya.
Kenaikan BBM merupakan penyesuaian harga minyak dunia adalah bentuk kebohongan lain pemerintahan Jokowi-JK. Kenyataannya, harga minyak dunia saat ini turun seberas 43%, dari US$150 menjadi US$85. Pemerintahan Jokowi-JK lalu menuding rakyatnya sendiri dengan mengatakan bahwa rakyat Indonesia terlalu boros mengkonsumsi BBM, sementara di sisi lain mobil-mobil murah melonjak produksinya.
Impor BBM pun tetap terjadi dengan alasan bahwa cadangan minyak kita tidak cukup untuk memenuhi konsumsi masyarakat hingga lima puluh tahun ke depan. Produksi minyak mentah (lifting) kita memang terus mengalami penurunan hingga ada tahun 2012 tinggal 890.000 barel/hari. Lagi-lagi pemerintahan Jokowi-JK lebih memilih mengimpor minyak ketimbang menasionalisasi industri migas asing yang telah berpuluh-puluh tahun menghisap keuntungan dari eksploitasi lahan minyak di Indonesia.
Pengalihan subsidi BBM untuk sektor publik dengan menerbitkan KARTU SAKTI merupakan sogokan kepara rakyat kecil agar terkesan pemerintahan Jokowi-JK adalah pemerintahan yang pro rakyat. Namun, seperti halnya BLT dan BLSM, KARTU SAKTI ini tidak serta merta menutupi kebutuhan seluruh rakyat kecil.
Melalui proyek ‘tukar guling’ ini, rakyat diilusi bahwa subsidi pendidikan dan kesehatan lebih penting dibanding subsidi BBM. Padahal, hak rakyat untuk mendapatkan BBM murah adalah sama pentingnya dengan hak untuk mendapatkan pendidikan dan kesehatan.
Jika pemicu kenaikan BBM adalah jebolnya APBN sehingga anggaran harus dipangkas, mestinya pemerintah tidak memangkas anggaran-anggaran sektor publik. Masih banyak pos-pos anggaran yang layak untuk dipangkas. Biaya belanja birokrat dan aparatus negara seperti perjalanan dinas dan fasilitas mewah yang mencapai Rp 37 triliun dalam RABN 2015. Fakta lain, kenaikan BBM juga akan menambah beban 86,253 juta pengguna sepeda motor yang selama ini tidak bisa menikmati adanya transportasi massal sejak kenaikan BBM 10 tahun lalu.
Jika Jokowi-JK serius untuk melakukan pemangkasan biaya perjalanan dinas, pembelian kendaraan dinas, dll, maka negara bisa menghemat anggaran lebih dari Rp 10 trilliun.
Di tengah-tengah kenaikan harga BBM, kaum buruh juga masih harus berjuang menuntut upah layak. Sebuah pukulan telak bagi kaum buruh di tengah-tengah perjuangan upah 2015, kenaikan upah bahkan tidak berpengaruh sama sekali karena kenaikan BBM pasti akan memicu kenaikan harga kebutuhan pokok. Nasib kaum buruh makin jauh dari kesejahteraan, begitu juga dengan nasib kaum petani yang akan diperhadapkan pada mahalnya biaya produksi dan pupuk, begitupun dengan nelayan dan kaum miskin kota. Secara langsung hal ini akan mematikan produksi para petani dan nelayan dan kaum miskin kota akan hidup semakin sengsara.
Tentunya, kenaikan upah yang sedang diperjuangkan intinya tidak terletak pada asumsi “kenaikan upah untuk mengatasi kenaikan BBM dan inflasi”. Namun intinya adalah bagaimana buruh bisa mendapatkan kehidupan yang layak berdasarkan kebutuhan buruh sebagai pekerja dan sebagai manusia. Perhitungan KHL sebagai penentu besaran upah tiap tahunnya hanya didasarkan pada perhitungan buruh perorangan/ lajang. Belum lagi dalam komponen KHL seperti misalnya biaya kamar kontrakan perbulan hanya Rp 721.000. Artinya buruh tidak bisa mengontrak bahkan mencicil rumah (apalagi jika telah bekeluarga) dari anggaran yang hanya Rp 721.000 tersebut.
Kenaikan upah yang dituntut oleh kaum buruh akan selalu ditekan oleh pemerintah dan pengusaha. Upah yang didapat oleh buruh selama ini sangat jauh dari ‘layak’. Imbas kenaikan BBM pasti memicu inflasi sehingga kenaikan biaya produksi industri kecil dan menengah tidak dapat dihindarkan. Lalu pabrik-pabrik akan melakukan efisiensi/ penyesuaian yang menyebabkan PHK massal; pengangguran. Jadi, sudah terbebani oleh kenaikan harga, kaum buruh juga akan terbebani dari sisi upah dan PHK. Lagi-lagi buruh yang menjadi korban kebijakan pemerintah. Kenaikan upah tahun 2015 menjadi tidak berarti sama sekali selain hanya penyesuaian kenaikan angka dan tidak akan sebanding dengan laju inflasi yang pastinya akan terus meningkat setelah kenaikan harga BBM.
Perlawanan kaum buruh atas tuntutan kenaikan upah juga akan memicu pemberangusan serikat (union busting) di pabrik-pabrik. Buruh-buruh yang tergabung dalam serikat yang selalu bergerak memperjuangkan hak-hak buruh akan dihentikan masa kerjanya secara sepihak dengan tujuan mematikan perlawanan-perlawanan di tingkat pabrik. Kebebasan buruh berorganisasi dikebiri oleh pengusaha yang mengatasnamakan keamanan dan ketertiban yang juga tertuang dalam UU Ormas.
Tuntutan Rakyat terhadap Pemerintahan Jokowi-JK
Penderitaan rakyat akan terus bertambah dari kekuasaan yang po pasar dan pro pemodal. Pemerintahan Jokowi-JK perlahan-lahan membuka kedoknya sebagai antek neoliberal. Kebijakan-kebijakan yang tidak menceerminkan keberpihakan pada rakyat dengan mengingkari janji-janji kampanye merupakan bukti nyata rakyat hanya dijadikan komoditi pemilu. Pun dengan kenaikan harga BBM dan penekanan kenaikan upah dirasakan langsung oleh rakyat, mengulang warisan rezim pendahulunya. Sementara, segelintir kaum dapat menikmati kesenangan di atas penderitaan rakyatnya.
Jika nasionalisasi asset-aset vital dibawah kontrol rakyat dilakukan oleh Jokowi-JK, kenaikan BBM, kenaikan harga kebutuhan pokok serta kenaikan upah buruh yang sangat minim tidak perlu terjadi. Di sektor pendidikan, kesehatan dan jaminan sosial, Jokowi-JK terus aktif melakukan LIBERALISASI PASAR dengan berbagai kebijakan yang mengorbankan kepentingan orang banyak. Di tahun 2015, Masyarakat Ekonomi Asean akan diberlakukan sehingga Indonesia bisa jadi tidak memiliki lagi hak pengelolaan nasional asset-aset vital negara.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka tiada lain selain membangun kekuatan alternatif di tangan rakyat itu sendiri. Sudah tidak menitipkan nasib dan saatnya sadar dari ilusi partai-partai borjuasi yang tidak sedikitpun mewakili kepentingan rakyat. Perubahan tidak akan bisa terwujud di tangan mereka, tapi di tangan rakyat itu sendiri. Berhimpun dan menjadi bagian dari organisasi rakyat, bersatu padu dalam kekuatan politik rakyat untuk terus berjuang, karena KEDAULATAN ADA DI TANGAN RAKYAT.
Oleh karena itu, maka kami menuntut :
- Tolak Kenaikan Harga BBM, subsidi sebesar-besarnya untuk rakyat!
- Lawan Politik Upah Murah, Tolak Sistem Kontrak dan Outsourcing, Lawan Pemberangusan Serikat!
- Nasionalisasi Aset-Aset Vital Negara di Bawah Kontrol Rakyat, Pengelolaan sektor Migas dari Hulu ke Hilir untuk Kepentingan Rakyat !
- Bangun Persatuan Buruh & Rakyat !
- Bangun Partai Alternatif, Lawan Neoliberalisme!
Siapkan Perlawanan Rakyat Secara Bersama dan Serentak Pada Rabu, 26 November 2014 - Menuju MOGOK UMUM NASIONAL
Jakarta, 24 November 2014
SGBN SGMK KPO PRP
Sultoni DANIEL ' PAY " HALIM MIKA DARMAWAN
Koordinator Nasional Koordinator Nasional Sekretaris Jenderal
sumber : info sekber buruh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar, mengkritik, di kolum dibawah dengan komentar-komentar serrta kritikan yang ilmiah. study, organisasi, dan revolusi. salam muda kerakyatan, salam sosialisme