Aliansi Mahasiswa untuk April Makassar Berdarah (AMARAH)

Kamis, 24 April 2014


Aliansi mahasiswa untuk april Makassar berdarah merupakan gerakan yang didirikan dan dibentuk oleh beberapa organ mahasiswa yang merasa jenuh dan resah terhadap berbagai macam pelanggaran ham yang terjadi sejak era Orba maupun era reformasi yg sampai saat ini belum ada ujung pangkal penyelesaian. Ditambah lagi, tindakan refresif militir yang semakin hari semakin memberingas terhadap warga Negara yang seharusnya diayungi. Kekejaman militerisme merupakan satu dari sekian banyak patologi yang meradang dinegri ini. kekerasan yang dilakukan oleh aparatur Negara (militer) menjadi sebuah phenomena bahwa pilar-pilar demokrasi kian hari kian mengalam keretakan akut.

Kasus-kasus pelanggaran ham yang disebabkan oleh kekerasan militerisme telah mencoreng jejak-jejak sejarah bangsa Indonesia. Ketika rezim orba bertahta, apapratur Negara dipergunakan sebagai alat untuk mengokohkan kekuasaan fasis soeharto. Pembantaian 1965, malah petaka 15 januari (MALARI), kasus marsina, kasus wiji tukul, insiden AMARAH, tragedy semanggi I dan II, kasus timor-timur, dan masih banyak lagi kasus-kasus yang sebgai bukti kekejaman militerisme bak mimpi buruk bagi siapa saja yang menjadi anti teas dengan rezim yang otoriter ini. penculikan aktivis, pembantaian, bahkan pembunuhan pun menjadi phenomena anomaly yang cenderung dehumanitatif dan membungkam riak-riak demokrasi.

Dari rentetan peristiwa akibat kekejaman militerisme itu, ada salah satu peristiwa laksana pilpahit yang seakan-akan kita dipaksa untuk menelannya. AMARAH (April Makassar Berdarah) merupakan salah satu gambaran bahwa cengkraman militerisme selalu menjadi garda depan atau tameng para penguasa yang telah terkooptasi otoritariansi. AMARAH merupakan luka yang belum kering dan menyisahkan perih yang masih tercium bauh amisnya sampai saat ini. insiden ini terjadi akibat demonstrasi besar-besaran mahasiswa Makassar terhadap kebijakan Wali Kota Makassar, Malik B. Masri dalam mengeluarkan SK No. 900/IV/1996 tanggal 16 April 1996 tentang diberlakukannya kenaikan tarip anggkutan kota Rp 500,- untuk masayarakat Umum Rp 200, sampai untuk mahasiswa dan pelajar di Makassar. Tindakan represif militerpun tidak bisa dihindari. Pasukan kavalen dan 4 buah mobil panser TNI menerobos barisan mahasiswa bahkan pengrusakan fasilitas kampus dan pemukulan terhadap mahasiswa menjadi suatu fenomena kelam bagi sejarah perjuangan mahasiswa khususnya di Makassar. Bahkan yang lebih memiriskan, 3 kawan dari mahasiswa UMI (Andi Sultan Iskandar, Fakultas ekonomi UMI, Syaiful Biya Fakultas Teknik, dan Tasyirik aktivis mahasiswa UMI) menjadi tumbal dari kejahatan dan kekejaman militer.

Sampai saat ini, insiden AMARAH tidak ada ujung pangkal penyelesaiannya, dan terkesan di tutup-tutupi. Ironisnya, beberapa tokoh yang merasa pintar tapi tidak pintar merasa berpendapat bahwa AMARAH hanyalah tindak pidana biasa, dan bukan tindakan pelanggaran HAM. Pada hal yang seperti kita ketahui bahwa pelanggaran ham adalah bentuk kejahatan yang tergolong kejahatan luar biasa (ekstra ordinasi criminal) dimana kejahatan tersebut merupakan kejahatan sistematis dan berdampak sistemik.

Bukan hanya itu, birokrasi UMI memilih menutup mata dan telinga menyikapi AMARAH. Ini ditandai dengan dikeluarkannya SK mengenai kebijakan rektorat meliburkan jadwal kuliah setiap momentum AMARAH. Dan lebih memiriskan lagi, dalam SK tersebut terdapat ultimatum bahwa bagi mahasiswa UMI yang mengikuti aksi demonstrasi terkait peringatan AMARAH maka akan dianjam drop out (DO) oleh pihak kampus. Dari kebijakan tersebut, muncul tanda Tanya dibenak kita, apakah memang kampus UMI cenderung amnesia dan mengahapus sejarah kelam AMARAH di ranah kampus yang mengklaim dirinya islami ini? kita bisa menarik benang merah bahwa kampus UMI seakan-akan tidak memiliki wibawa lagi dihadapan para pendosa yang telah melumuri luka dikampus hijau ini. itu artinya bahwa itu adalah unsur pembukaman dalam ranah kampus.

Dari gambaran diatas, bisa ditarik beberapa poin, bahwa terdapat beberapa tindakan yang dinilai bertentangan hukum di Indoensia yaitu:
  1. UUD RI 1945 pasal 30 ayat 3 “tentara nasional Indonesia terdiri atas angkatan darat, angkatan aut, dan angkatan udara sebagai alat Negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara kedaulatan Negara” ini telah mengalami pergeseran. Berbagai macam tindakan represif oleh militer oleh warga Negara menjadi bukti dari penggesaran fungsi itu
  2. UUD RI 1945 pasal 28e ayat 3 “setiap orang berhak atas kebebsan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”. Kebijakan birokrasi kampus UMI dalam mengeluarkan SK untuk meliburkan jadwal perkuliahan terkait AMARAH, dan bagi mahasiswa yang memperingata AMARAH dengan aksi demonstrasi akan di DO oleh kampus merupakan bentuk pembukaman demokrasi dan sangat inkonstitusional
  3. Fasal 7 UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI “tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan Negara, mempertahankan keutuhan wilayah kesatuan republic Indonesia yang berdasarkan pancasila dan UUD Negara RI 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan Negara” tindakan militerisme yang merepresif warga sipil termasuk mahasiswa sangat bertentangn dengan tugas pokok TNI
  4. UU No. 12 tahun 2005 tentang pengesahan internasional covenant on civil right (kopenan internasional tentang hak2 sipil dan politik). Kebebsasan mengeluarkan pendapat merupakan salah satu bagian dari hak sipil politik. Pembukaman terhadap mahasiswa dalam memperingati AMARAH merupakan bentuk pelecehan terhadap hak Sipil politik setiap warga negara (mahasiswa).


Maka dari beberapa pertimbangan diatas, kami dari aliansi mahasiswa untuk april Makassar berdarah (AMARAH) menuntut untuk:

  1. Menolak segala bentuk represif yang dilakukan militer terhadap warga sipil yang selama ini dinilai sebgai bentuk pembungkaman terhadap demokrasi
  2. Mengecam proses pengadilan militer yang terkesan eksklusif dan tertutp darin ruang-ruang public.
  3. Tuntaskan kasus-kasus pelanggaran ham yang sampai saat ini belum ada ujung penyelesaiannya, seperti insiden AMARAH.
  4. Dilakukannya penguatan terhadap lembaga-lembaga HAM yang saat ini terlihat pasif dan tumpul dalam mengusut setiap tindakan pelanggaran HAM
  5. Hentikan segala bentuk tindakan pembungkaman terhadap demokrasi.

Makassar, 24 April 2014

FOSIS, SMI, PEMBEBASAN, FPPI, FMD, KOMUNAL


aksi peringatan AMARAH 2014 didepan kampus UMI

Granda mayat sebagai simbol korban dari kekejaman aparat terhap mahasis tahun 1996 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar, mengkritik, di kolum dibawah dengan komentar-komentar serrta kritikan yang ilmiah. study, organisasi, dan revolusi. salam muda kerakyatan, salam sosialisme