Wajah Buram Pendidikan dan Liberalisasi Pendidikan
Minggu, 09 Februari 2014
Pandangan umum masyarakat indonesia sekarang ini bahwa untuk mengangkat derajat danstatus sosial dalam bermasyarakat, mencerdaskan kehidupan bangsa (sesuai denganamanat UUD 1945), dan untuk menciptakan sumber daya manusia yang bermutusehingga dapat diandalkan dalam memajukan bangsa harus dengan pendidikan.Pendidikan yang dimaksud tentunya pendidikan yang dapat di akses oleh seluruhanak bangsa dan berkualitas pula. Namunyang menjadi permasalahan, pendidikan berkualitas sekarang itu mahal. Yang bisa merasakan pendidikanhanya segelintir orang. Hanya orang-orang yang mempunyai uang banyak atau yang berkantong tebal dalam artian orang kaya. Ini adalahbentuk diskriminasi antara si kaya dan si miskin dalam kanca pendidikansekarang ini.
Padahal, yang termaktub dalamUndang-Undang dasar 1945, pasal 31 ayat 2 “Setiapwarga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.”Undang-undang tersebut juga dipertegas didalam Undang-Undang nomor 20 tentangUndang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (USPN) pasal 46 yang mengatakan bahwa“Pendanaan pendidikan menjadi tanggungjawab bersama pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.” Hal ini menandakan bahwa pendanaan untuk sekolah dan biaya pendidikan tidak hanya dibebankan kepada orang tua saja tetapi juga menjadi tanggung jawab dan kewajiban dari pemerintah. Didalam undang-undang nomor 20/ 2003, pasal 34 ayat 2 tentang Sisdiknas juga menyatakan bahwa “pemerintahmenjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasartanpa memungut biaya.” Namun, sepertinya fakta di lapangan berkata lain.
Berdasarkan data yang diperolehdari BPS (Badan Pusat Statistik) mengenai sensus penduduk Indonesia tahun 2013,tercatat bahwa penduduk usia 7-12 tahun (SD) sebanyak 27.840.900 jiwa dansebanyak 94,89% jiwa yang dapat mengenyam bangku sekolah dasar. Untuk pendudukusia 13-15 tahun (SMP) terdapat 13.408.650 jiwa dan sebanyak 84,24% yang bisamengenyam bangku SMP. Masih sama dengan kasus sebelumnya yaitu pada pendudukusia 16-18 tahun (SMA) terdapat 12.455.244 jiwa dan hanya 52,78% jiwa yang bisamerasakan bangku SMA. Kemudian kasus terakhir yang dialami penduduk usia 19-24tahun (kuliah) terdapat 23.902.077 jiwa dengan daya resap ke Perguruan Tinggihanya sebesar 15,09% jiwa. Berdasarkan data diatas membuktikan bahwa masih kurangnya angka partisifasi atas dunia pendidikan khususnya tingkat SMA dan Perguruantinggi.
Bukannya mereka tidak ingin mengenyam pendidikan, namun karena pendidikan itu sendiri sehingga menyebabkan angka putus sekolah semakin banyak dan akses keperguruan tinggi semakin sedikit. Jangankan mereka mau sekolah ataulanjut ke perguruan tinggi makan sehari-sehari saja susah. Ini adalah bukti kelalaian tanggung jawab pemerintah atas pendidikan dan tidak konsisten terhadap amanat UUD 1945 “mencerdaskan kehidupan bangsa”.
WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) DALAM LIBERALISASIPENDIDIKAN
World Trade Organization (WTO) adalah organisasi perdagangan dunia yang mengikat bagi seluruh Negara anggotanya dalam aspek perdangan yang menjalankan sistem liberalisasinya bukanhanya pada sector perdagangan. Tapi jugapada sector publik yang di tarik kedalam sektor jasa atau pendidikan sehingga dapat diperdagangkan. Yang jelasnya dapat menghasilkan profit yang besar, sektor apapunitu pasti akan dimasukinya. Namun pembahasan utama kali ini adalah mengenai liberalisasi pada sektor pendidikan.
WTO telah menetapkan pendidikan sebagai salah satu sektor jasa yang di dampingi kesehatan dan teknologi, informasi dan komunikasi yang tentunya lebih menjanjikan dalam meraup keuntungan yang lebihbesar didalam kesepakatan Agreement on Tariffs and Service (GATS-WTO). Padatahun 1980-an, liberalisasi pendidikan telah memberikan konstribusi yang begitu besar tehadap pendapatan domesticbruto (PDB) terhadap negara-negara maju diantaranya Amerika Serikat, Inggris,dan Australia (sumber data dari artikel kompas : World TradeOrganization (WTO) dan Skema Liberalisasi Pendidikan Tinggi di Indonesia. Edisi2013). Di tahun 2000 Amerika dalam ekspor jasa pendidikan mencapaiUS $ 14 milyar atau sekitar Rp. 126 trilyun. Dari ekspor jasa pendidikan di Inggris pendapatan mencapai sekitar 4 persen dari penerimaan sector jasa negaranya. kemudian, ekspor jasa pendidikandan pelatihan Australia yang menghasilkan AUS $ 1,2 milyar pada tahun 1993 (Eko Prasetyo, 2006, orang miskin dilarang sekolah. Kapitalismependidikan. Hal. 31). Itulah alasan mengapa ketiga negara majutersebut meliberalisasi sektor jasa atau pendidikan melui WTO. Pemerintah Indonesia yang tergabung sebagai negara penyokong berdirinya WTO kemudian dengan senang hati meratifikasi seluruh kibijakan dalam WTO yang melahirkanundang-undang No.7 Tahun 1994, pada tanggal 2 Nopember 1994, mengenai pelegalan“Agreement Establishing the World Trade Organization”. Berselang 6 tahunkemudian di tahun 2001 pemerintah Indonesia melakukan kesepakatan bersamatentang perdagangan jasa (General Agreement On Trade And Service/GATS) yaknimeratifikasi kembali kesepakatan internasional dari organisasi perdagangandunia (WTO), yang menjadikan pendidikan sebagai salah satu dari 12 komoditas(barang dagangan). Dengan kesepakatan tersebut para kapitalis bebas menanamkan modalnya kedalam sektor pendidikan terutama pada pedidikan perguruan tinggi.Kesepakatan inilah yang menjadi asal usul lahirnya berbagai kebijakanundang-undang di sektor pendidikan yang sama sekali tidak berpihak dan jauhdari kebutuhan rakyat indonesia, seperti uu sisdiknas No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang dicabutoleh Mahkamah Konstitusi pada tanggal 30 Maret 2010. Pada tanggal 13 juli 2012 telah disahkannya Undang-undang Perguruan Tinggi (UU PT) oleh DPR-RI kemudian diterapkannyasistem pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) semakin mensahkan dan melegitimasi adanya komersialisasi pendidikan tinggi, dimana lepasnya tanggung jawab pemerintah dan negara atas tanggung jawab penyelengaraan pendidikan perguruan tinggi sehingga menyebabkan rendahnya akses keperguruan tinggi karena telah menjadi barang mewah yang tak mampu di nikmati oleh rakyat miskin.
WTO yang termasuk penyokong kapitalisme, imperialisme menguasai berbagai negara yang bergantung di seluruhdunia yang melahirkan penderitaan dan kemiskinan yang tak berkesudahan terhadap rakyat. WTO pencetus Liberalisasi pendidikan telah menjadi mesin eksploitasi terhadap rakyat dalam aspek ekonomi yang menyebabkan semakin tak terelakkan mahalnya pendidikan yang harus di tanggung oleh rakyat dan mengubah tujuanpendidikan melalui kurikulum sampah yang tidak menjamin kemajuan kebudayaan dan kesejahteraan rakyak. Pendidikan telah di jadikan mesin pencetak tenaga kerja yang murah dengan skill dan pengetahuan yang rendah untuk memenuhi kepentingan pasar dan para kapitalis yang kemudian di eksploitasi, dihisap dan ditindas.
KOMERSIALISASI GAYA BARU DALAM BENTUK UANGKULIAH TUNGGAL (UKT)
Ditahun 2013 semua perguruan tinggi Negri wajib melaksanakan kebijakan baru dari Direktorat Perguruan tinggi, yaitu uang kuliah tunggal (UKT), yang menurut pemikiran saya adalah bentuk komersialisasi gaya baru pada perguruan tinggi yang tak lepas dari kebijakan WTO dalam meliberalisasi sektor jasa/pandidikan. Berakar pada Undang - Undang No 12 Tahun2012 Pasal 88 dan PERMENDIKBUD No 55 Tahun 2013 , sistem ini mulai diterapkan pada tahun ajaran / semester ini yang kemudian pada tahun ini menimbulkan berbagai polemik yang secara langsung memberatkan calon mahasiswa yang ingin masuk ke-perguruan tinggi.
Banyak keluh-kesah dari berbagai mahasiswa dan orang tua mahasiswa atas kebijakan UKT ini. Karena apayang di dapatkan mulai fasilitas, almamater, praktikum dll. Tidak sesuai denganapa yang mereka harapkan dari besaran UKT yang mereka telah bayar.
Adapun dasar hukum UKT yaitu Surat Edaran Dirjen Dikti No.305/E/T/2012 tertanggal 21 Feb 2012tentang Larangan Menaikkan Tarif Uang Kuliah, Surat Edaran Dirjen Dikti nomor488/E/T/2012 tanggal 21 Maret 2012 tentang Tarif Uang Kuliah SPP di PerguruanTinggi, Surat Edaran Dirjen Dikti 274/E/T/2012 bertanggal 16 Februari 2012tentang Uang Kuliah Tunggal, Surat Edaran Dirjen Dikti No. 21/E/T/2012 tanggal4 Januari 2012 tentang Uang Kuliah Tunggal. Terakhir, Dikti mengeluarkan SuratEdaran No. 97/E/KU/2013 tentang Uang Kuliah Tunggal yang berisi PermintaanDirjen Dikti kepada Pimpinan PTN untuk menghapus uang pangkal dan melaksanakan Uang Kuliah Tunggal (UKT). bagi mahasiswa baru program S1 reguler mulai tahun Akademik 2013/2014. Kemudian dalam Rapat antara Direktorat Perguruan Tinggi(Ditjen Dikti) dengan para rektor sejumlah PTN yang diselenggarakan di Bandung,2 Juni 2012 untuk membahas penerimaan mahasiswa baru tahun 2013, Dikti kembalimenghimbau PTN untuk melaksanakan kebijakan UKT dan mekanisme pemberian BOPTN.
Dasar penentuan besaran UKT ada 5 tingkat yang di terapkan oleh setiap perguruan tinggi negri yaitu dari UKT yang tingkatan rendah mahasiswa membayar UKT terendah (Rp 0) sampai pada jutaan rupiah atau yang tertinggi. Dari setiap PTN wajib mengambil mahasiswa tidak mampu untuk membayar UKT tingkat 1 sedikitnya lima persen. UKT di hitung dari besaran biaya pengeluaran penyelenggaraan tridharma perguruan tinggi. Mulai dari gaji staf, pegawai, honorer dan dosen. Termasuk danah yang di peroleh di luar Perguruan tinggi dan direktorat Perguruan Tinggi juga di hitung. Dari hasil perhitungan tersebut di jadikan dasar penentuan besaran UKT yang akan di tanggung oleh mahasiswa. Dari perhitungan presentase dari mahasiswa yang akan menanggung UKT yang ada 5 tingkatan tersebut.
Realitas yang terjadi sekarang. Banyak masyarakat yang keberatan terutama yang menanggung UKT tingkat 4 dan 5. Misalnya pada tingkat tertinggi atau tingkat 5 besaran UKT yang harus ditanggung mahasiswa empat kali lipat dari biaya sebelum UKT di berlakukan seperti pada tahun 2012 silam. Adapun contohlain dari kebratan masyarakat dalam Penentuan besarnya UKT. Ketika seorang PNSyang suami istrinya golongan 2 suatu perguruan tinggi sudah di kenakan UKTtertinggi. Adapun contoh lain seorang PNS golongan 3 yang istrinya tidak bekerja yang juga di kenakan UKT tertinggi. Ini bentuk ketidak konsistennya kebijakan UKT pada perguruan tinggi negeri kerena hanya didasarkan pada gaji kotor yang di peroleh tanpa ada pertimbangan dan memperhitungkan keadaan, beban dan tanggung jawab oleh suatu rumah tangga. Parahnya, tidak adanya demokratisasi dan transparansi dari petugas penentu UKT untuk membuka peluang masyarakat ikut andil dalam penentuan kebijakan UKT,setidaknya bisa bertatap muka dengan penentu kebijakan UKT tersebut. Hal inilah membuat masyarakat prustasi dan semakin tidak percaya dengan kebijakan UKT ditambah adanya praktek kecurangan yang bersifat nepotisme, karena punya hubungan kekeluargaan dengan pihak perguruan tinggi sehingga meskipun orang kaya tapi, berada di tinggkat terendah.
Banyak maksim yang di lontarkan pihak perguruan tinggi yang mengelabui masyarakat bahwa setelah di berlakukanUKT maka tidak ada lagi beban yang akan di tanggung oleh mahasiswa dan fasilitas prasarana kampus menjadi baik. Ini adalah sesat, karena tidak sesuai dengan realitas yang ada. Contohnya di Universitas Negri Makasar, Fakultas Teknik, Prodi PTIK, banyak mahasiswa baru yang mengelu terhadap fasisilitas yang didapatkan, mulai dari kursi yang kurang dalam setiap kelas sehingga terkadang sebagian ada yang melantai saat proses mata kuliah berjalan,almamater dan baju praktikum tak kunjung di dapatkan oleh mahasiswa, juga proyektor yang mendukung keefektivan proses belajar mengajar sangat minim ditambah ruangan yang begitu sempit, dan masih banyak lagi yang dikeluhkan mahasiswa. Padahal PTIK adalah jurusan yang paling mahal dan ber-akreditasi yang tinggi di UNM. Seharusnya dengan UKT yang tinggi di ikuti pula dengan fasilitas yang memadai terhadap mahasiswa agar mereka mendapatkan apa yang seharusnya mereka inginkan dengan baik.
Dalam 5 tingkatan UKT ternyata belum mampu untuk direalisasikan dalam bentuk praktek karena masih banyak ketimpangan dan kecurangan dalam mekanisme kerjanya sehingga merugikan masyarakat banyak yang menjadi keluh kesah akibat biaya kuliah naik begitudrastis. Disinyalir bahwa biaya UKT lebih tinggi di banding perguruan tinggiswasta karena ketika dibandingkan antara perguruan tinggi negri dengan perguruan tinggi swasta yang sama-sama beragreditasi A, ternyata swasta lebihmurah dua juta persemesternya. Kemudian di swasta biaya kuliah bisa di cicil, dan ini terjadi di banyak daerah di indonesia. Inilah dasar pijakan kita bahwaUKT hanya bentuk komersialisasi gaya baru di perguruan tinggi negri.
Intinya UKT adalah yang kaya mensubsidi yangmiskin. Sehingga peran dan tanggung jawab pemerintah semakin jauh daripendidikan dan hanya sebatas pasilitator saja. inilah bentuk privatisasi pendidikan yang melepaskan tanggung jawab pemerintah terhadap dunia pendidikan dah perlahan memberikannya tatakelola terhadap pihak swasta yang merupakankebijakan dari General Agrement Tariffs and Service WTO dalam meliberalisasi sektor jasa yang tentunya diarahkan ke pasar sehingga pendidikan bukanlah lagi mencerdaskan kehidupan bangsa tetapi di jadikan sebagai industri jasa atauladang eksploitasi bagi kelas borjuasi.
Lalu pendidikan yang seperti apa sebenarnya yang harus di dapatkan masyarakatluas ???
PENDIDIKAN TERJANGKAU, BERKULITAS, ILMIAH,DEMOKRATIS DAN BERVISI KERAKYATAN
Jika sistem pendidikan diindonesia terus seperti ini, maka masa depan anak bangsa dan adik-adik kita semakinsuram. Kita sebagai mahasiswa yang notabene adalah agen perubah bersama dengan elemen rakyat lainnya seperti Buruh, tani, kaum miskin kota dan seluruh yangmerakan ketertindasan. Harus membongkar realita yang begitu inheren dan penuhdengan tipuh muslihat pada sistem pendidikan kita, menyatukan dan mengkonsilidasikan kekuatan dalam satu komitmen bersama yaitu perubahan mendasar yang seradikal mungkin dan benar-benar berpihak pada rakyat banyak, bukan segelintir orang seperti sekarang ini. Yang pastinya harus dengan kekutan yang begitu massif dan terorganisir dengan baik. Maka dengan bersama kitasangat butuh alternatif bagaimana mewujudkan demokratisasi yang dimulai dari kampus kita masing-masing dan mengembalikan hakekat pendidikan yang sesungguhnya. Pendidikan yang mampu memanusiakan manusia seperti halnya apa yang pernah di katakan oleh Faulo Freire “pendidikan adalah proses penyadaranakan realitas yang ada di lingkungan alam dan masyarakat” dan sesuai denganamanat UUD 1945 mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka dengan ini di butuhkan sistem pendidikan yaitu :
- Terjangkau
Terjangkau dalam artian, secara ekonomi dan mampu di akses oleh seluruh anak bangsa tanpa diskriminasi ekonomi, politik, sosial, budaya dan agama.
- Berkualitas
Berkualitas dalam artian, mampu menciptakan sumber daya manusia yang berkuitas pula yang dapat diandalkan dalam memajukan peradaban bangsa yang terbelakang ini.
- Ilmiah
Ilmiahdalam artian, sesuai dengan kaidah ilmu pengetahuan serta terbuka bagi pradigma kritis.
- Demokratis
Demokratis dalam artian, secara metode pembelajaran dimana adanya kebebasan mengembangkan potensi pada diri sendiri dan pengambilan kebijakan
- Bervisi kerakyatan
Bervisi kerakyatan dalam artian pendidikan bertujun untuk memecahkan permasalahan rakyat dengan berpihak kepada rakyat dan beroposisi terhadap para penindas.
Kita sebagai mahasiswa yang tak terpisahkan dari rakyat. Lebih bernasib baik dan mempunyai banyak waktu luangdalam belajar dan mengembangkan pengetahuan kita di banding Buruh, tani dankaum miskin kota. Seharusnya kita meluangkan waktu lebih kita dalam perjuangan terorganisir agar adik-adik kita dan rakyak luas kedepannya bisa menikmati pendidikan yang selama ini diabaikan pemerintah yang berpihak dan menghamba pada kapitalisme global atau imperialisme.
TundukTertindas Atau Bangkit Melawan !
Belajar, Organisasi, dan Revolusi
Ditulis oleh : Syaharuddin Zaruk
Anggota: Front Mahasiswa Demokratik-Komite Persiapan Sentra Gerakan Muda Kerakyatan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
mantap kali tulisannya bang zaruk ini.., maksimalkan diskusi rutin donk bang.. biar ide-idenya juga tersampaikan ke beberapa orang.. bisa dikatakan seminar atas tulisannya hehehehe belajar, oraganisasi, dan revolusi
BalasHapus