Penulis : M. H. Lukman | ||
Dalam memori jawaban Pemerintah atas laporan Gabungan Bagian-bagian tentang rancangan Undang-Undang Penanaman Modal Asing, ada satu persoalan yang tidak dijawab dengan jelas oleh Pemerintah. Persoalan itu ialah mengenai pendapat beberapa anggota DPR yang menyatakan bahwa maksud Pemerintah tidak dapat difahami setelah pengakuannya bahwa modal asing masih merajalela di Indonesia, terutama modal Belanda, sementara diinsyafi pula akan perlu dan pentingnya pelaksanaan politik ekonomi nasional, Pemerintah justru hendak membuka pintu selebar-lebarnya dan mengundang masuk modal asing untuk bergerak lebih leluasa lagi dalam kehidupan perekonomian negeri kita.
| ||
Saya kira bukanlah suatu kebetulan bahwa mengenai persoalan ini justru Pemerintah tidak memberikan jawaban yang terang seperti terhadap persoalan-persoalan lainnya yang tercantum dalam laporan Gabungan Bagian-bagian itu.
Pemerintah sendiri mengakui dengan terus terang, seperti dinyatakan di dalam penjelasan umum daripada, rancangan Undang-undang Penanaman Modal Asing, bahwa sebagai akibat politik pemerintah Hindia-Belanda, artinya pemerintah kolanial, maka pada saat penyerahan kedaulatan pada akhir 1949, keadaan perekonomian di Indonesia pada pokoknya adalah sebagai berikut: lapangan perdagangan internasional (impor dan ekspor), lapangan perindustrian, pertambangan yang mempergunakan mesin, lapangan perkebunan besar yang bekerja untuk ekspor bahan mentah yang bermutu tinggi, lapangan transpor, kecuali kereta-api dan telekomunikasi yang dari zaman Hindia-Belanda dimiliki oleh Pemerintah, praktis seluruhnya dikuasai dan diselenggarakan oleh bangsa asing, terutama perusahaan Belanda; perdagangan dalam-negeri (interinsulair dan perdagangan daerah) dari tingkat grosir sampai perdagangan detail pada umumnya diselenggarakan oleh golongan penduduk Tionghoa, yang sebagian besar setelah penyerahan kedaulatan termasuk golongan warga-negara Indonesia, dan hasil bahan makanan terutama beras diselenggarakan pada umumnya oleh rakyat dalam bentuk areal perseorangan yang sangat kecilnja (rata-rata 1/3 ha seorang).
Apa yang diakui sendiri oleh Pemerintah ini sampai sekarang masih tetap berlaku. Barangkali hanya ada satu perubahan yang sudah terang dan pasti, ialah dilapangan transpor, sebagai akibat daripada meningkatnya perjuangan pembebasan Irian Barat, monopoli K.P.M. telah dihapuskan.
Sedangkan mengenai perusahaan-perusahaan Belanda lainnya yang berkedudukan di Indonesia masih menggantung, belum ada kepastiannya. Tetapi Pemerintah sekarang bukannya secara tegas dan konkrit mengambil tindakan-tindakan untuk melikuidasi sama sekali kekuasaan modal Belanda, meskipun sudah sangat didorong oleh perjuangan pembebasan Irian Barat, dan belum lagi bicara sama sekali tentang melakukan tindakan-tindakan pembebasan terhadap modal besar asing lainnya, malahan mengajukan rancangan Undang-undang untuk mengundang masuknya modal asing yang baru, yang berarti akan memperkuat modal asing yang sudah ada. Pemerintah dengan secara terus terang menyatakan sependapat bahwa soal penanaman modal asing ini tidak dapat dihubungkan dengan soal penghapusan persetujuan Konperensi Meja Bundar, sebab yang dimaksud dengan "modal asing" ialah modal dari segala sudut dunia.
Hal ini sudah tentu sangat mengecewakan. Sebab rakyat mengharapkan bahwa dengan pembatalan persetujuan Konperensi Medja Bundar dimaksudkan untuk melikuidasi kekuasaan modal Belanda, yaitu modal asing yang terbesar di Indonesia dan paling banyak menghisap keringat dan kekayaan alam Indonesia.
Selama ini karena berkuasanya modal besar Belanda ekonomi Indonesia adalah ekonomi kolonial Belanda. Jadi dengan sendirinya jika rakyat Indonesia hendak membangun ekonomi nasional Indonesia, maka terlebih dulu kekuasaan modal Belanda itu harus dilikuidasi, dan berangsur-angsur membatasi, dan akhirnya, juga melikuidasi modal besar asing lainnya.
Perjuangan nasional kita melawan imperialisme Belanda pada hakekatnya adalah perjuangan melawan modal Belanda. Jika rakyat Indonesia pertama-tama berjuang untuk merebut kekuasaan politik, dari tangan Belanda, maka hal ini tidak lain karena kekuasaan politik yang didirikan oleh Belanda di Indonesia adalah justru untuk melindungi dan menjamin keamanan modal Belanda di dalam memeras tenaga rakyat dan kekayaan alam Indonesia. Oleh karena itu melawan kolonialisme atau imperialisme adalah sama dengan melawan modal asing. Imperialisme adalah identik dengan penanaman modal asing atau ekspor modal.
sumber: www.theglobal-review.com
sumber foto: www.wikipedia.com
Klik Link Download: Penanaman Modal Asing Berarti Memperkuat Kedudukan Imperialisme dinegeri Kita!
|
Buku: Penanaman Modal Asing Berarti Memperkuat Kedudukan Imperialisme dinegeri Kita!
Kamis, 20 Februari 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar, mengkritik, di kolum dibawah dengan komentar-komentar serrta kritikan yang ilmiah. study, organisasi, dan revolusi. salam muda kerakyatan, salam sosialisme