Kini timbul beberapa pertanyaan dari saya tentang dunia pendidikan
dan gerakan perlawanan mahasiswa sebagai manusia seribu macam strategi
dan kesadaran tinggi akan penindasan, baik penindasan secara ekonomi,
politik, maupun dalam dunia pendidikan yang mereka geluti setiap
harinya.
Sedikit
bayak mahasiswa yang ingin terlibat dalam perkembangan pendidikan
bangsa sendiri, ini terbukti dari sikap kritis yang dimiliki mahasiswa
tidak ada lagi, dengan sejumlah aktivitas akademik menyibukkan banyak
mahasiswa saat ini untuk menyelesaikan studynya dan mendapatkan
pekerjaan dengan gaji yang sangat tinggi.., agan-agan..!
Indonesia
dengan Negara yang jumlah masyarakat terpadat dinuia dan memiliki
sumber daya alam yang melimpah, tidak bisa dipungkiri semua Negara lain
memperebutkannya menjadi sebagai tuan dan menjadikan budak seluruh
penghuninya (pribumi) dari Negara yang tersubur yang disebut sebgai
Negara Republik Indonesia. Kita kembali pada persoalan pendidikan
bangsa ini, beberapa dekade yang lalu mengesahan UU Perguruan Tinggi
telah di sahkan oleh DPR-RI sebagai legalitimasi untuk meningkatkan mutu
pendidikan dan memberikan aktivitas penuh kepada setiap kampus untuk
bisa mandiri, sebuah alasan yang mengada-ngada.!
UU Pendidikan
Tinggi (selanjutnya disebut UU PT) yang disahkan pada 13 Juli 2012,
terus menuai kritik. Dari sisi para pekerja universitas, UU PT dianggap
melegalkan praktek-praktek multi-sistem kepegawaian yang merugikan
pekerja dan sudah berlangsung secara ilegal sejak zaman BHMN.
Seharusnya, kalau sebuah universitas negeri sudah menjadi Badan Hukum
Milik Negara (BHMN), maka semua pegawai juga dirubah statusnya menjadi
pegawai universitas yang tunduk pada UU Ketenagakerjaan. Pegawai yang
sudah menjadi PNS dialihkan menjadi pegawai universitas, sementara
pegawai non-PNS diangkat menjadi pegawai universitas, ini membuktikan
bahwa ladang pendidikan Indonesia yang coba dipraktekkan oleh pemerintah
adalah berstatus murni sebagai industry dengan mempekerjakan banyak
karyawan kontrakan dan sebagian besar berstatus “TIDAK JELAS”.
Andri Gunawan mengatakan melihat praktek perguruan tinggi dalam BHMN
seperti UI yaitu ada tiga lapisan pegawai di UI. Ada 4000-an pekerja
berstatus PNS, sementara 7000-an berstatus non-PNS. Dari 7000-an yang
berstatus non-PNS, hanya 300 orang saja yang berstatus sebagai pegawai
universitas. “Sisanya, pekerja tanpa status”.
Perguruan tinggi
Indonesia telah murni menjadi ladang bisnis para pemodal dan seluruh
kampus bersaing untuk mendapatkan pasar dan tak bisa dipungkiri bahwa
seluruh keuntungan yang didapat sebagian besar dari pembayaran orang tua
mahasiswa, jika rakyat kecil dengan pendapatan orang tuanya sangat
minim seperti para buruh, buruh tani lebih para pedagang kaki lima dan
para anak jalanan tidak akan memeliki kesempatan untuk menikmati
pendidikan karena setiap perguruan tinggi sangat bernafsu untuk
mendapatkan keuntungan.
Mengapa UU PT itu muncul.?
Ada
indikasi bahwa UU PT ini didorong oleh Bank Dunia (World Bank). “Ada
amanat dari World Bank, setelah BHP dibatalkan agar UU serupa dibuat
secepatnya,” tandas Yura. Sejak 2006, Bank Dunia memang sudah mengatakan
studi tentang arah pendidikan tinggi di Indonesia sesuai dengan versi
mereka. Kemudian, pada 17 April 2010, Bank Dunia mengeluarkan lagi
sebuah dokumen berjudul Indonesia: Financing Higher Education.
Dalam dokumen itu terlihat jelas bagaimana pendidikan tinggi dibiayai.
Masalah pendidikan di Indonesia dilihat sebagai masalah publik yang
kurang mengeluarkan uang untuk pendidikan tinggi.[1] Jadi, masyarakat
didorong untuk mengeluarkan lebih banyak uang untuk pendidikan tinggi
yang dianggap sebagai barang tersier. Proses dokumen Bank Dunia ini
berjalan beriringan dengan dimulainya proses sampai menjadi UU PT
sekarang ini.
Krisis kapitalisme telah mengantarkan kita pada
liberalisasi secara terang-terangan yang dilakukan oleh pada pemodal
untuk mempertahankan perputaran modal dan mempertahankan system
kapitalisme. Namun, serangan liberalisasi besar-besaran ini tidak
disambut dengan derasnya arus perlawanan dengan kesadaran politik untuk
sebuah system yang ada. Kita melirik perlawanan mahasiswa yang mungkin
sudah paham akan gerakan liberalisasi di dunia-dunia ketiga seperti
Indonesia, akan tetapi sebagian mahasiswa sebagai manusia sadar telah di
rasuki dan bahkan ada yang menjadi motor penggerak kampanye akan
liberalisasi pendidikan. Kita akan membahasnya, ada dengan gerakan
mahasiswa..?
Pro-Kontra Mahasiswa Dalam Menyikapi UU PT
Kalau
pendidikan tinggi dijadikan ranah bisnis, maka universitas-universitas
swasta kecil akan sulit bersaing dan dipaksa untuk merger di antara
mereka. Lalu, untuk universitas-universitas besar, negara memang tetap
memberikan dana, tapi dana itu sejatinya adalah lump sum, cukup
tidak cukup, negara hanya akan memberikan dana dalam jumlah itu.
Akibatnya, akan terjadi kekurangan anggaran di tingkat operasional dan
kekurangan ini akan diisi oleh kredit dari mahasiswa. Saat ini,
berdasarkan laporan Bank Indonesia (BI) bulan Maret 2012 tentang
konsumsi kredit, pendidikan termasuk kredit konsumsi yang menempati
ranking atas. ”Pendidikan tinggi harus diprivatisasi dalam kerangka
menggenjot kredit konsumsi,” ungkap Gede.
Di Indonesia
sendiri, tidak semua kalangan akademik menolak privatisasi dan
komersialisasi pendidikan. Di UI, misalnya, ada kalangan yang justru
mendorong terjadinya liberalisasi pendidikan, seperti Emil Salim. ”Ada
pasal yang kita sebut pasal Emil Salim,” tandas Andri. Pasalnya, Emil
Salim sebagai Wantimpres pernah mengirim surat ke Presiden agar draft
RUU PT (waktu itu masih RUU) dirubah pasalnya, sehingga
universitas-universitas negeri yang sudah berstatus BHMN langsung
ditetapkan menjadi perguruan tinggi badan hukum. Sebelumnya,
universitas-universitas negeri diberi pilihan untuk menjadi PTN
atau PTN dengan pola keuangan BLU atau Badan Hukum, yang disebut otonomi
penuh. Permintaan "Emil Salim" ini kemudian diakomodir. ”Ada di pasal
peralihan di UU PT ini,” pungkas Andri.
Di kalangan
mahasiswa, juga terjadi hal yang sama. Tidak semua mahasiswa menolak
privatisasi pendidikan atau UU PT. Ada juga mahasiswa yang menjadi
”tukang kampanyenya” UU PT. misalnya Di UI, kalangan yang
pro-privatisasi pendidikan membuat gerakan Save UI yang kemudian menjadi
Gerakan UI Bersih. Mereka pun berusaha merekrut mahasiswa. Namun, BEM
seluruh fakultas sudah tidak mau lagi bergabung dengan gerakan itu.
”Kita melihat tendensi mereka untuk menjadikan UI ini otonom,” tandas
Robie.[2]
Jika kita menelaah dan mempelajari apa yang
disebutka diatas kita bisa menyimpulkan bahwa gerakan mahasiswa tidak
sepenuhnya kita andalkan dalam gerakan perubahan secara mendasar kita
butuh bantuan dari gerakan rakyat seperti buruh, tani, kaum miskin kota
dan seluruh rakyat yang merasa tertindas oleh system yang dijalankan
pemerintah ini. Saya teringat apa yang terjadi di negara Chili
mahasiswa, pelajar, dan para pekerja (buruh) bersatu dalam satu barisan
menentang komersialisasi pendidikan. Dan saya harapkan kepada seluruh
element gerakan di indonesia untuk menyatukan gerakan menuju SOSIALISME
ILMIAH.
Penulis adalah anggota: Komite-Persiapan Sentra Gerakan Muda Kerakyatan (SGMK)
Referensi:
[1] Strategi melawan komersialisasi pendidikan oleh Prof. Dr. Sofian Effendi
[2] UU Pendidikan Tinggi dan Hak Atas Pendidikan di Indonesia
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar, mengkritik, di kolum dibawah dengan komentar-komentar serrta kritikan yang ilmiah. study, organisasi, dan revolusi. salam muda kerakyatan, salam sosialisme