FRONT PERJUANGAN RAKYAT
( GPMD-SGMK Parepare, dan SMI Cab.
Parepare )
Contact Person : 085298761835
“ Tolak Pasar
Bebas, Lawan Kapitalisasi Pendidikan dan Wujudkan Demokrasi Seluas-luasnya Demi
Pembagian Kekayaan Nasional Untuk Kaum Buruh dan Rakyat! ”
Tidak seperti di awal-awal
reformasi, kini Hari Buruh Internasional atau yang sering disebut Mayday telah
diperingati oleh semakin banyak kaum buruh dari berbagai organisasi dan
berbagai daerah di Indonesia. Meskipun Orde Baru sempat menghilangkan hari
bersejarah kaum buruh sejak tahun 1967, bahkan berusaha menghapus jejak
perjuangan kaum buruh dalam sejarah kemerdekaan, namun pelopor-pelopor kaum
buruh telah berhasil melengkapi syarat demokrasi—melalui reformasi 1998—untuk
kembali memperingatinya saat ini.
Hari yang kita peringati
sebagai Mayday tidak lain adalah suatu tonggak perjuangan kaum buruh untuk
memperingati peristiwa berdarah Haymarket (pada 1-4 Mei tahun 1886 di Chicago
AS) yang telah mengorbankan ratusan nyawa demi memperbaiki kesejahteraan kaum
buruh dan mengantarkan kaum buruh pada beberapa kemajuan penting. Peristiwa
Haymarket mendorong organisasi-organisasi buruh dari berbagai negara
(Internasionale kedua) pada tahun 1889 untuk menetapkan 1 Mei sebagai Hari
Buruh Internasional. Ketika pertama kali dilaksanakan pada 1890, Hari Buruh
Internasional dimaksudkan untuk mengenang peristiwa Haymarket, menjadikannya
sebagai hari untuk mengungkapkan tuntutan-tuntutan kaum buruh, dan sekaligus
meluaskan gerakan dan solidaritas buruh secara internasional. Jadi, 1 Mei bukan
lah sekadar menjadi pesta (viesta) perayaan perjuangan kaum buruh. Tuntutan
utama gerakan Haymarket yang langsung meluas bersamaan dengan penetapan Mayday
adalah pembatasan waktu kerja 8 jam yang sekarang telah dinikmati oleh milyaran
kaum buruh sedunia. Terima kasih kami pada para pejuangnya, terutama mereka
yang gugur dan mengalami penganiayaan.
Sejak Mayday ditetapkan,
solidaritas kaum buruh antar negara mulai meningkat. Walaupun perang dunia I
dan II sempat mengganggu karakter internasional tersebut (oleh pengkhianatan
beberapa pemimpin serikat buruh dan partai buruh), namun internasionalisme kaum
buruh tetap muncul dengan cara “menolak perang”, yang sekadar mewadahi
kepentingan (keuntungan) kaum pemilik modal dan negara-negara
pendukungnya, namun menyengsarakan kaum buruh dan rakyatnya. Oleh sebab itu
pula, solidaritas internasional kaum buruh juga telah ikut berperan dalam
mendukung kemerdekaan RI. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya surat dukungan
atas kemerdekaan RI dari organisasi-organisasi buruh berbagai negara saat itu.
Bahkan kaum buruh Australia telah ikut melakukan pemogokan untuk memboikot
kapal-kapal pembawa persenjataan kaum kolonial-imperialis (Belanda) ke
Indonesia setelah proklamasi (1946).
Sehingga, selain sebagai
pengingat capaian dan pengorbanan para pelopor kaum buruh yang telah berjuang
bagi kemajuan kaum buruh saat ini, Mayday juga merupakan pengingat kaum buruh
seluruh dunia bahwa kaum buruh adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan dalam
perjuangannya. Sebenarnya dan selayaknya, kaum buruh itu tak berkebangsaan,
warga dunia.
Karakter internasional
perjuangan kaum buruh sesungguhnya didapat dari kenyataan bahwa kepentingan modal
sebagai kepentingan yang mengksploitatif (menghisap) dan bertentangan dengan
kesejahteraan buruh, juga berkarakter internasional. Selain itu, kaum buruh di
negeri manapun berada dalam posisi yang sama-sama menjadi alat penumpuk
kekayaan di bawah kapitalisme yang sudah berkarakter (monopoli) internasional,
yang penghancuran sistem tersebut hanya mungkin dilakukan secara internasional
pula. Untuk hal itu lah pertentangan sesama kaum buruh dari berbagai negeri
adalah sesuatu yang bertentangan dengan semangat Mayday.
Kemiskinan
Kaum Buruh dan Rakyat Indonesia
Walaupun negeri-negeri di
dunia mayoritas menganut sistim kapitalisme dan kaum buruh di mana pun berada
dalam posisi yang sama-sama tertindas, Indonesia tetap dapat dibedakan dengan
negeri-negeri kapitalis maju, yang teknologi industrinya lebih maju. Di
Indonesia, dengan rendahnya teknologi yang dimiliki, 1 jam kerja buruh tentu
kalah produktif dengan 1 jam kerja buruh di negeri-negeri industri maju, dan
karakter monopoli kapitalis-monopoli internasional (terutama dalam hal modal
dan teknologi) menyebabkan kelimpahan industrialisasi nasional (yang dikontrol
rakyat melalui kaum pekerja) hampir-hampir tidak mungkin bila tidak ada
perubahan kebijakan ekonomi-politik dalam menghadapi serangan kapitalis-monopoli
internasional, sehingga industrialisasi nasional (yang dikontrol rakyat melalui
kaum pekerja) dapat melimpah tanpa ditelikung oleh ketergantungan pada
kapitalis-monopoli internasional demi kepentingan kaum pekerja serta rakyat
keseluruhan. Ilusi bahwa masih ada persaingan di dalam dunia usaha, layaknya
mimpi di siang bolong, sebagaian besar dunia usaha—terutama modal dan
teknologinya—sudah berada dalam cengkraman kapitalis-monopoli internasional.
Oleh karena upah yang murah,
kaum buruh kemudian dipaksa mengorbankan waktu istirahat dan kehidupan
sosialnya untuk kerja lembur (di atas 8 jam) demi penghasilan tambahan yang
menentukan. Di banyak tempat, anak-anak (dibawah usia kerja) juga masih
dibebankan keharusan bekerja demi biaya pendidikan sendiri atau bagi
penghasilan keluarga. Demikian halnya di bawah sistem kerja kontrak dan
outsourcing, perlindungan dan kepastian kerja, serta pengembangan tenaga kerja
semakin tidak dipedulikan.
Kondisi tersebut dipengaruhi
pula oleh masih dominannya kaum buruh yang bekerja di sektor-sektor informal,
dan jumlah pengangguran (termasuk ‘setengah pengangguran’) yang cukup tinggi.
Kebijakan upah minimum (yang murah) tentu hanya menyentuh kaum buruh formal
yang jumlahnya tidak lebih 50% dari keseluruhan tenaga kerja. Kaum buruh
informal umumnya tidak dapat mengakses upah minimum karena dianggap bukan
sebagai kaum buruh, atau bekerja di bawah tekanan atas banyaknya pengangguran
dan pendidikan/ketrampilan yang rendah. Buruh informal ini tersebar massif di
Indonesia.
Di tengah minimnya
perlindungan sosial kepada anak di bawah usia kerja, kepada pengangguran, dan
kepada pensiunan, maka seorang buruh (formal) dikondisikan untuk menghidupi
lebih dari dirinya sendiri. Tentu lebih sulit bagi kaum buruh untuk menanggung
beban hidup keluarga jika untuk menghidupi dirinya sendiri dengan layak saja
kaum buruh masih kesulitan mengatur konsumsinya dengan upahnya yang murah.
Hasilnya, tingkat kemiskinan
yang masih diukur dengan pendapatan 2$/hari saja sudah menunjukkan jumlah
rakyat miskin yang lebih dari 50% jumlah penduduk. Bagaimana lagi jika ukuran
kesejahteraan (berdasar pendapatan) dinaikkan diatas upah minimum? Pasti
jumlahnya lebih dahsyat dari angka-angka pemerintah.
Namun ironisnya, pada saat
yang sama, jumlah kekayaan para pemodal di Indonesia juga meningkat. Nilai
kekayaan mereka bahkan sudah hampir menyamai orang-orang terkaya di dunia.
Walaupun krisis menerpa, kekayaan 1% pemodal di Indonesia masih menguasai 50,3%
kekayaan Indonesia. Dan parahnya lagi bila kekayaan tersebut dimasukkan kedalam
bidang agraria, maka 0,2% penduduk telah menguasai 56% luas daratan di
Indonesia—baik dalam bentuk permukiman, perkebunan, pertambangan, pertanian
sampai pengelolaan hutan. Tidak heran jika Koefisien Gini (sebagai salah satu
alat untuk mengukur kesenjangan sosial) di Indonesia berada pada angka
0,41—yang berarti berada dalam kondisi yang sangat senjang.
Kemiskinan tentu bukan
disebabkan oleh malasnya kaum buruh maupun rakyat Indonesia seperti yang sering
dikatakan pemerintah maupun pemodal, namun karena tidak adanya kebijakan negara
yang mendasar untuk menuntaskan kemiskinan tersebut. Dari situasi tersebut,
tugas mendesak kaum buruh di Indonesia adalah meringankan beban penderitaan
kaum buruh dan rakyat, serta meningkatkan kapasitas produktif rakyat dengan
mendorong suatu pembagian kekayaan nasional yang adil. Dengan cara pembagian
yang adil tersebut, kaum buruh akan lebih merenggangkan dirinya dari cekikan
modal baik yang dikenakan langsung pada kaum buruh, maupun yang tidak langsung
yakni melalui pemiskinan kepada rakyat keseluruhan. Juga, melalui pembagian
kekayaan nasional yang adil, rakyat Indonesia dimungkinkan untuk semakin
produktif dalam tugas-tugas produksi dan kemanusiaan selanjutnya.
Demokrasi
Seluas-luasnya Demi Pembagian Kekayaan Nasional Untuk Kaum Buruh dan Rakyat
Apa itu kekayaan nasional?
Kekayaan nasional adalah segala sesuatu yang telah dihasilkan oleh kerja kaum
buruh dan rakyat serta segala potensi ekonomi yang terdapat di Indonesia. Ini
mencakup kekayaan sumber daya alam, kekayaan sumber daya manusia, kekayaan
keuangan, serta kekayaan barang, teknologi, produk hukum, politik dan
kebudayaan, serta ilmu pengetahuan di Indonesia.
Selama ini kekayaan nasional
dalam pengertian diatas telah di kuasai dan di monopoli oleh penguasa dan
korporasi internasonal dari tangan kaum buruh dan rakyat Indonesia.
Penguasaan dan monopoli atas kekayaan nasional ini membuat kapitalis
nasional dan internasional semakin kaya dan mendapatkan keistimewaan
(privileged) dan dominasi atas ekonomi, politik, sosial dan kebudayaan.
Pembagian
kekayaan nasional dapat dibagi menjadi beberapa program utama, yaitu:
Pertama, Upah Layak Nasional. Yaitu
pendistribusian hasil keuntungan—yang merupakan bagian dari nilai-tambah yang
dihasilkan oleh keringat buruh dalam proses produksi yang—lebih adil kepada
kaum buruh. Distribusi tersebut mencakup standar upah minimum dan ‘upah
progresif’ yang memungkinkan kaum buruh mendapat pembagian yang lebih adil dari
peningkatan keuntungan perusahaan. Dalam hal ini, segala ‘ketidakmampuan’
perusahaan dalam memenuhi upah minimum harus diambil-alih tanggungjawabnya oleh
negara. Dan sebagai konsekuensinya, sistem kerja kontrak dan outsourcing, yang
menjauhkan hak-hak buruh atas suatu proses produksi, harus dihapuskan. Selain
itu, demi memperbaiki tunjangan-tunjangan bagi kaum buruh, jaminan-jaminan
sosial bagi kaum buruh, kondisi kerja kaum buruh, hak-hak demokrasi
keserikat-buruhan, menuntut kaji-ulang (revisi) Undang-Undnag Ketenagakerjaan
No. 13 tahun 2003.
Kedua, Reforma Agraria. Yaitu
pendistribusian tanah kepada petani tak bertanah (penggarap), bantuan modal dan
teknologi/sarana-sarana produksi lainnya yang berkualitas serta murah, dan
penetapan harga hasil-hasil produksi pertanian yang adil seketika diselaraskan
dalam perbandingan (trade-off) dengan hasil-hasil produksi industri (apalagi
yang dikonsumsi oleh kaum tani) agar tidak terjadi pemiskinan dan “penghisapan
desa oleh kota”, serta pertanian yang memungkinkan kaum tani mendapat
kesejahteraan dari kerjanya atas tanah. Lebih jauh lagi reforma agraria
mencakup demokratisasi pengelolaan atas sumber-sumber alam lain di luar tanah
seperti air, hutan, mineral, dan sebagainya, yang mampu mengangkat
kesejahteraan hidup rakyat sekaligus menjaga daya tahan lingkungan.
Ketiga, Pajak Progresif. Yaitu
penarikan pajak yang lebih tinggi kepada keuntungan dan pendapatan
pemodal-pemodal besar dengan cara meningkatkan persentase pajak dalam setiap
kelipatan pendapatan pemodal. Itu berarti semakin tinggi keuntungan suatu
perusahaan, maka semakin besar persentase pajak yang harus dikenakan. Ini juga
berarti penghapusan segala jenis pajak yang dibebankan kepada rakyat.
Keempat, Nasionalisasi dan
Industrialisasi Aset-Aset Vital Nasional yang dikontrol rakyat. Yaitu
mengembalikan aset-aset yang menguasai hajat hidup orang banyak, yang selama
ini dikelola oleh swasta (baik asing maupun nasional) ke tangan negara, untuk
kemudian diperkuat dengan melakukan perencanaan (kontrol rakyat) atas
industrialisasi nasional yang berwatak sosial atau kerakyatan. Industrialisasi
sendiri bukan hanya dikenakan kepada aset yang di nasionalisasi, tetapi juga
aset yang selama ini tidak dipergunakan dengan maksimal oleh negara.
Nasionalisasi dan Industrialisasi selain akan menambah pemasukan negara, juga
akan membuka lapangan pekerjaan yang layak bagi rakyat.
Kelima, Peningkatan Subsidi dan
Fasilitas Umum Bagi Rakyat. Yaitu pemenuhan kebutuhan hidup ekonomi maupun
budaya bagi rakyat yang berasal dari anggaran negara. Ini mencakup subsidi
pangan, subsidi energi, subsidi perumahan, dan pemberian fasilitas gratis
terhadap kesehatan, pendidikan, listrik, irigasi, laboratorium, internet,
perpustakaan, fasilitas kesenian, olahraga, kesenian, dan sebagainya.
Pemberian fasilitas
infrastruktur ekonomi dan budaya yang demikian, walaupun dibutuhkan oleh
seluruh rakyat, namun terlebih lagi di pedesaan. Hal ini adalah konsekuensi
dari kemiskinan yang mayoritas berada di pedesaan. Dengan pemerataan
infrastruktur antara kota dan desa, maka dimungkinkan pula untuk memeratakan
penduduk yang hari ini masih terpusat di kota-kota besar. Dalam hal kesehatan,
kenaikan iuran BPJS (bahkan penerapan sistem iurannya dari awal) sudah
bertentangan secara mendasar dengan pemerataan kekayaan. Sehingga hal ini
secara bersamaan akan menuntut penghapusan sistem iuran dalam BPJS.
Politik Kaum Buruh. Pada
akhirnya, sistem yang menguntungkan segelintir orang hanya dapat dihancurkan
dengan mendemokratiskan tenaga produktif—manusia dan sarana-sarana/alat-alat
produksinya—di tangan rakyat pekerja dan masyarakat. Tugas tersebut hanya
mungkin dituntaskan sebagai tugas internasional yang menyatukan berbagai
kekuatan produktif bangsa-bangsa di dunia. Namun demikian, karena sistim
kapitalisme yang mendunia masih menghisap negeri-negeri (bangsa) yang
dikuasainya, maka tidak ada jalan lain bagi kaum buruh selain membangun suatu
transisi dialektika nasional-internasional menuju sistem yang berkeadilan
sepenuhnya.
Sekarang ini, dalam Mayday
yang menempatkan kaum buruh Indonesia sebagai agen kaum buruh seluruh dunia,
sekaligus yang menyandang beban sebagai kaum pelopor perjuangan rakyat
Indonesia, kaum buruh harus tampil ke depan dalam memberikan solusi bagi
masalah-masalah rakyat Indonesia sekaligus menyerukan persatuan kaum buruh
seluruh dunia. Seruan ini menjadi penting di tengah potensi konflik sesama
buruh yang dilahirkan kapitalisme melalui peperangan, migrasi dan perdagangan
bebas.
Politik kaum buruh harus
menegaskan dirinya sebagai politik yang anti perang, anti rasisme, anti
seksisme, dan anti nasionalisme sempit. Politik kaum buruh juga harus
menegaskan dirinya sebagai politik yang bersahabat dengan pengungsi maupun
buruh migran. Namun suatu upaya politik kaum buruh hanya dapat dicapai dalam
sebuah alat politik. Dan alat politik yang dimaksud bukan lah sekedar alat politik
yang memakai jubah ‘buruh’ tanpa program apapun yang hendak diperjuangkan,
melainkan alat politik yang tahu persis apa masalah dan apa yang hendak
diperjuangkan. Dan, diatas semuanya, tujuan dari program yang akan berupapaya
membahagiakan kamu buruh dan rakyat secara keseluruhan, TAK AKAN BERHASIL
DIWUJUDKAN BILA TANPA SEKALIGUS JUGA MEMPERJUANGKAN DEMOKRASI YANG
SELUAS-LUASNYA, YANG SEPENUH-PENUHNYA BERKUALITAS MENGHARGAI HARKAT MANUSIA
SECARA SOSIAL.
Memperjuangkan Demokrasi
yang seluas-luasnya bermakna: menghancurkan musuh-musuh yang menghambat
perkembangan kebebasan politik dan partisipasi kaum buruh dan rakyat (misalnya,
demiliterisas, menghancurkan kebudayaan politik warisan Orde Baru, dsb),
menghapus hingga merubah produk hukum dan politik yang menghambat kebebasan
ekspresi, berpendapat, beragama dan berkeyakinan, kemerdekaan berpikir,
kebebasan berorganisasi dan berpolitik (misalnya, RUU Keamanan Nasional, UU
Ormas, UU Partai Politik, UU Pemilu, RUU KUHAP, UU Intelejen, UU Penanggulangan
Konflik Sosial dan sebagainya).
Tuntutan-Tuntutan
:
- Wujudkan Upah Layak Nasional
- Tolak Sistem Kerja Kontrak dan Outsourcing
- Tolak Politik Upah Murah
- Wujudkan Reforma Agraria
- Wujudkan Pajak Progresif
Bagi Seluruh Investor dan
Penghapusan Pajak Bagi Rakyat
- Nasionalisasi dan Industrialisasi Aset-Aset Vital Nasional Di Bawah
Kontrol Rakyat
- Wujudkan Peningkatan Subsidi dan Fasilitas Umum Bagi Rakyat
- Tolak MEA ( Masyarakat Ekonomi Asean )
- Stop Perampasan Tanah Rakyat
- Cabut UU No. 20 Tahun 2003 SIKDIKNAS dan UU No. 12 Tahun 2012 tentang
Perguruan Tinggi
- Cabut PP 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan
- Stop Represifitas Gerakan Rakyat
- Stop Kekerasan Terhadap Perempuan
Hanya dengan cara
memperjuangkan demokrasi seluas-luasnya lah kaum buruh Indonesia menyatakan dirinya
sebagai suatu kekuatan politik yang siap memberikan sumbangan bagi kebahagiaan
dunia dan negerinya, memanusiawikan manusia!
Kaum
Buruh dan Rakyat Tertindas Sedunia, Bersatulah!
Koordinator Lapangan
IWANG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar, mengkritik, di kolum dibawah dengan komentar-komentar serrta kritikan yang ilmiah. study, organisasi, dan revolusi. salam muda kerakyatan, salam sosialisme