22 Desember
dikenang kebanyakan orang, sebagai momentuman untuk sekadar menghargai adanya
seorang Ibu, namun pada kenyataan Ibu tetap saja lah ditindas oleh sistem Kapitalisme
dan Partriaki. Tak ada kesetaraan baginya.
Tulisan kali ini
akan mengambil pengalaman dari yang dituliskan oleh Maxim Gorki dalam sebuah
Novel yang berjudul Ibunda, didalam Novel tersebut, diceritakan seorang ibu
bernama Pelagia, seorang yang militant dalam situasi revolusi
demokratik di Rusia awal abad 20. Ia seperti perempuan pada umumnya di seluruh
dunia, yang menjadi korban tindakan
kekerasan oleh suaminya, sebuah tindakan yang menjadi wajar oleh kultur feodal saat
itu.
Ia hidup misikin
sebagai isteri dari seorang Buruh pabrik . Lingkungan tempat Pelagia tinggal sangatlah
menyedihkan, itu tergambar didalam novel
sebagai berikut
“ anak – anak muda beramai –ramai mengunjungi warung – warung minuman atau beramai – ramai dirumah mereka dan memainkan akordeon, menyanyikan lagu – lagu kasar dan buruk, berdansa, menyumpah – nyumpah, dan minum – minum. Dan dalam keadaan lelah seperti itu, minuman keras itu lebih cepat meruap kedalam kepala masing – masing. Kemudian rangsangan semu yang aneh berderak – derak menuntut suatu jalan keluar. Karena itulah akhirnya merekan menggunakan kesempatan untuk menyegarkan perasaan mereka dengan lempar – melempar kebengisan , kebinatangan, bahkan dengan suatu sebab yang tak berarti . perkelahian – perkelahian yang mengalirkan darah itulah akibatnya. Kadang, mereka mengakhiri keramaian itu dengan luka – luka berat dan bahkan juga saling bunuh.”
Seluruh hidup
para buruh dikendalikan oleh peluit pabrik dan digilas oleh kemiskinan,
sehingga terdorong untuk lari pada minuman keras dan menyalurkan rasa getir dan
amarah kepada orang yang berada pada posisi lebih lemah, terutama istri dan
anak. Lingkaran hidup yang berawal dengan kelelahan, kejenuhan, kemiskinan dan
berakhir pada jeratan alkohol dan kekerasaan terus berputar karena semua itu
sudah diterima sebagai hal yang lumrah. Hidup di permukiman Buruh , dimana
penindasan menusuk hingga ke tulang rusuk para pekerja, hanya dengan minum minuman keras
lah rasa lelah itu terbayarkan. Pabrik yang diciptakan khusus bagi laki – laki atau
sering disebut Maskulin, menjadikan perempuan terlempar dari produktivitas, perempuan di
jerumuskan keranah Domestik. Hingga tak ada satupun kaum ibu yang terhindar
dari tindakan kekerasan yang dilakukan para suaminya, karena perempuan yang
tidak menghasilkan upah, ditengah kehidupan yang begitu buruknya. Maka segala
amarahpun dilimpahkan kepadanya. Itu yang saya katakana Penindasan ganta,
selain ditindas oleh system kapitalisme yang menyengsarakan para pekerja,
ibundapun ditindas oleh Partriaki yang menyakitkan itu.
Pelagia memiliki
seorang anak laki – laki bernama Pavel, setelah
ayahnya meninggal dunia, Pavel mencoba menjalani kehidupan seperti yang sering
dilakukan oleh anak – anak seumurnya, namun ia tidak tega kalau harus menyakiti
ibunya seperti apa yang dilakukan bapaknya ketika sedang mabuk. Dengan semangat muda dan kecintaan dan penuh
belas kasian kepada ibunya, Ia pun menggembara kekota, untuk mencari sebab dan
akibat dari kondisi yang terjadi dilingkungannya , singkat cerita iapun bertemu dengan sekelompok orang
Sosialis di massa itu kemudian ia bergabung, mulai membaca teori – teori sosialis.
Dan ia pun berubah menjadi pemuda yang secara serius mencari apa yang
dianggapnya sebagai kebenaran dan memikirkan usaha untuk mengubah
lingkungannya.
Pavel dan
kawannya2 membuat selebaran mengenai pemotongan upah yang terjadi dipabrik saat
itu, dan mereka pun ditangkap oleh polisi – militer dan dipenjarakan karena berhasil membuat
keributan oleh selebaran – selebaran yang dibagikan . dibawah Rezim otoriter
Tsar , mirip dengan yang terjadi pada era Soeharto dimana buku – buku teori
berbau Sosialisme, Marxisme , Lenin dan
organisasi Sosialis itu sangat dilarang oleh pemerintah. Itulah yang terjadi
pada Pavel dan kawan – kawannya.
Karena anaknya
dipenjarakan , Pelagia dengan semangat kasih sayang dan kepercayaan kepada Anak
dan kawan – kawannya bahwa mereka tidak bersalah sebab apa yang dilakukan
semata – mata memperjuangkan keadilan. Maka iapun mengambil peran untuk
meneruskan apa yang dilakukan oleh anak dan kawan – kawan anaknya, lalu ia
mengambil tugas untuk membagikan selebaran didalam pabrik dan itu dilakukan terus menerus oleh Pelagia. Perubahan
yang drastis terjadi pada diri Ibunda , dari rasa khawatir dan takut, menjadi
pendukung setia gerakan anaknya, bahkan sampai menjadi aktifis yang tak kalah
bersemangat. Perubahan itu bukan dating dari kesadaran pikiran, melainkan
diawali oleh kepekaan seorang ibu terhadap perasaan – perasaan yang positif
yang dirasakannya muncul pada pertemuan – pertemuan aneh kawan – kawan anaknya
itu. Ibunda yang awalnya buta huruf , mulai tertarik untuk kembali belajar
membaca kembali dan mulai belajar teori – teori Sosialis.
Dari cerita
Ibunda menunjukkan bahwa keberanian dan keteguhan Pelagia bisa mengubah
posisinya dari sekedar makhluk yang dianggap bagian dari isi rumah belaka,
menjadi seorang tokoh yang diperhitungkan dalam perubahan masyarakat. Cerita
Ibunda juga menyadarkan kita pada perbedaan antara perubahan tatanan yang
mendasar.
Di hari ibu ini,
semoga dari ringkasan cerita diatas dapat membangkitkan kalangan perempuan
untuk selalu berjuang, bukan dibelakang tapi disamping bersama – sama kelas
pekerja. Terkhusus untuk semua ibu yang anak – anaknya kini, berorganisasi yang
dilarang oleh pemerintah. Berbanggalah karena anak – anakmu sedang berjuang
demi tatanan masyarakat yang damai dan sejahtera. Oh ibu ajarkanlah semua anak –
anakmu tentang kebenaran dan keadilan, berjuanglah selalu untuk melawan system yang
memiskinankan ini.
We shall overcome Mom.
Oleh: Desi Natalia Mebang (Biro Politik Sentra Gerakan Muda Kerakyatan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar, mengkritik, di kolum dibawah dengan komentar-komentar serrta kritikan yang ilmiah. study, organisasi, dan revolusi. salam muda kerakyatan, salam sosialisme