Pemilu 2014 Adalah Pemilu Para Borjuasi Nasional
Pemilihan
calon legislatif di seluruh daerah di indonesia telah usai dan partai
PDI-P dinyatakan sebagai pemenang dengan memperoleh 19 % dari total
suara yang ada dan disusul oleh partai Orde Baru Golkar, kemudian
disusul oleh partai GERINDRA (pecahan Golkar orde baru) urutan ketiga
yang memperoleh suara 11% dari total suara yang dihitung oleh perhitungan
cepat (Quick Count). Dari semua pemilihan yang ada di setiap
daerah,suara golput masih tinggi sampai 50%, dan ini adalah sebuah
petanda bahwa politik yang di praktekkan para pengusaha (borjuis) elit
ini sudah tidak dipercaya oleh banyak rakyat indonesia. Suara golput
masih menjadi pemenang, namun, batalnya pemilihan bukan di hitung dari
seberapa banyaknya suara yang golput, ini adalah permainan para borjuasi
dan partai elitnya yang tidak akan memeberikan ruang kepada rakyat untuk
menentukan nasibnya sendiri dan membentuk partainya sendiri, itu sudah
menjadi keharusan dari suatu partai elit.
Penomena
pemilu semenjak runtuhnya rezim orde baru tidak mengalami perubahan
signifikan dalam memperbaiki sistem demokrasi yang semakin kocar-kacir
dibawah kekuasaan rezim neolibiral, deokrasi hanya menjadi ilusi dan
candu yang mengasikkan banyak aktivis terlarut dalam aroma khas
perpolitikan borjuis reformis dan massa rakyat yang semakin
memperlihatkan ketidak percayaannya kepada semua partai yang ada dalam
perbaikan kehidupannya sekarang dan dimasa yang akan datang. Dengan
berakhirnya pemilihan legislatif ini masa depan massa rakyat akan tetap
mengalami kesuraman baik itu dalam perpolitikan, ekonomi, maupun dalam
strata sosial (klas) semakin tersudutkan dalam ruang kesengsaraan
dan ancaman-ancaman hidup dalam ilusi demokrasi borjuis komparador,
penghambapemodal asing. rakyat sudah seharusnya belajar untuk merebut
kekuasaan dibawah kontrol rakyat maka seluruh kebijakan akan mengarah
pada kepentingan rakyat.
Ilusi demokrasi borjuis
kepada massa rakyat, kita bisa melihat realita yang ada seperti beberapa
caleg dari beberapa partai yang sudah kehilangan uangnya
dalam melaksanakan money politic dan black campaign untuk
menarik suara pemilih, namun yang terjadi adalah depresi berat yang di
alami beberapa caleg karena gagalnya harapan untuk menjadi anggota dewan,
inilah yang di praktekkan dalam pemilu borjuis bahwa uang dan
iming-iming ekonomi lainnyalah yang bermain, caleg dengan standar
ekonomi/dana kampanye yang lemah akan dikalahkan dengan modal caleg yang
dana kampanyenya sangat tinggi, sehingga yang terkuras dananya dalam
pemilihan dan gagal menjadi anggota dewan akan mengalami gangguanotak
(stress berat), apa yang akan dilakukan oleh partai tempat
mereka mencalegkan diri..? sama sekali tidak ada, dan secara otomatis
partai akan membuangnya karena tidak bisa menarik suara untuk mendukung
partai dalam pemilihan presiden nantinya. Sungguh permainan yang tidak
sehat diantara paracaleg. Mungkin karena ketika menjadi seorang dewan
maka uang akan cepat didapat dengan mudah, dan menjadi anggota dewan
sudah menjadi mata pencaharian bukan lagisebaga perwakilan rakyat untuk
menyampaiakan suara kepentingan rakyat di DPR malah menjadi mata
pencaharian, miriss.
Setalah berakhirnya
masa pemilihan calon legislatif, maka akan dilanjutkan dengan pemilihan
calon presiden dan wakil presiden dari partai-partai yang ikut pemilu,
dari semua partai yang ikut dalam pemilu, kesemuanya tidak memenuhi
syarat untuk mencalonkan capres/cawapres dari satu partai, maka dari
itupartai-partai ini akan melakukan koalisi partai untuk memenuhi kuota
pencalonan sebagai capres dan cawapres. Ada tiga partai yang memperoleh
suara terbanyakyaitu PDI-P, Golkar, dan Gerindra. Keriga partai tersebut
menggalang koalisipartai-partai yang di tingkat menengah sampai bawah
dari survei perhitungan cepat. Dari semua partai yang ada dan maju
sebagai calon presiden nantinya, semuanya adalah penghamba neolibiral
(modal.pengusaha asing) dan menjadikan militer sebagai penjaga modal yang
siap menghadang perlawan-perlawan rakyatdari bawah yang tertindas dan
yang terampas hak-haknya sebgai warga negara dan sebagai penduduk asli
bangsa dan negara. Tidak ada yang bisa diharapkan dari pencalonan partai
borjuis penghamba kekuasaan modal asing. Hanya dengan kekuatan rakyat
sendirilah yang akan menentukan nasibnya sendiri.
Pemuda, Mahasiswa, DanPelajar Bersama Buruh Yang Berlawan
Aksibersama-sama
bukan lagi suatu yang tidak mungkin dilakukan dengan berbagai macam
bendera, platfrom politik organisasi. Tetapi, dengan penindasan yang
semakin menampakkan wajah seramnya kini diketahui banyak kalangan yang
kemudian mengorganisasikan diri karena ternyata sang penindas itu
menindas segala aspek kehidupan bukan hanya buruh/pekerja yang tertindas
di pabriknya (upah murah, tidak ada kejelasan kerja, diskriminasi sampai
intimidasi buruh yang berorganisasi dan berlawan, dampak pada ancaman
PHK). bukan hanya mahasiswa ditindas dalam kampusnya, biaya kuliah yang
mahal, dan kebebasan berpendapat dikebiri. Tetapi juga dikalangan pelajar
(siswa) yang mendapatkan diskriminasidan komersialisasi tempat mereka
belajar dan pemuda yang tidak mendapat-kan lapangan pekerjaan,
diskriminasi dan dicap sebagai “preman” yang tak punya martabat (sampah
masyarakat), dan sering digunakan sebagai massa bayaran oleh birokrasi
untuk melawan perlawanan rakyat.
Dan bukan kali
pertama mahasiswa, pelajar dan klas pekerja/buruh yang berlawan
mengkonsolidasikan diri, bersolidaritas atas perlawanan yang mereka
bangun,tetapi di belahan negara lain terjadi hal yang serupa dan menjadi
tolok ukur persatuan gerakan perlawanan pemuda, mahasiswa, pelajar, klas
pekerja/buruh danrakyat tertindas lainnya. Kita bisa melihat praktek
persatuan yang dilakukanoleh rakyat chili dimana pelajar, mahasiswa dan
para klas pekerja/buruh aksibersama menolak komersialisasi pendidikan,
di prancis mahasiswa dan klas pekerj/buruh mengepung kampus untuk
bersolidaritas terhadap mahasiswa dalamaksi mogok kuliah dan begitu juga
sebaliknya, mahasiswa membantu perlawanan buruh di tingkatan pabrik
dalam perbaikan kehidupan klas pekerja/buruh.Contoh-contoh perlawanan
bersama antara rakyat dan kaum intelektual revolusioner masih banyak kita
temui dan perlawanan itu akan tetap lahir dalam dunia yang memberlakukan
sistem penindasan manusia atas manusia lainnya sebagai bentuk perlawanan
terhadap penindasan, dan penguasaan satu orang diantara jutaan umat
manusia di dunia.
Marikita selangkah lebih maju
dari kegagalan-kegagalan sebelumnya, dengan mengangkat benderah,
platfrom, suku/ras, dan agama yang berbeda, tapi bukan ituyang menjadi
tembok penghalang bagi persatuan. perbedaan adalah sebuah
bentukpra-syarat untuk membentuk suatu persatuan yang lebih kuat.
Memahami perbedaanakan menguatkan persatuan yang akan dibangun. Jika
melarang-larang perbedaan,maka yakin saja persatuan akan berumur pendek
karena akan menonjolkan persatuan dan mengabaikan perbedaan, begitupun
sebaliknya, itulah yang terjadi dalam organisasi-organisasi gerakan yang
dianggap militan, organisasi yang dianggap sebagai alternatif selama
ini. lahirnya bentuk-bentuk perlawanan baru dibawah negara yang mengalami
ke gradualan sistem telah tumbuh pesat, potensi sepertiinilah yang
kemudian kita anggap sebagai spontanitas massa yang menuntut ketidak
adilan baik ketidak adilan secara hukum, sosial, politik, danketimpangan
ekonomi. Dari sopntanitas massa itulah kita terlahir sebagai alternatif,
bersolidaritas dalam satu langgam perjuangan yang tertindas didalam satu
sistem yang sama yaitu sistem kapitalisme. Mahasiswa, pelajar,
pemuda, kaum miskin kota, kaum buruh, petani, dan kaum tertindas lainnya
bersatu dalam satu kontradiksi umum yang harus di selesai-kan yang kemudian
akan menghasilkan negasi baru dalam menata sistem ekonomi, politik,
sosial-budaya yang tentunya bertujuan akan kepentingan kaum tertindas.
Konstalasi
politik tahun ini, pemilihan calon wakil rakyat
(legislatif/perancangundang-undang), dan pemilihan calon presiden
sebagai momentum politik yang tidak bisa kita abaikan begitu saja, kita
sudah tahu bahwa yang akan menjalankan kebijakan pemerintahan nantinya,
merancang undang-undang nantinya, tidak lain adalah wakil-wakil dari
pengusaha, penghamba modal, yang berkiblat pada modal internasional
dibawah sistem neo-liberal. Maka dari itu, apa yang harus dilakukan oleh
segenap element yang berlawan? Apakah akan melebur kedalam irama
politik borjuasi ataukah membentuk suatu politik alternatif? nah, inilah
yang harus kita jawab dengan melihat sejarah bangsa ini yang belum
menemukan revolusinya sendiri untuk mengubah nasibnya sendiri tanpa harus
menjilat pada asing dan menyerahkan sepenuhnya kepada asing untuk
mengambil secara paksa sumber daya alam kita.
Jika rakyat
yang sadar akan klasnya sendiri, sebagai klas yang tertindas dari kaum
minoritas pengusaha, birokrasi dan sekaligus sebagai borjuasi komprador
dengan sistem neo-liberal. Maka jalan satu-satunya adalah membentuk
kekuatan politik alternatif, politik rakyat tertindas yang mayoritas itu,
politik yang akan memperjuangkan kepentingan rakyat itu sendiri. Bukan
politik borjuis sekarang ini yang tengah beranjak kesenayan dan akan
melanjutkan roda pemerintah penindas. Jika rakyat tidak membangun
politiknya sendiri, maka tinggal penindasan akan tetap berdiri tegak
dinegri ini. Hanya dengan kekuatan politik rakyat tertindaslah sebagai
politik alternatif yang akan menjawab dan akan menghapus sistem
penindasan di negri ini. bersama dengan kaum tertindas lainnya, dan kaum
yang sadar akan penindasan. Buruh, tani, nelayan, kaum miskinkota,
mahasiswa, pelajar, pemuda dan kaum tertindas lainnya, bersatulah!
Belajar,Organisasi, Dan Revolusi!
Makassar 11 Mei 2014
Oleh: Bustamin Tato
Penulis adalah Biro Ideologi Komite Persiapan Sentra Gerakan Muda Kerakyatan (KP-SGMK)