Diterbitkan Bersama Oleh:
PROGRESIP, SBM, SBTPI, KP-SGMK, LMND,
PEMBEBASAN, PPR, KPO PRP
===========================================================
Tolak Pencabutan Subsidi BBM Bagi Nelayan!
Nasionalisasi & Industrialisasi Sektor
Energi Untuk Subsidi Rakyat; Dibawah Pemerintahan Rakyat!
***
Hidup Nelayan!
Hidup Perjuangan Rakyat!
Lagi
dan lagi pemerintah seperti tidak henti-hentinya ingin mempermainkan hidup
rakyat. Pengurangan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) kepada rakyat pada bulan
Juni lalu nampaknya ingin dilanjutkan dengan terus mempreteli subsidi kepada
rakyat. Kali ini bukan pengurangan, tapi pencabutan subsidi solar, khususnya
bagi nelayan yang memiliki kapal diatas 30 GT. Kalau ini terjadi, tidak
tanggung-tanggung, setiap kapal harus membeli BBM solar sesuai dengan harga
industri yaitu sebesar Rp 13.470/liter. Ini membuat setiap kapal akan terbebani
biaya BBM lebih dari dua kali lipat dalam sekali melaut nya, dari yang biasa
hanya membeli dengan Rp 5500/liter solar bersubsidi. Karena dalam sekali melaut
setiap kapal membutuhkan 25 kilo liter solar, maka kenaikan solar tersebut akan
menambah biaya sekali melaut sebanyak sekitar 200 juta rupiah! Ditengah hasil
tangkapan yang tidak menentu akibat cuaca, kebijakan ini jelas membunuh
nelayan.
Tapi
ini bukan hanya soal pencabutan subsidi bagi kapal yang dianggap pemerintah
sudah merupakan kapal usaha besar, walaupun sebenarnya kapal-kapal tersebut
juga harus bertanggung jawab membagi setiap hasil tangkapannya kepada 10-an
orang awak pekerja kapal dan juga berhadapan dengan ketidakpastian hasil
tangkapan. Pemakaian solar bersubsidi terhadap nelayan pun sudah mulai dibatasi
tiap tahunnya dengan target 0% subsidi terhadap solar nelayan. Seperti biasa,
argumen pembengkakan anggaran subsidi dalam APBN kembali diluncurkan pemerintah
tanpa memperdulikan pengeringan kantong nelayan.
Sebagai
dampaknya, sudah dapat dipastikan ratusan kapal diatas 30 GT menjadi
kapal-kapal yang akan tumbang pertama, dilanjutkan dengan kapal-kapal yang
lebih kecil (dibawah 30 GT) akibat terbatasnya pembelian solar bersubsidi dan
persaingan dengan kapal-kapal besar. Bagi yang ingin bertahan akan dipaksa
menaikkan harga ikan yang tentu akan tetap menurunkan daya beli rakyat di
tengah persaingan dengan ikan-ikan impor dan kebutuhan pokok rakyat lainnya
yang juga tinggi. Maka, ribuan nelayan yang biasa menggantungkan hidupnya pada
kapal-kapal tersebut akan kehilangan mata pencarian nya cepat atau lambat,
karena melaut sama artinya dengan menelan kerugian.
Hal
ini kembali mengingatkan kami pada aset-aset migas atau umum nya sektor energi
di Indonesia yang tidak dimiliki sepenuhnya oleh negara, yang membuat negara
tidak berdaya dan didorong mengikuti harga pasar internasional yang kemudian
mempengaruhi APBN. Ini persoalan klasik yang belum (dan tidak dapat) dipecahkan
pemerintah manapun yang mengabdi pada pasar dan pemodal internasional dibanding
pada rakyat nya. Dan ini pula untuk kesekian kalinya pemerintah kapitalis
neoliberal SBY-Budiono menunjukkan pengabdian nya pada pasar, yang bukan hanya
merusak kemandirian bangsa, tapi juga melucuti hak hidup rakyat nya.
Walaupun
kita tahu pemakaian bahan bakar minyak (BBM) berlebihan untuk melaut akan ikut
memperparah kerusakan lingkungan/bumi, namun pemerintah juga belum lah
memberikan solusi energi alternatif yang lebih ramah lingkungan dan murah bagi
nelayan untuk melaut. Sehingga jika pencabutan subsidi ingin dihubung-hubungkan
lagi dengan persoalan konsumsi BBM yang berlebihan, pemerintah pasti sedang
mengada-ada. Apalagi pemerintah juga lah yang dulu ikut mendorong nelayan
meninggalkan kapal-kapal layar dan beralih ke mesin diesel.
Terasa
sudah cukup untuk terus menyerah pada logika pemerintah yang mengorbankan
rakyat nya (mencabut subsidi) demi pengabdian pada pemodal-pemodal
internasional. Jika diperpanjang, logika pemerintah ini akan terus menelan
korban pencabutan subsidi di pihak nelayan yang jumlah nya semakin menyusut
menjadi hanya sekitar 2,2 juta orang dalam negara yang bergaris pantai
terpanjang ke-4 di dunia. Sehingga laut Indonesia pun akan semakin menjadi
bulan-bulanan kapal asing untuk mengeruk sumber daya ikan di perairan
Indonesia.
Jika
harga energi termasuk solar dapat dikendalikan negara dan pemerintah
berorientasi pada rakyat nya, maka harga-harga energi yang dibutuhkan rakyat,
apapun energi itu, akan dapat ditekan sesuai dengan standar kesejahteraan
rakyat, dan bukan standar harga internasional. Dan langkah untuk itu adalah
melakukan nasionalisasi dan industrialisasi terhadap sektor energi di Indonesia
dan sekaligus memudahkan nelayan dalam mengontrol kebutuhan-kebutuhan energi
tersebut untuk melaut nya, sampai pada pengontrolan kapal-kapal beserta hasil
tangkapan itu sendiri secara demokratis oleh setiap nelayan yang bekerja pada
setiap kapal.
Oleh
karena nya, kami sebagai unsur dari pergerakan rakyat yang rindu pada persatuan
dan perjuangan kaum nelayan, mendukung penuh perjuangan FRONT NELAYAN
BERSATU dan akan terlibat aktif dalam AKSI MENOLAK PENCABUTAN
SUBSIDI BBM BAGI NELAYAN yang dilakukan hari ini, 5 Februari 2014.
Pada
saat yang sama kami juga mendesak negara untuk melakukan NASIONALISASI dan
INDUSTRIALISASI SEKTOR ENERGI di Indonesia agar dapat membiayai SUBSIDI ENERGI
yang dibutuhkan oleh rakyat. Masalah pencabutan subsidi dan ketidak-mandirian
energi ini akan terus berhadapan dengan rakyat ke depannya, khususnya nelayan,
jika pemerintahan yang berjalan bukan lah pemerintahan rakyat. Maka dari
sekarang pula, pemerintahan itu harus ikut dipersiapkan oleh nelayan dengan
membangun PERSATUAN PERJUANGAN RAKYAT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar, mengkritik, di kolum dibawah dengan komentar-komentar serrta kritikan yang ilmiah. study, organisasi, dan revolusi. salam muda kerakyatan, salam sosialisme