Sentral
Gerakan Buruh Nasional (SGBN),Gabungan Solidaritas Perjuangan Buruh
(GSPB),Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI), Federasi Serikat
Pekerja Aneka Industri Indonesia(FSPASI), Federasi Serikat
Pekerja-Percetakan Penerbitan Media Informasi Serikat Pekerja seluruh
Indonesia (FSP PPMI SPSI),Gerakan Bersama Buruh / Pekerja BUMN (GEBER
BUMN), Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Federasi Serikat Buruh
Demokratik Kerakyatan (F SEDAR) Federasi Serikat Buruh Demokrasi Seluruh
Indonesia (FSBDSI-Tapal Batas), Gabungan Serikat Buruh Merdeka (GSBM),
Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI), Sentra Gerakan Muda
Kerakyatan (SGMK),Pusat Perjuangan Rakyat Indonesia (PPRI), Konfederasi
pergerakan Rakyat Indonesia ( KPRI ), Solidaritas.Net
(SolNet), Aliansi Migran Progresif (AMP-Hongkong),Lembaga Bantuan
Hukum-Jakarta (LBH Jakarta),Pusat Perjuangan Mahasiswa Untuk Pembebasan
Nasional (PEMBEBASAN), Kongres Politik Organisasi-Perjuangan Rakyat
Pekerja (KPO PRP), Partai Pembebasan Rakyat ( PPR )
Joko Widodo Masih Bebal & Belum Mencabut PP No.78 / 2015 Tentang Pengupahan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan masih tetap
belum dicabut oleh pemerintah. Walaupun penolakan dan perlawanan kaum
buruh terhadap PP tersebut sudah terbukti semakin meluas dan membesar.
Aksi-aksi konvoi di kawasan-kawasan industri sudah merebak dari
Tangerang, Bekasi, Jakarta, Karawang, Purwakarta, Surabaya, dan
sebagainya.
Tanggal 28 Oktober lalu, kami Komite
Persatuan Rakyat telah melakukan penutupan jalan Tol Cawang selama
beberapa jam untuk menegaskan penolakan kami. Demikian pula pada tanggal
30 Oktober kemarin, Komite Aksi Upah harus berhadapan dengan
represifitas aparat saat bertahan di Istana Negara, yang mana
menyebabkan puluhan aktivis buruh terluka dan ditangkap. Melalui
pernyataan ini juga kami mengutuk tindakan aparat yang berusaha
merepresi gerakan-gerakan yang sedang menuntut pencabutan PP Pengupahan
!, JOKOWI masih bergeming & masih menutup mata dan telinganya !
Pemerintah melalui Kemenaker justru meneruskan logika sesatnya dalam
memuluskan PP Pengupahan. Kita tahu, alasan sederhana kaum buruh menolak
PP Pengupahan adalah karena tidak dipakainya elemen ‘KHL’ dalam
penentuan upah minimum, dan disingkirkannya peran serikat buruh/pekerja
dalam penentuan upah minimum. Tetapi, pemerintah justru berdalih bahwa
PP Pengupahan ini akan lebih mengefektifkan serikat buruh yang tidak
lagi memikirkan upah minimum, karena upah minimum sudah dipastikan naik
tiap tahunnya dengan skema penambahan persentasi inflasi dan pertumbuhan
ekonomi dari upah tahun sebelumnya. Pemerintah melalui Menaker bahkan
menambahkan argumen untuk mengembalikan ‘khittah’ serikat buruh dalam
perjuangan ‘upah layak’ di masing-masing perusahaan, bukan untuk upah
minimum.
Argumen seperti itu sebenarnya justru lebih memperterang
bahwa pemerintah memang ingin mengorbankan buruh demi kepentingan
pemodal.
Pertama:
dengan memisahkan antara upah minimum
dengan upah layak, pemerintah melalui PP Pengupahan tersebut menganggap
upah minimum bukan lah upah layak (dan tidak harus layak), melainkan
hanya jaring pengaman sosial. Sedangkan upah layak harus lah merupakan
hasil dari kerja buruh yang lebih keras dan lebih lama lagi pada sebuah
perusahaan, yang mana hal itu hanya dapat diperjuangkan di tiap-tiap
perusahaan tanpa kejelasan peran dari pemerintah. Dengan begitu,
pemerintah secara sengaja ingin menghilangkan faktor Kebutuhan Hidup
Layak (KHL) dalam penentuan upah minimum, dan menggantikannya dengan
nilai inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang tidak selalu berhubungan
langsung dengan kenaikan harga-harga.
Pertanyaannya, apakah
kenaikan harga-harga kebutuhan hidup dapat disamakan atau dicerminkan
dengan tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi semata? Tentu tidak.
Pemerintah juga seakan melupakan fakta bahwa upah minimum di banyak
daerah/kota belum lah sesuai dengan nilai KHL yang sebenarnya, dimana
masih banyak pula komponen KHL yang belum masuk ke dalam standar
penghitungan KHL selama ini.
Selain itu, buaian upah layak bagi buruh yang sudah bekerja bertahun-tahun juga mengabaikan fakta bahwa sistem kontrak dan outsourcing yang terjadi di banyak perusahaan justru akan lebih menjerat buruh untuk berada selamanya dalam standar upah minimum yang jauh dari layak.
Kedua) :
dengan
diserahkannya penentuan ‘upah layak’ pada tiap perusahaan, maka berarti
upah layak bisa tidak ada sama sekali. Alasannya, karena perundingan di
tiap perusahaan selama ini sangat lah ditentukan oleh keberadaan serikat
buruh/pekerja di sebuah perusahaan. Sedangkan, pemerintah tahu dengan
jelas bahwa mayoritas buruh masih belum sepenuhnya mendapatkan kebebasan
berserikat, yang pastinya akan memperlemah pula upaya memperjuangkan
kenaikan upah di setiap perusahaan.
Bahaya lain yang akan muncul bagi gerakan buruh dengan dimundurkannya peran serikat buruh yang memperjuangkan ‘upah layak’ di masing-masing perusahaan, adalah serikat buruh akan dapat berhenti menjadi media solidaritas buruh lintas perusahaan. Hal ini jelas bukan mengembalikan peran serikat buruh ke ‘khittah’ nya seperti yang dikatakan Hanif Dakhiri, melainkan mengebiri peran serikat buruh dan menumpulkan kekuatan solidaritas kaum buruh dalam perjuangannya menuju sejahtera.
Bahaya lain yang akan muncul bagi gerakan buruh dengan dimundurkannya peran serikat buruh yang memperjuangkan ‘upah layak’ di masing-masing perusahaan, adalah serikat buruh akan dapat berhenti menjadi media solidaritas buruh lintas perusahaan. Hal ini jelas bukan mengembalikan peran serikat buruh ke ‘khittah’ nya seperti yang dikatakan Hanif Dakhiri, melainkan mengebiri peran serikat buruh dan menumpulkan kekuatan solidaritas kaum buruh dalam perjuangannya menuju sejahtera.
Ketiga) :
bila
ditelusuri lebih jauh, jelas bahwa PP Pengupahan ini merupakan salah
satu dari paket kebijakan ekonomi Jokowi-JK dalam mengatasi krisis
ekonomi dunia maupun Indonesia. Dengan alasan kondisi ekonomi, upah
minimum yang layak digantikan dengan upah minimum yang tidak layak, dan
upah layak dilemparkan begitu saja ke perundingan di masing-masing
perusahaan, yang mana KHL-nya hanya akan ditinjau dalam 5 tahun sekali.
Tidak berpihaknya pemerintah kepada buruh semakin dibuktikan dengan
berbarengnya kebijakan upah murah ini dengan keringanan-keringanan pajak
bagi pemodal. Itu berarti bahwa pemerintah sedang mengorbankan hidup
layak buruh untuk hidup layak para pemodal.
Namun demikian, kami
menganggap upaya mencabut PP Pengupahan tidak dapat lagi dilakukan
dengan metode-metode aksi biasa ke pusat-pusat kekuasaan. Harus ada
upaya sistematis dan terorganisir dari kaum buruh untuk melakukan
gerakannya ke bentuk yang paling ampuh, yakni Perlawanan Umum dipusat -
pusat industry dan melumpuhkannya. Walaupun demikian, kami menyadari
pula bahwa bentuk perlawanan tersebut juga tidak dapat dilakukan dengan
cara-cara yang sama dengan mogok-mogok sebelumnya, dimana pemodal tidak
begitu merasakan kerugiannya dari mogok tersebut.
Menyadari
hal-hal diatas, maka kami dari Komite Persatuan Rakyat dengan ini terus
menyatakan penolakan dan perlawanan kami terhadap PP Pengupahan yang
akan menyengsarakan dan melemahkan kaum buruh. Dan untuk itu kami juga
menyerukan kepada kaum buruh dan rakyat dimana pun berada untuk :
Melakukan PERLAWANAN UMUM BURUH INDONESIA pada 10 November 2015 :
- Hadir Bekerja Dan Mengentikan / Stop Produksi pada 10 November 2015
- Keluar dari Pabrik / tempat - tempat kerja dan ramai - ramai turun ke jalan – jalan di daerah, kota / kabupaten, melumpuhkan pusat - pusat perekonomian
- Terus dan Lanjutkan Perlawanan Ini Hingga PP No.78 / 2015 Tentang pengupahan DI CABUT
Menuju PERLAWANAN UMUM BURUH INDONESIA Pada : 10 November 2015, kita harus ;
- Galang terus partisipasi seluruh buruh khususnya buruh kontrak dan outsorcing serta buruh yang belum berserikat dalam gerakan pembatalan PP Pengupahan tersebut, karena beban terberat dari PP Pengupahan akan berada di pundak buruh kontrak dan outsorcing yang belum berserikat.
- Bangun komite-komite persatuan perlawanan di tingkat kawasan industri dan kota untuk mewadahi partisipasi perlawanan kaum buruh dan rakyat kedalam gerakan bersama, sekaligus sebagai langkah persiapan menuju PERLAWANAN UMUM.
- Lakukan pertemuan atau rapat - rapat bersama atau rapat persatuan antar pekerja, antar pabrik di masing - masing kawasan atau daerahnya ;
- Lakukan Rapat - rapat Akbar persatuan antar pekerja, antar pabrik di masing - masing kawasan atau daerahnya ;
- Lakukan aksi - aksi, ajakan bersama antar pekerja, antar pabrik di masing - masing kawasan atau daerahnya, penyebaran berita perlawanan umum ini, melalui distribusi selebaran, pemampangan spanduk perlawanan umum, kumandangkan melalui semua ruang dan media untuk menyebarluaskan ke semua penjuru dimana kaum buruh berada ;
Salam Persatuan Perlawanan Kaum Buruh Indonesia,
Jakarta, 01 November 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar, mengkritik, di kolum dibawah dengan komentar-komentar serrta kritikan yang ilmiah. study, organisasi, dan revolusi. salam muda kerakyatan, salam sosialisme