Jangan suka meng"ilusi" http://politikindonesia.com
Menarik memang untuk diperbincangkan soal pendidikan ini, sya masih teringat kasus seoarang 2 org siswa bersaudara di polewali mandar yang dipecat (DO) karena melaporkan tindakan pihak sekolah yang mengambil bantuan siswa yg kurang mampu ini (kompas : 2014). nah, dengan adanya berita seperti ini mungkin akan menjadi perhatian khususnya pemerintah dalam meng-hambur2kan anggaran negara yg tidak tepat sasaran dan dimanfaatkan beberapa oknum, sejauh mana kontrol negara dengan praktek tersebut? Memajukan pendidikan tidak hanya Memberikan bantuan yang begitu besar dan tidak tepat sasaran dan tidak terkontrol itu. Okelah, dengan adanya subsidi dari pemerintah ini mungkin akan sangatmembantu rakyat yang kurang mampu untuk menyekolahkan anaknya, namun bukan hanya memberikan anggaran dalam memajukan pendidikan, ada hal-hal lain juga menunjang kemajuan pendidikan. Seperti kurikulum dan praktek pembelajaran disekolah dan bagaimana dengan sekolah2 swasta?. Dan apakah pendidikan hanya sampai pada sekolah menengah atas (SMA)? Tidak, masih banyak sekolah2 yang harus dilalui, seperti pendidikan tinggi, jika kita ingin berbicara soal memajukan sumber daya manusia dan mengurangi anggka kemiskinan di negara ini. Masih sangat cepat mendigbud ini mengambil kesimpulan bahwa dengan bantuan subsidi pendidikan ini akan mengurangi tingkat kemiskinan, tanpa melihat kontradiksi-kontradiksi lainnya, seperti perluasan lapangan pekerjaan yang terjangkau oleh rakyat, bukan hanya itu, bahkan sampai pada persoalan politik dan ideologi (tapi itu dah jauh) sangatlah kontradiktif untuk memajukan pendidikan, dimana pendidikan telah dijadikan sebgai industri jasa seperti penjelasan dalam General Agreement on Trade in Service (GATTs) yang telah disepakati oleh pemerintah Indonesia, (WTO : 1994).
Pendidikan gratis yang diprogramkan oleh pemerintah, baik itu pemerintah daerah, maupun pemerintah pusat. Jangan lupa bahwa dalam pendidikan ada istilah otonomi penuh pada sektor pendidikan, dimana pemerintah daerah yang ada telah diberikan tugas penuh dalam mengembangkan pendidikannya sendiri, ada juga pendidikan semi otonom yang masih bersangkut paut oleh pemerintah, seperti memberikan subsidi pada pendidikan yg berstatus “negri” hanya “negeri”, kenapa pemerintah dalam memajukan pendidikan tidak memiliki power untuk menasionalisasi semua bentuk pendidikan yg ada. Oke lupakan, kita membahas saja soal seberapa efektifkah pendidikan gratis ala pemerintah itu? Sejauh ini banyak kalangan yang mengkritik program pendidikan gratis yang di praktekkan oleh pemerintah kita dalam meningkatkan pendidikan. Salah satunya beranggapan bahwas pendidikan gratis ini tidak efektif karena kurangnnya biaya dalam mendorong fasilitas sekolah dan sering kali anggaran pemerintah lambat dalam penyaluran anggaran ke daerah-daerah apalagi pada daerah terpencil (suaramerdeka.com : 2010). Meskipun anggaran dtelah sampai pada 2,4 trillyun untuk 150.000 siswa dan subsidi untuk mahasiswa yang kurang mampu (politikindonesia.com :2014) tapi, pasilitas dalam pengembangan pendidikan belum tercapai sepenuhnya. Pendidikan gratis sangat tidak sejalan dengan perkembangan pasilitas sokolah yang ada sehingga perkembangan pengetahuan atau terjangkaunya pendidikan pada kebutuhan rakyat belumlah tercapai bahkan jauh dari harapan. Karena praktek pendidikan gratis ala pemerintah ini tidak melihat dimensi lain dalam memajukan pendidikan seperti pasilitas, kurikulum, dan tentunya memenuhi kebutuhan rakyat pada tiap-tiap daerah.
Tadi, sempat juga disinggung soal bantuan subsidi pada mahasiswa yang kurang mampu sebanyak 20% dari total anggaran pendidikan, namun, hanya perguruan tinggi negri saja, yang swasta silahkan berusaha sendiri (begitu kira-kira yg ingin dikatan Mendigbud Muhammd Nuh). siapa yang ingin disumbang/disubsidi... yang kuliah di PTN..?? trus yang di PTS gimana..?? jumlah Perguruan tinggin negri hanya berkisar 3 % saja dari semua wilayah yang ada, sedangkan jumpalh Perguruan tinggi Swasta 97%, Dari banyaknya Perguruan Tinggi Swasta tersebut dapat menampung sebanyak 2.298.830 atau sebesar 72%, sedangkan PTN hanya dapat menampung sebanyak 907.323 (20%) (Demikian diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Prof Dr Edy Suandi Hamid MEc dalam audiensi APTISI dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI di Gedung Nusantara DPR RI. dari metrotvnews.com. : 2014). Ingat bahwa pada perguruan tinggi negri itu ada istilah UKT (uang Kuliah Tunggal). Sebelum diterapkannya Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa sudah mengeluh dengan semakin tinggi biaya pendidikan tinggi baik itu perguruan tinggi negri lebih perguruan tinggi luar negri (swasta), setelah itu diterapkanlah Uang Kuliah Tunggal sebagai subsidi silang, dimana yang orang tuanya mampu membayar lebih untuk mahasiswa yang orang tuanya kurang mampu. aturan itu masih sangat diskriminatif karena ketentuan siapa yang masuk dalam sistem UKT itu mereka yang orang tuanya sebagai pegawai, dan gaji pegawai hanya berkisar 3 juta sampai pada 5 juta per bulannya, dan biaya kuliah sampai pada 3 juta sampai 7 juta bahkan sampai puluhan juta ( saya ambil contoh UNM yang menaikkan biaya kuliah 3 juta per semester), apa yang harus dilakukan.. bantuan adalah kebohongan besar untuk mengilusi masyarakat bahwa pemerintah sangat prihatin dengan pendidikan, baik itu pendidikan tinggi maupun pendidikan SD-SMA/SMU/SMK.
Saya ngak usah membahas pendidikan tinggi swasta yang terlalu banyak di negri ini dan biaya juga tergolong amat sangat tinggi, semua orang sudah tahu, itu sangat mahal untuk kami yang pendapatan orang tua kami 1,5 sampai 5 juta/ bulannya, bahkan ada yang dibawah itu, seperti petani yang tidak menentu pendapatan mereka per bulannya.. trus mau diapakan itu..?? tentunya akan menjadi penganggur-penganggur. Saya ulangi lagi Perguruan Tinggi Negeri sebanyak 110 PTN, dan Perguruan Tinggi Swasta sebanyak 5.614( data : wikipedia.com 2013). Jadi, jangan ingin dibodohi, jangan ingin di ilusi-ilusi oleh mereka yang tidak akan pernah memihak pada rakyat kecil. Satu kata lawan..! wujudkan pendidikan gratis, ilmiah, demokratis dan bertujuan pada kebutuhan rakyat. Buka lapangan pekerjaan seluas-luasnya dan nasionalisasi semua perusahaan-perusahaan vital.
Menarik memang untuk diperbincangkan soal pendidikan ini, sya masih teringat kasus seoarang 2 org siswa bersaudara di polewali mandar yang dipecat (DO) karena melaporkan tindakan pihak sekolah yang mengambil bantuan siswa yg kurang mampu ini (kompas : 2014). nah, dengan adanya berita seperti ini mungkin akan menjadi perhatian khususnya pemerintah dalam meng-hambur2kan anggaran negara yg tidak tepat sasaran dan dimanfaatkan beberapa oknum, sejauh mana kontrol negara dengan praktek tersebut? Memajukan pendidikan tidak hanya Memberikan bantuan yang begitu besar dan tidak tepat sasaran dan tidak terkontrol itu. Okelah, dengan adanya subsidi dari pemerintah ini mungkin akan sangatmembantu rakyat yang kurang mampu untuk menyekolahkan anaknya, namun bukan hanya memberikan anggaran dalam memajukan pendidikan, ada hal-hal lain juga menunjang kemajuan pendidikan. Seperti kurikulum dan praktek pembelajaran disekolah dan bagaimana dengan sekolah2 swasta?. Dan apakah pendidikan hanya sampai pada sekolah menengah atas (SMA)? Tidak, masih banyak sekolah2 yang harus dilalui, seperti pendidikan tinggi, jika kita ingin berbicara soal memajukan sumber daya manusia dan mengurangi anggka kemiskinan di negara ini. Masih sangat cepat mendigbud ini mengambil kesimpulan bahwa dengan bantuan subsidi pendidikan ini akan mengurangi tingkat kemiskinan, tanpa melihat kontradiksi-kontradiksi lainnya, seperti perluasan lapangan pekerjaan yang terjangkau oleh rakyat, bukan hanya itu, bahkan sampai pada persoalan politik dan ideologi (tapi itu dah jauh) sangatlah kontradiktif untuk memajukan pendidikan, dimana pendidikan telah dijadikan sebgai industri jasa seperti penjelasan dalam General Agreement on Trade in Service (GATTs) yang telah disepakati oleh pemerintah Indonesia, (WTO : 1994).
Pendidikan gratis yang diprogramkan oleh pemerintah, baik itu pemerintah daerah, maupun pemerintah pusat. Jangan lupa bahwa dalam pendidikan ada istilah otonomi penuh pada sektor pendidikan, dimana pemerintah daerah yang ada telah diberikan tugas penuh dalam mengembangkan pendidikannya sendiri, ada juga pendidikan semi otonom yang masih bersangkut paut oleh pemerintah, seperti memberikan subsidi pada pendidikan yg berstatus “negri” hanya “negeri”, kenapa pemerintah dalam memajukan pendidikan tidak memiliki power untuk menasionalisasi semua bentuk pendidikan yg ada. Oke lupakan, kita membahas saja soal seberapa efektifkah pendidikan gratis ala pemerintah itu? Sejauh ini banyak kalangan yang mengkritik program pendidikan gratis yang di praktekkan oleh pemerintah kita dalam meningkatkan pendidikan. Salah satunya beranggapan bahwas pendidikan gratis ini tidak efektif karena kurangnnya biaya dalam mendorong fasilitas sekolah dan sering kali anggaran pemerintah lambat dalam penyaluran anggaran ke daerah-daerah apalagi pada daerah terpencil (suaramerdeka.com : 2010). Meskipun anggaran dtelah sampai pada 2,4 trillyun untuk 150.000 siswa dan subsidi untuk mahasiswa yang kurang mampu (politikindonesia.com :2014) tapi, pasilitas dalam pengembangan pendidikan belum tercapai sepenuhnya. Pendidikan gratis sangat tidak sejalan dengan perkembangan pasilitas sokolah yang ada sehingga perkembangan pengetahuan atau terjangkaunya pendidikan pada kebutuhan rakyat belumlah tercapai bahkan jauh dari harapan. Karena praktek pendidikan gratis ala pemerintah ini tidak melihat dimensi lain dalam memajukan pendidikan seperti pasilitas, kurikulum, dan tentunya memenuhi kebutuhan rakyat pada tiap-tiap daerah.
Tadi, sempat juga disinggung soal bantuan subsidi pada mahasiswa yang kurang mampu sebanyak 20% dari total anggaran pendidikan, namun, hanya perguruan tinggi negri saja, yang swasta silahkan berusaha sendiri (begitu kira-kira yg ingin dikatan Mendigbud Muhammd Nuh). siapa yang ingin disumbang/disubsidi... yang kuliah di PTN..?? trus yang di PTS gimana..?? jumlah Perguruan tinggin negri hanya berkisar 3 % saja dari semua wilayah yang ada, sedangkan jumpalh Perguruan tinggi Swasta 97%, Dari banyaknya Perguruan Tinggi Swasta tersebut dapat menampung sebanyak 2.298.830 atau sebesar 72%, sedangkan PTN hanya dapat menampung sebanyak 907.323 (20%) (Demikian diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Prof Dr Edy Suandi Hamid MEc dalam audiensi APTISI dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI di Gedung Nusantara DPR RI. dari metrotvnews.com. : 2014). Ingat bahwa pada perguruan tinggi negri itu ada istilah UKT (uang Kuliah Tunggal). Sebelum diterapkannya Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa sudah mengeluh dengan semakin tinggi biaya pendidikan tinggi baik itu perguruan tinggi negri lebih perguruan tinggi luar negri (swasta), setelah itu diterapkanlah Uang Kuliah Tunggal sebagai subsidi silang, dimana yang orang tuanya mampu membayar lebih untuk mahasiswa yang orang tuanya kurang mampu. aturan itu masih sangat diskriminatif karena ketentuan siapa yang masuk dalam sistem UKT itu mereka yang orang tuanya sebagai pegawai, dan gaji pegawai hanya berkisar 3 juta sampai pada 5 juta per bulannya, dan biaya kuliah sampai pada 3 juta sampai 7 juta bahkan sampai puluhan juta ( saya ambil contoh UNM yang menaikkan biaya kuliah 3 juta per semester), apa yang harus dilakukan.. bantuan adalah kebohongan besar untuk mengilusi masyarakat bahwa pemerintah sangat prihatin dengan pendidikan, baik itu pendidikan tinggi maupun pendidikan SD-SMA/SMU/SMK.
Saya ngak usah membahas pendidikan tinggi swasta yang terlalu banyak di negri ini dan biaya juga tergolong amat sangat tinggi, semua orang sudah tahu, itu sangat mahal untuk kami yang pendapatan orang tua kami 1,5 sampai 5 juta/ bulannya, bahkan ada yang dibawah itu, seperti petani yang tidak menentu pendapatan mereka per bulannya.. trus mau diapakan itu..?? tentunya akan menjadi penganggur-penganggur. Saya ulangi lagi Perguruan Tinggi Negeri sebanyak 110 PTN, dan Perguruan Tinggi Swasta sebanyak 5.614( data : wikipedia.com 2013). Jadi, jangan ingin dibodohi, jangan ingin di ilusi-ilusi oleh mereka yang tidak akan pernah memihak pada rakyat kecil. Satu kata lawan..! wujudkan pendidikan gratis, ilmiah, demokratis dan bertujuan pada kebutuhan rakyat. Buka lapangan pekerjaan seluas-luasnya dan nasionalisasi semua perusahaan-perusahaan vital.
Belajar, Organisasi, dan Revolusi
KP-SGMK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar, mengkritik, di kolum dibawah dengan komentar-komentar serrta kritikan yang ilmiah. study, organisasi, dan revolusi. salam muda kerakyatan, salam sosialisme