Pernyataan Sikap KP-SGMK
Mengenang 22 Tahun Kematian
“MARSINAH”
Ayo bangkit, maju dan melawan!!!
Tidak cukup hanya mengenang, dan
menjadikannya semangat. Kita harus lebih maju dari dia, agar kematiannya tak
sia – sia “Marsinah” 8 Mei 1993 Bulan Mei bulan, yang sangat
bersejarah bagi kaum buruh terutama di Indonesia dimana 1 Mei merupakan hari
buruh Internasional, dan 8 Mei hari kematian seorang buruh perempuan. Namun
tidak ada hal signifikan yang membedakan kedua momentuman ini, 1 Mei merupakan hasil perjuangan buruh
menuntut 8 jam kerja, pada saat itu bukan satu tapi ribuan bahkan jutaan buruh
yang berjatuhan saat pemogokan dilancarkan. 8 Mei di Indonesia dikenal sebagai
hari kematian “Misterius” dari buruh perempuan, pimpinan aksi demonstrasi
saat itu yang menuntut kenaikan upah. Kemudian satu hal yang menyatukannya
ialah dimanapun, kapanpun kaum buruh mengalami penindasan dan penghisap yang
sama.
Marsinah, sosok yang hampir semua
buruh mengenalnya bahkan ia menjadi semangat tersendiri bagi buruh-buruh
perempuan dan perempuan Indonesia yang mendapatkan kekerasan, diskriminasi,
penindasan ganda. Ia terus memberikan semangat untuk tidak mundur saat berjuang,
ia mengajarkan apa yang seharusnya dilakukan, bukan jatuh dalam logika formal
bahwa perempuan tak pantas demikian.
Setiap tahun tepatnya 8 Mei kita
selalu mengenang “hilangnya” Marisnah yang sudah 22 Tahun sejak ia pulang ke ibu
pertiwi , tak terungkap siapa dalang dari kematiannya. Ia hanya menuntut kenaikan upah pokok
dari Rp 1.700 per hari menjadi Rp 2.250 ? di PT Catur Putra Surya (CPS) Porong,
Sidoarjo, Jawa Timur. Tapi apa yang ia dapatkan? KEMATIAN. Saya rasa kita tak butuh bukti banyak lagi bagaimana
sebenarnya wajah asli dari pengusaha dan pemerintah saat ini. bukan hanya
Marsinah kematian perempuan karena kerakusan kaum pemodal, tak terhitung,
banyak perempuan yang meninggal karena jam kerja yang menghisap, berdiri selama
8jam bahkan lebih, lingkungan pabrik
yang tidak sehat bagi kesehatan, tidak ada biaya persalinan, tidak adanya
jaminan kesehatan, lingkungan yang syarat akan kekerasan.
Kriminalisasi
dan penyiksaan yang dialami oleh Marsinah, juga dialamu oleh rakyat tertindas
pada umumnya, seperti petani, nelayan, pedagang kecil, masyarakat adat, dan
rakyat tertindas lainnya, bahkan mahasiswa sekalipun juga mengalami hal yang
serupa. Kriminalisasi, penyiksaan, dan bentuk kekerasan lainnya hampir terjadi
dimana-mana, berbarengan dengan konflik-konflik agraria yang kerap kali terjadi
di masa sekarang. Artinya, dengan tidak dituntaskannya kasus Marsinah oleh
rezim neoliberal atau malah membiarkan kasus Marsinah kadaluwarsa, bukan hanya
berdampak pada kaum buruh saja. Namun hal ini juga akan melanggengkan praktik
kriminalisasi dan penyiksaan yang selalu dialami oleh buruh perempuan lainnya.
Dengan
banyaknya kasus buruh perempuan, bahkan kaum perempuan secara umum tidak ada
satupun partai politik yang bercokol di parlemen saat ini, bahkan Jokowi-JK
berbicara mengenai pentingnya melindungi kaum buruh perempuan dan setiap
hak-haknya harus terpenuhi. Bahkan sampai pada penuntasan kasus Marsinah yang
sampai sekarang ini tidak ada kejelasan.
Apakah
kita masih harus percaya dan
bergandengan dengan para pemodal dan
pemerintah setelah sekian ribu bahkan jutaan kasus penindasan, kekerasaan, upah
murah, jam kerja, kematian, kriminalisasi,
dan masih banyak lagi kasus lainnya. Apakah pantas yang dilakukan oleh
beberapa pimpinan serikat buruh dan serikat - serikat buruh hari ini, yang
bahkan membangun “harmonisasi” dengan para pemodal dan pemerintah. Mereka telah
lupa “siapa
mereka, dan dari mana mereka berasal, siapa kawan, siapa musuh” Maka kita sebagai Marsinah masa kini wajib
“Mengingatkan”
dan memberikan “ TEGURAN” . Bahwa kaum buruh, harus memberikan garis
pemisah yang TERANG, mana majikan dan mana pelayan, mana buruh dan mana
pengusaha plus pemerintah, siapa penindas dan yang ditindas. Bagi kaum buruh yang memilih untuk bergandengan tangan dengan majikan
(pengusahaa/pemodal) maka dia tidak lagi kaum buruh melainkan borjuis yang
menjadikan kaum buruh sebagai bahan dagangan politik.
Mengingatkan bahwa, kaum buruh tidak harus terjebak dalam perjuangan
ekonomis dan normatif, jika kita masih saja terjebak dalam perjuangan demikian,
maka “Kematian” mereka tidak berarti apa-apa, karena masalah ini akan hadir setiap tahun, bulan bahkan setiap hari kaum buruh akan
mengalami hal yang sama jika, perjuangannya hanya bersandarkan pada perjuangan
ekonomis (isi perut) saja, masalah ini akan terus berulang- ulang, selama
sistem ekonomi kapitalisme Berjaya, selama industrI dimiliki individu/swasta
dan tidak berorientasi pada pembangunan rill suatu Negara melainkan pada keuntungan
Individu.
Maka kaum buruh harus
meningkatkan rasa akan KEKUASAAN, karena kekuasaan yang
bertumpu pada kepemilikan pribadi dan membiarkan jutaan kaum pekerja menderita,
itulah kekuasaan menurut sistem kapitalisme. Sebuah sistem yang menaruh jutaan
kepala rakyat pekerja ke tiang gantungan pasar dunia. Dan untuk saat ini sistem
tersebut sedang dalam krisis, yang dengan jelas memperlihatkan bahwa
kapitalisme tidak dapat memberikan kemajuan dan kemakmuran rakyat pekerja. Di
sisi lain juga, sebagian terbesar umat manusia di seluruh dunia dihantui oleh
kemiskinan, semakin intensnya eksploitasi dan hancurnya masa depan dari
berbagai segi, karena sistem kapitalisme tersebut adalah krisis itu sendiri.
Sudah
menjadi keharusan rakyat pekerja menjadikan 1 mei dan 8 mei dan seterusnya sebagai keberlanjutan kemenangan perjuangan kaum buruh di masa sejarah yang
lalu dan menjadikan hari kedepanya untuk bisa mendapatkan hak-haknya kembali hingga pada perebutan dan
pembangunan kekuasaan
rakyat sejati yang dipercayai sebagai jalan keluar dari semua permasalahan rakyat pekerja saat
ini. Maka, sudah saatnya kaum buruh bangkit dan melawan hingga kemenangan
tiba ditangan klas buruh.
Kaum Buruh Bersatulah!
Dan Lawan
1.
Politik Upah Murah
2.
Program MEA
3.
Progam MP3EI
4.
Sistem Kontrak dan Outsourcing
Jakarta , 8 Mei 2015
Biro Politik Senta Gerakan Muda
Kerakyatan
Desi N. Mebang