Laman

Selasa, 10 Mei 2016

“MARSINAH DAN TUGAS-TUGAS GERAKAN PEREMPUAN”



“MARSINAH DAN TUGAS-TUGAS GERAKAN PEREMPUAN”

Oleh :
Komite Perjuangan Perempuan
Kota Samarinda


Ada apa dengan marsinah?

Tepat 23 tahun yang lalu salah satu pejuang perempuan menjadi korban kekejaman negara dan apparatur keamanannya.Marsinah, Salah seorang Buruh dari PT. Catur Putra Surya (CPS) Porong-Sidoarjo. Ia ditemukan tewas terbunuh dengan kondisi tubuhnya penuh dengan luka memar,pergelangan tangan lecet diduga akibat diseret dalam keadaan tangan terikat,tulang panggulnya hancur,dari sela-sela pahanya tersebar bercak-bercak darah diduga penganiayaan dengan benda tumpul. Perlu di ketahui bahwa, marsinah hanya seorang perempuan yang berasal dari pedesaan dan menggantungkan kebutuhan hidupnya pada pabrik.Marsinah merupakan salah satu seorang pejuang perempuan pada saat itu yang ikut serta menuntut kenaikan upah 20 % dari gaji pokok di pabrik arloji tempat ia bekerja sesuai dengan surat edaran Gubernur KDH Tingkat 1, Jawa Timur , No.50/Th.1992 kenaikan upah dari Rp.1.700 per hari menjadi Rp.2.250.

Kematian marsinah merupakan salah satu kasus yang memperlihatkan dengan jelas, bagaimana negara bersama dengan aparatur keamanannya tak lebih hanyalah alat bagi si pemilik modal untuk menjaga dan memastikan akumulasi modal terus berjalan. Terlebih lagi, sampai sekarang kasus kematian marsinah, belum terungkap dengan jelas, siapa dalang di balik kematiannya. Periode kepemimpinan soharto adalah periode represif. Kebijakan di buat dan di tetapkan secara otoriter. Setiap upaya rakyat dalam menuntut haknya akan di anggap sebagai tindakan pengkhianatan terhadap negara dan berhak untuk di tangkap bahkan di bunuh.
Pada masa orde baru, gerakan rakyat mengalami intimidasi yang cukup kuat. Organisasi-organisasi di tiap sektor khususnya sektor buruh yang ada dibatasi pada satu payung yaitu SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia). Militer terlibat langsung dan menjadi bagian dari pola penyelesaian hubungan industrial. Lebih lanjut, militer diberikan wewenang untuk melakukan tindakan yang repsresif guna menghentikan gerakam perlawanan buruh.

 Meskipun ruang-ruang demokrasi setelah era reformasi mulai terbuka lebar namun sisa-sisa peninggalan orde baru disimpan sebagai warisan dan budaya yang harus tetap diteruskan demi berjalannya proses akumulasi modal di negeri ini. Di satu sisi gerakan rakyat tidak pernah berhenti dan memperjuangkan hak nya meski harus berhadapan dengan kekuatan para pengawal modal.

Marsinah dan Akar dari Kekerasan Seksual yang Terjadi

Kekerasan yang berujung pada pembunuhan, yang dialami oleh Marsinah adalah cirik pokok dari sistem Kapitalisme itu sendiri, dimana kekerasan seksual bukan hanya dialami perempuan namun juga laki-laki dalam hal ini adalah salah satu senjata yang digunakan Rezim untuk memukul mundur gerakan rakyat. Oleh sebab itu kekerasan seksual merupakan alat perang paling ampuh yang dilakukan oleh imperialism untuk menguasai daerah jajahannya. Kekerasan Seksual dan pembunuhan yang dialami Marsinah merupakan cara Negara untuk menanamkan rasa takut terhadap gerakan perempuan terutama Buruh perempuan termasuk juga sebagaian besar rakyat hari ini. Kekerasan digunakan untuk merendahkan dan mempermalukan kaum tertindas dan demikian Negara memaksakan otoritasannya. 

Kekerasan seksual senantiasa dipelihara oleh sistem yang menghisap ini, demi menjaga keberlangsungan akumulasi modalnya, maka kita tidak perlu berharap lebih jika Negara akan menyelesaikan setumpuk kasus kekerasan seksual yang terjadi khususnya di Indonesia, mengapa demikian?
Negara saat ini secara tidak kasatmata membenarkan kekerasan dan penindasan yang terjadi demi menciptakan perpecahan didalam gerakan rakyat, dan juga kekerasan digunakan sebagai sarana untuk menertibkan rakyat menurut aturan nilai dan norma yang mereka ciptakan. 

Dan menurut beberapa data kasus kekerasan seksual yang dialami saat ini, kebanyakan pelaku adalah orang terdekat, yaitu orangtua,saudara,kerabat bahkan teman dekat. Hal ini juga tidak seratus persen kesalahan pelaku, jika kita meneliti lebih jauh lagi kebanyak kekerasan seksual yang dialami oleh ibu atau anak didalam suatu keluarga, tidak jauh dari motif ekonomi, yang merupakan hasil logis dari sistem yang mengandalkan model produksi mengeruk sumber daya alam, dan menghisap sumber daya manusia tanpa batas.  Seorang buruh diupah rendah, dengan kebutuhan hidup sehari-hari yang semakin hari semakin mahal, dimana nilai lebihnya dicuri lewat jam kerja yang tidak manusiawi, tekanan ekonomi yang tinggi yang berujung pada pelampiasan amarah kepada istri dan anak dirumah, yang dianggap beban olehnya. Yang walaupun sebenarnya disebabkan oleh sistem keluarga yang tidak setara.

Selain kekerasan seksual, banyak motif dari kekerasan yang dilakukan oleh Negara, sebagai contoh bentuk lain dari kekerasan yang dilakukan ialah Represifitas terhadap aksi yang dilancarkan para buruh diberbagai tempat, termasuk juga digerakan rakyat lainnya.

Keluarga dan asal-usul Penindasan Perempuan

Penindasan yang sebenarnya terjadi pada perempuan di akibatkan oleh karakter sosial dan ekonomi. Karena, perubahan status perempuan telah berkembang sesuai dengan produktivitas tenaga kerja dan pembagian kerja manusia dalam pertanian, peran domestik, peternakan dan pengumpulan bahan, kemuculan divisi pekerja baru. Dimana kaum perempuan karena tugas biologisnya dalam produksi sosial untuk menghasilkan generasi berikutnya, penghasil tenaga kerja baru untuk di eksploitasi sama halnya seperti ternak. Seiring dengan kemunculan instititusi sosial ekonomi atas kepemilikan pribadi, diperkuat dengan pembelian perempuan beserta seluruh hidupnya oleh laki-laki (patriarkat). Hilangnya tradisi komunal primitif menjadi peluang bagi munculnya penghisapan kelas dan hubungannya dengan akumulasi kekayaan pribadi.

Sistem keluarga menginstitusikan dan menjadi lembaga penindasan perempuan, peran independen perempuan dalam kondisi sosial dihilangkan dan ketergantungan akan ekonomi yang menepatkan perempuan bekerja hanya untuk wilayah domestik saja, memasak, merawat anak dan lain sebagainya.sistem keluarga dilegalkan melalui sistem kelas, sepanjang berkembangnya kelas masyarakat. Bentuk keluarga sebagai mesin produksi disusun dan di adaptasi sesuai kelas penguasa dan bentuk kepemilikan pribadi mengalami perkembangan dengan tahap yang berbeda. Sistem keluarga di jaman perbudakan berbeda dengan jaman feodalisme. Dalam sistem perbudakan, institusi keluarga hanya terdapat pada kelas pemilik budak (budak tidak berkeluarga). Di jaman feodalisme, sistem keluarga diperluas hingga kelas pekerja dan budak, yang memiliki sedikit alat produksi (sebidang kecil lahan, binatang dan alat pertukangan), dan menjadi unit dasar yang mengerjakan produksi sosial.

Kapitalisme telah memodifikasi  penindasan terhadap perempuan agar sesuai dengan kebutuhan dan keuntungan ekonomi. Kemunculan industrialisasi kapitalis sebelumnya sudah memiliki banyak kontradiksi dalam mempertahankan penindasan perempuan, dengan munculnya pertembuhan kelas pekerja, diantara para pekerja merupakan unit keluarga yang tumbuh menjadi unit produksi dalam skala kecil. Tingginya jumlah perempuan yang tidak bekerja dan diperkuat suprastruktur yang menyebutkan bahwa tempat perempuan adalah dirumah, jika bekerja hanya dikatakan sebagai penambah penghasilan keluarga, ketika tidak bekerja maka perempuan akan terkurung dalam kerja-kerja rumah tangga. Dibawah sistem kapitalisme, sistem keluarga juga menciptakan mekanisme yang mengeksploitasi kaum perempuan sebagai pekerja upahan. 

Terserapnya sejumlah besar kaum perempuan dalam industri telah membangun kontradiksi antara bertambahnya kemandirian ekonomi dan penundukkan domestik ke dalam unit keluarga. Sejak kaum perempuan menyadari bahwa penindasan terhadap mereka berasal dari masyarakat kelas, maka untuk meraih kebebasan struktur masyarakat harus dirubah.
Perjuangan Marsinah dan kondisi buruh perempuan

Kasus Marsinah tentu saja menjadi pelajaran berharga bagi perjuangan kaum buruh khususnya perempuan. Seperti halnya marsinah, kaum buruh sampai saat ini masih belum mandapatkan upah yang layak, jaminan kesehatan, jaminan sosial dan kebutuhan lainnya. Begitu juga dengan buruh perempuan, di gaji dengan upah yang rendah karena dianggap makhluk yang lemah, mudah diintimidasi dan tidak berani melawan.

Perjuangan marsinah sebagai seorang buruh perempuan yang dengan tegas dan penuh keberanian menentang penghisapan oleh pemodal terhadap kaum buruh, akan terus hidup dalam setiap perjuangan kaum buruh. Perlawanannya, tetap akan hidup dalam setiap teriakan “hidup buruh yang melawan” dan dalam setiap langkah kaum buruh yang masih berjuang sampai hari ini. 

Perlu di ketahui bahwa, Sebagian besar buruh di Indonesia khususnya buruh pabrik di dominasi oleh buruh perempuan. Dari keseluruhan pemenuhan tenaga kerja tahun 2014 terdapat sebanyak 625.187 jiwa buruh di indonesia. sebanyak 288.614 diantaranya adalah buruh perempuan (Data BPS rilis 09 sep 2015). Di Jakarta misalnya, terdapat sekitar 80.000 orang buruh. Sebanyak 90 persen dari angka tersebut merupakan buruh perempuan (Pusat Komunikasi dan Informasi Perempuan).  Ribuan pabrik-pabrik seperti pabrik garmen, pabrik tekstil, pabrik sepatu, dan pabrik rokok lebih senang mempekerjakan buruh perempuan karena dianggap lebih teliti dan dapat dibayar murah. Hal ini merupakan fenomena dari sistem kapitalisme global.  Dengan kebijakan ekonomi neoliberalnya, pemerintahan koalisi liberal dan nasional berupaya  terus menerus untuk menurunkan upah buruh, serta pemotongan insentif sosial terutama bagi kaum perempuan. di berbagai negara termasuk Indonesia, hak-hak dasar bagi  buruh perempuan seperti cuti haid, jaminan kesehatan, keamanan, dan jaminan sosial lainnya tidak pernah di perdulikan.

Selain itu, terdapat juga persoalan pada buruh migran. Data kasus 2012-2013, dari 89 kasus, kekerasan terhadap PRT migran menduduki peringkat ke-3 dengan rincian 10 kasus. perempuan petani banyak yang terancam akan kehilangan lahan produktifnya karena keberadaan pertambangan yang merusak lingkungan. Pelecehan seksual di tempat kerja pun masih dirasakan bagi kebanyakan buruh perempuan di tempat kerja. Di beberapa pabrik, buruh perempuan mendapat kekerasan seksual baik dari sesama teknisi atau mekanik, security, preman pabrik, atasan kerja, dan juga pemilik pabrik. Kesehatan dan Hak reproduksi buruh perempuan tidak di perhatikan. Pelanggaran-pelanggaran seperti dipersulitnya hak cuti melahirkan, menyusui, dan penangguhan upah sering tidak terpublikasi dan kurang mendapatkan pembelaan yang serius. Dari catatan tahunan yang dikeluarkan oleh Komnas Perempuan tahun 2012, terdapat 216.156 kasus kekerasan terhadap perempuan. Di antaranya diterima oleh buruh perempuan sebanyak 2.521. Angka itu berdasarkan kepada buruh perempuan yang melaporkan kejadian yang dialaminya.

Posisi buruh perempuan semakin lemah akibat adanya penerapan sistem kerja kontrak dan outsourcing di perusahaan-perusahaan. Perusahaan mempekerjakan buruh perempuan sebagai buruh kontrak yang tidak memiliki hak-hak normatif yang sama layaknya buruh tetap perusahaan. Akibat statusnya sebagai buruk kontrak, mereka rentan mengalami berbagai persoalan pelanggaran hak, seperti: PHK secara sepihak tanpa alasan yang jelas, upah rendah, lembur paksa yang tidak dibayar, larangan kebebasan berserikat, kondisi dan fasilitas kerja yang buruk, larangan cuti haid, melahirkan, dan keguguran, dan lain-lain. 

Kondisi tersebut, semakin memperpanjang deretan penderitaan kaum buruh khususnya buruh perempuan. penindasan dan penghisapan terhadap kaum perempuan dan kaum buruh hanya bisa di akhiri dengan menggulingkan sistem yang tidak masuk akal yaitu kapitalisme. Sistem tersebut membuat kaum buruh dan perempuan terasingkan dari ekspresi kehidupan sehari harinya. hanya dengan menggulingkan kekuasaan kelas pemodal-lah dan menyerahkan kekuasaan sepenuhnya kepada kelas buruh yang berkesadaran sosialislah rakyat tertindas dapat terbebaskan dari jeratan sistem yang tidak masuk akal tersebut. 

Negara dalam hal ini tak lebih hanya sekedar lembaga dimana hukum dan militer di gunakan untuk melegitimasi serta menjaga keberlangsungan akumulasi modal dapat terus berjalan. Sementara hak-hak dasar seperti pendidikan di bebankan terhadap keluarga sebagai lembaga penindasan perempuan. Keluarga di kalangan pekerja, sejak kecil sudah diindoktrinasi sebagai hal yang alami dan abadi dalam hubungan antar manusia (upah buruh, kepemilikan pribadi dan negara). Sejak kecil dalam lingkungan keluarga ide-ide borjuis telah di tanamkan. Ini-pun turut serta memperpanjang sederetan panjang penindasan kelas buruh dan perempuan.

Tugas-tugas Gerakan Perempuan          
                      
Tindakan Pemerintah yang melakukan pemotongan di sektor pendidikan, kesehatan, tunjangan sosial untuk, dan penerima santunan akan melumpuhkan akses perempuan pada pekerjaan tertentu dan pelayanan publik, dan membuat perempuan semakin terpuruk dalam kemiskinan. Selain terbeban dengan peran domestikdi keluarga. Tekanan ini juga disertai kampanye ideologis yang menyatakan bahwa tempat terbaik untuk mendapatkan santunan bagi perempuan yang hidupnya tergantung pada santunan, adalah keluarga dan bukan Pemerintah. Perempuan harus lebih bertanggungjawab pada perawatan anak, orangtua dan orang sakit dalam keluarga.Kampanye ideologis yang bertentangan dengan perjuangan pembebasan perempuan ini adalah bagian integral dari tekanan yang dilancarkan oleh kelas penguasa terhadap seluruh ide-ide progresif.Memutarbalikkan kesadaran massa yang masih tersisa dari gelombang kedua feminisme-bahwa perempuan memiliki hak terhadap kesetaraan pendidikan, di tempat kerja, pilihan pribadi dan kesempatan dan meyakinkan perempuan bahwa peran pentingnya adalah dalam keluarga. Hal ini terutama menguntungkan kapitalisme dalam menciptakan angkatan kerja yang ‘fleksibel’ (kerja paruh waktu, tidak resmi, buruh yang terhisap) dan pemotongan santunan tanpa terkena resiko adanya gejolak politik.
 
Perjuangan ini adalah untuk mempertegas tentang perempuan oleh perempuan. Untuk memenangkan perjuangan tersebut perempuan harus belajar dari sejarah, yang berhasil dimenangkan oleh gerakan selama bertahun-tahun. Perempuan harus membangun sebuah gerakan pembebasan perempuan progresif militant dan tidak kompromis untuk meraih kesetaraan dan keadilan untuk perempuan. Perjuangan untuk meraih kesetaraan bukanlah perjuangan antara perempuan melawan laki-laki yang dianggap sebagai penindas, melainkan sebuah perjuangan melawan penindasan masyarakat kelas. Dengan begitu gerakan perempuan harus merancang strategi untuk membangun aliansi dengan kelompok tertindas lainnya saling belajar tentang perbedaan penindasan di masing-masing sektor, juga memperkuat jaringan yang menyatukan kita untuk berjuang mengakhiri penindasan kelas dan untuk menciptakan sebuah masyarakat dimana setiap orang memiliki kesamaan dalam pilihan hidup dan kesempatan terlepas dari asal-usul ras, kelas dan jenis kelamin.
Satu-satunya gerakan yang dapat memperjuangkan dan mempertahankan hak-hak perempuan, hingga membebaskan kaum perempuan sepenuhnya, adalah sebuah gerakan yang mementingkan kebutuhan dan aspirasi mayoritas kaum perempuan daripada segelintir kaum elit. Dengan memperjuangkan upah dan kondisi kerja yang layak bagi perempuan di tempat kerja, di masyarakat melawan kekerasan dan pemerkosaan untuk layanan yang lebih baik bagi perempuan, melawan praktek diskriminasi di semua bidang pendidikan, pekerjaan dan di masyarakat, menjadi bagian dalam perjuangan sosial, dan ideologis untuk memebebaskan perempuan dari defenisi tenteng peran yang dibatasi hanya sebagai istri dan ibu bagi keluarga. Dengan adanya stereotype atas perempuan tersebut, gerakan perempuan harus terlibat dalam sebagian besar kampanye untuk hak-hak perempuan dalam mengontrol reproduksi dan kesuburan, memperjuangkan agar gerakan buruh mengangkat isu dan tuntutan perempuan, dan menghapuskan pemisahan dan diskriminasi jenis kelamin dalam industri.
 
Selanjutnya tugas mendesak dari gerakan perempuan adalah mereorganisasi seluruh masyarakat dari unit represif terkecil-keluarga-hingga yang terbesar-negara. Lebih lanjut, gerkan perempuan di haruskan untuk ikut serta dalam perjuangan menuju revolusi sosialis sebagai pra kondisi bagi pembebasan mereka. Dan mulai membangun Partai Revolusioner yang mampu memimpin klas proletariat menuju revolusi sosialis.

Terakhir, tanpa kesadaran dan partisipasi luas kaum perempuan, kelas pekerja tidak mungkin dapat melakukan revolusi sosialis dan menciptakan masyarakat tanpa kelas, sebab jika masih ada penindasan terhadap perempuan kita belumlah sampai pada masyarakat tanpa kelas. perjuangan marsinah dalam merebut haknya untuk mendapatkan upah dan kehidupan yang layak, akan terus berlanjut. Semangat dan gelora perjuangan marsinah masih tetap menyatu dalam gerakan buruh selamanya.

Kaum perempuan haruslah memiliki garis politiknya sendiri, melibatkan dirinya terhadap perjuangan kelas, dan pengorganisirian rakyat serta membangun politik alternative bersama dengan organisasi rakyat lainnya yang diyakini jalan yang harus ditempuh menuju pembebasan manusia sejati.
 
Ayo berjuang Bersama!  


Senin, 09 Mei 2016

Pendidikan Demokratik FMD-SGMK



“Menciptakan Kader Intelektual Organik,Progresif dan Revolusioner”

Salam Perjuangan Demokratik.....
Hidup Rakyat Pekerja...
Hidup Mahasiswa...!!!



Berangkat dari kondisi Gerakan-gerakan mahasiswa di indonesia yang passif terkhusus di kota makassar semakin hari mengalami kemunduran ada banyak hal yang bisa di jadikan indikasi penerunan gerakan mahasiswa, mulai dari banyaknya mahasiswa yang lebih tertarik  pada organisasi-organisasi yang orientasinya bukan gerakan tapi event organizier, sampai pada mereka yang lebih menyukai belajar berdiplomasi di dalam kampus dan masih banyak yang sekedar duduk di kampus tanpa ada satu bentuk wujud perjuangan, baik secara pendiskusian mengenai kondisi objektif masyarakat hari ini, bahkan dengan praktek-praktek perjuangan untuk langsung turun kejalan sangat minim, bahkan beberapa mahasiswa   yang menyatakan diri sebagai organisasi gerakan namun dalam prakteknya mereka hanya bergelut dalam isu-isu sektoralnya masing-masing tanpa perlu terlibat langsung dengan rakyat dan sejuta persoalannya, disisi lain mereka juga tak  mau lepas dari peran sebagai control of social , agent of cange dll.

 Terihat dari aksi –aksi heroik mahasiswa saat ini, dimana ketika ada isu-isu elitis atau isu nasional saat ini mereka berbondodng turun, memblokade jalan, membusungkan dada layaknya merekalah pahlawan rakyat, selalu ingin tampil  didepan rakyat, bahkan ada yang sampai yang mengarah anarkis yang dapat mencederai gerakan rakyat pada hari ini. Budaya heroisme ini tidak lain adalah produk dari kapitalisme untuk terus mencegah persatuan rakyat dari berbagai element.
 Maka melihat kondisi yang telah di jelaskan di atas FMD-SGMK menganggap bahwa untuk mengikis budaya heroisme dan untuk merubah watak mahasiswa yang apolitis, elitis, hedonis hingga dapat memassifkan kembali gerakan-gerakan mahasiswa  yang kerakyatan,dan menciptakan mahasiswa demokratik. Hanya bisa terealisasi melalui pendidikan yang demokratik, ilmiah dan bervisi kerakyatan pula. 

FMD-SGMK menyelenggarakan pendidikan demokratik  calon anggota, dengan tema “Menciptakan Kader Inteletual Organik,Progresif dan Revolusioner” yang di laksanakan pada hari kamis, 5/8/2016. Pendidikan calon anggota dilaksanakan dibaruga paralegal LBH Makassar. Peserta pendidikan calon anggota FMD-SGMK terdiri dari beberapa kampus yang ada di makassar, diantaranya : Universitas Negeri Makassar (UNM), Universitas Muslim Indonesia (UMI), Universitas Muhammadyah Makassar (UNISMUH), Universitas Islam Negeri Alaluddin Mkassar (UIN Alauddin Makassar), dan Universitas Hasanauddin Makassar (UNHAS),  pendidikan demokratik calon anggota FMD-SGMK yang diikuti peserta sebanyak 35 orang, pendidikan yang berlangsung selama empat hari dengan penuh semangat dan antusias oleh peserta pendidikan calon anggota dalam mendapatkan materi-materi yang disuguhkan FMD-SGMK dalam pendidikan adalah materi-materi menarik bagi peserta, mulai dari materi Filsafat dasar, ekopol, Sejarah Pendidikan Indonesia, Sejarah Masyarakat Indonesia, Sejarah Gerakan Mahasiswa, Feminisme, Sosial Demokrasi Kerakyatan, Perkenalan Organisasi dan Manejemen Aksi.

Selain mendapatkan materi-materi yang menurut peserta belum pernah mereka temui sebelumnya terutama di dalam kampus, peserta Pendidikan Calon Anggota Demokratik juga diajarkan bagaimana cara membangun budaya diskusi, menulis berita serta cara untuk berorasi.
Sementara di sela-sela waktu istirahat peserta pendidikan CA FMD-SGMK  juga diisi dengan diskusi-diskusi lepas, malam terakhir pendidikan calon anggota FMD-SGMK juga diisi dengan Bedah film MARSINAH di lanjutkan dengan pengukuhan/pelantikan anggota baru FMD-SGMK, usai pelantikan FMD-SGMK mengadakan konsolidasi persiapan aksi memperingati Hari  Marsinah 8 2016. Yang juga melibatkan seluruh anggota yang baru selesai di kukuhkan.

Minggu, 8/5/2016 pukul 09:00 setelah melakukan pendidikan calon anggota. FMD-SGMK Menggelar aksi peringatan 23 tahun kematian pahlawan buruh yang semangat perjuangan serta tidak pernah takut melawan segala bentuk penindasan termasuk soal pemenuhan hak-hak terhadap buruh, buruh perempuan yang bernama MARSINAH tersebut mayatnya di temukan tewas dalam keadaan mengenaskan pada tanggal, 8 mei 1993. Aksi ini juga menjadi lahan pratek untuk mengimplentasikan teori-teori perjuangan yang di terima selama berlangsungnya pendidikan.

Aksi hari Marsinah 8 Mei 2016


Panjang Umur Perlawanan...
Hidup Rakyat Pekerja....!!!

Rabu, 04 Mei 2016

GPMD-SGMK Memperungati Hari Buruh Internasional di Parepare Sul-Sel



FRONT PERJUANGAN RAKYAT
( GPMD-SGMK Parepare, dan SMI Cab. Parepare )
Contact Person : 085298761835


 


“ Tolak Pasar Bebas, Lawan Kapitalisasi Pendidikan dan Wujudkan Demokrasi Seluas-luasnya Demi Pembagian Kekayaan Nasional Untuk Kaum Buruh dan Rakyat! ”

Tidak seperti di awal-awal reformasi, kini Hari Buruh Internasional atau yang sering disebut Mayday telah diperingati oleh semakin banyak kaum buruh dari berbagai organisasi dan berbagai daerah di Indonesia. Meskipun Orde Baru sempat menghilangkan hari bersejarah kaum buruh sejak tahun 1967, bahkan berusaha menghapus jejak perjuangan kaum buruh dalam sejarah kemerdekaan, namun pelopor-pelopor kaum buruh telah berhasil melengkapi syarat demokrasi—melalui reformasi 1998—untuk kembali memperingatinya saat ini.

Hari yang kita peringati sebagai Mayday tidak lain adalah suatu tonggak perjuangan kaum buruh untuk memperingati peristiwa berdarah Haymarket (pada 1-4 Mei tahun 1886 di Chicago AS) yang telah mengorbankan ratusan nyawa demi memperbaiki kesejahteraan kaum buruh dan mengantarkan kaum buruh pada beberapa kemajuan penting. Peristiwa Haymarket mendorong organisasi-organisasi buruh dari berbagai negara (Internasionale kedua) pada tahun 1889 untuk menetapkan 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional. Ketika pertama kali dilaksanakan pada 1890, Hari Buruh Internasional dimaksudkan untuk mengenang peristiwa Haymarket, menjadikannya sebagai hari untuk mengungkapkan tuntutan-tuntutan kaum buruh, dan sekaligus meluaskan gerakan dan solidaritas buruh secara internasional. Jadi, 1 Mei bukan lah sekadar menjadi pesta (viesta) perayaan perjuangan kaum buruh. Tuntutan utama gerakan Haymarket yang langsung meluas bersamaan dengan penetapan Mayday adalah pembatasan waktu kerja 8 jam yang sekarang telah dinikmati oleh milyaran kaum buruh sedunia. Terima kasih kami pada para pejuangnya, terutama mereka yang gugur dan mengalami penganiayaan. 

Sejak Mayday ditetapkan, solidaritas kaum buruh antar negara mulai meningkat. Walaupun perang dunia I dan II sempat mengganggu karakter internasional tersebut (oleh pengkhianatan beberapa pemimpin serikat buruh dan partai buruh), namun internasionalisme kaum buruh tetap muncul dengan cara “menolak perang”, yang sekadar mewadahi kepentingan (keuntungan) kaum pemilik  modal dan negara-negara pendukungnya, namun menyengsarakan kaum buruh dan rakyatnya. Oleh sebab itu pula, solidaritas internasional kaum buruh juga telah ikut berperan dalam mendukung kemerdekaan RI. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya surat dukungan atas kemerdekaan RI dari organisasi-organisasi buruh berbagai negara saat itu. Bahkan kaum buruh Australia telah ikut melakukan pemogokan untuk memboikot kapal-kapal pembawa persenjataan kaum kolonial-imperialis (Belanda) ke Indonesia setelah proklamasi (1946). 

Sehingga, selain sebagai pengingat capaian dan pengorbanan para pelopor kaum buruh yang telah berjuang bagi kemajuan kaum buruh saat ini, Mayday juga merupakan pengingat kaum buruh seluruh dunia bahwa kaum buruh adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan dalam perjuangannya. Sebenarnya dan selayaknya, kaum buruh itu tak berkebangsaan, warga dunia. 

Karakter internasional perjuangan kaum buruh sesungguhnya didapat dari kenyataan bahwa kepentingan modal sebagai kepentingan yang mengksploitatif (menghisap) dan bertentangan dengan kesejahteraan buruh, juga berkarakter internasional. Selain itu, kaum buruh di negeri manapun berada dalam posisi yang sama-sama menjadi alat penumpuk kekayaan di bawah kapitalisme yang sudah berkarakter (monopoli) internasional, yang penghancuran sistem tersebut hanya mungkin dilakukan secara internasional pula. Untuk hal itu lah pertentangan sesama kaum buruh dari berbagai negeri adalah sesuatu yang bertentangan dengan semangat Mayday.

Kemiskinan Kaum Buruh dan Rakyat Indonesia

Walaupun negeri-negeri di dunia mayoritas menganut sistim kapitalisme dan kaum buruh di mana pun berada dalam posisi yang sama-sama tertindas, Indonesia tetap dapat dibedakan dengan negeri-negeri kapitalis maju, yang teknologi industrinya lebih maju. Di Indonesia, dengan rendahnya teknologi yang dimiliki, 1 jam kerja buruh tentu kalah produktif dengan 1 jam kerja buruh di negeri-negeri industri maju, dan karakter monopoli kapitalis-monopoli internasional (terutama dalam hal modal dan teknologi) menyebabkan kelimpahan industrialisasi nasional (yang dikontrol rakyat melalui kaum pekerja) hampir-hampir tidak mungkin bila tidak ada perubahan kebijakan ekonomi-politik dalam menghadapi serangan kapitalis-monopoli internasional, sehingga industrialisasi nasional (yang dikontrol rakyat melalui kaum pekerja) dapat melimpah tanpa ditelikung oleh ketergantungan pada kapitalis-monopoli internasional demi kepentingan kaum pekerja serta rakyat keseluruhan. Ilusi bahwa masih ada persaingan di dalam dunia usaha, layaknya mimpi di siang bolong, sebagaian besar dunia usaha—terutama modal dan teknologinya—sudah berada dalam cengkraman kapitalis-monopoli internasional.

Oleh karena upah yang murah, kaum buruh kemudian dipaksa mengorbankan waktu istirahat dan kehidupan sosialnya untuk kerja lembur (di atas 8 jam) demi penghasilan tambahan yang menentukan. Di banyak tempat, anak-anak (dibawah usia kerja) juga masih dibebankan keharusan bekerja demi biaya pendidikan sendiri atau bagi penghasilan keluarga. Demikian halnya di bawah sistem kerja kontrak dan outsourcing, perlindungan dan kepastian kerja, serta pengembangan tenaga kerja semakin tidak dipedulikan.

Kondisi tersebut dipengaruhi pula oleh masih dominannya kaum buruh yang bekerja di sektor-sektor informal, dan jumlah pengangguran (termasuk ‘setengah pengangguran’) yang cukup tinggi. Kebijakan upah minimum (yang murah) tentu hanya menyentuh kaum buruh formal yang jumlahnya tidak lebih 50% dari keseluruhan tenaga kerja. Kaum buruh informal umumnya tidak dapat mengakses upah minimum karena dianggap bukan sebagai kaum buruh, atau bekerja di bawah tekanan atas banyaknya pengangguran dan pendidikan/ketrampilan yang rendah. Buruh informal ini tersebar massif di Indonesia.

Di tengah minimnya perlindungan sosial kepada anak di bawah usia kerja, kepada pengangguran, dan kepada pensiunan, maka seorang buruh (formal) dikondisikan untuk menghidupi lebih dari dirinya sendiri. Tentu lebih sulit bagi kaum buruh untuk menanggung beban hidup keluarga jika untuk menghidupi dirinya sendiri dengan layak saja kaum buruh masih kesulitan mengatur konsumsinya dengan upahnya yang murah.

Hasilnya, tingkat kemiskinan yang masih diukur dengan pendapatan 2$/hari saja sudah menunjukkan jumlah rakyat miskin yang lebih dari 50% jumlah penduduk. Bagaimana lagi jika ukuran kesejahteraan (berdasar pendapatan) dinaikkan diatas upah minimum? Pasti jumlahnya lebih dahsyat dari angka-angka pemerintah.

Namun ironisnya, pada saat yang sama, jumlah kekayaan para pemodal di Indonesia juga meningkat. Nilai kekayaan mereka bahkan sudah hampir menyamai orang-orang terkaya di dunia. Walaupun krisis menerpa, kekayaan 1% pemodal di Indonesia masih menguasai 50,3% kekayaan Indonesia. Dan parahnya lagi bila kekayaan tersebut dimasukkan kedalam bidang agraria, maka 0,2% penduduk telah menguasai 56% luas daratan di Indonesia—baik dalam bentuk permukiman, perkebunan, pertambangan, pertanian sampai pengelolaan hutan. Tidak heran jika Koefisien Gini (sebagai salah satu alat untuk mengukur kesenjangan sosial) di Indonesia berada pada angka 0,41—yang berarti berada dalam kondisi yang sangat senjang.

Kemiskinan tentu bukan disebabkan oleh malasnya kaum buruh maupun rakyat Indonesia seperti yang sering dikatakan pemerintah maupun pemodal, namun karena tidak adanya kebijakan negara yang mendasar untuk menuntaskan kemiskinan tersebut. Dari situasi tersebut, tugas mendesak kaum buruh di Indonesia adalah meringankan beban penderitaan kaum buruh dan rakyat, serta meningkatkan kapasitas produktif rakyat dengan mendorong suatu pembagian kekayaan nasional yang adil. Dengan cara pembagian yang adil tersebut, kaum buruh akan lebih merenggangkan dirinya dari cekikan modal baik yang dikenakan langsung pada kaum buruh, maupun yang tidak langsung yakni melalui pemiskinan kepada rakyat keseluruhan. Juga, melalui pembagian kekayaan nasional yang adil, rakyat Indonesia dimungkinkan untuk semakin produktif dalam tugas-tugas produksi dan kemanusiaan selanjutnya.

Demokrasi Seluas-luasnya Demi Pembagian Kekayaan Nasional Untuk Kaum Buruh dan Rakyat

Apa itu kekayaan nasional? Kekayaan nasional adalah segala sesuatu yang telah dihasilkan oleh kerja kaum buruh dan rakyat serta segala potensi ekonomi yang terdapat di Indonesia. Ini mencakup kekayaan sumber daya alam, kekayaan sumber daya manusia, kekayaan keuangan, serta kekayaan barang, teknologi, produk hukum, politik dan kebudayaan, serta ilmu pengetahuan di Indonesia.

Selama ini kekayaan nasional dalam pengertian diatas telah di kuasai dan di monopoli oleh penguasa dan korporasi internasonal dari tangan kaum buruh dan rakyat Indonesia.  Penguasaan dan monopoli atas kekayaan nasional ini membuat kapitalis nasional dan internasional semakin kaya dan mendapatkan keistimewaan (privileged) dan dominasi atas ekonomi, politik, sosial dan kebudayaan.

Pembagian kekayaan nasional dapat dibagi menjadi beberapa program utama, yaitu:

Pertama, Upah Layak Nasional. Yaitu pendistribusian hasil keuntungan—yang merupakan bagian dari nilai-tambah yang dihasilkan oleh keringat buruh dalam proses produksi yang—lebih adil kepada kaum buruh. Distribusi tersebut mencakup standar upah minimum dan ‘upah progresif’ yang memungkinkan kaum buruh mendapat pembagian yang lebih adil dari peningkatan keuntungan perusahaan. Dalam hal ini, segala ‘ketidakmampuan’ perusahaan dalam memenuhi upah minimum harus diambil-alih tanggungjawabnya oleh negara. Dan sebagai konsekuensinya, sistem kerja kontrak dan outsourcing, yang menjauhkan hak-hak buruh atas suatu proses produksi, harus dihapuskan. Selain itu, demi memperbaiki tunjangan-tunjangan bagi kaum buruh, jaminan-jaminan sosial bagi kaum buruh, kondisi kerja kaum buruh, hak-hak demokrasi keserikat-buruhan, menuntut kaji-ulang (revisi) Undang-Undnag Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003.

Kedua, Reforma Agraria. Yaitu pendistribusian tanah kepada petani tak bertanah (penggarap), bantuan modal dan teknologi/sarana-sarana produksi lainnya yang berkualitas serta murah, dan penetapan harga hasil-hasil produksi pertanian yang adil seketika diselaraskan dalam perbandingan (trade-off) dengan hasil-hasil produksi industri (apalagi yang dikonsumsi oleh kaum tani) agar tidak terjadi pemiskinan dan “penghisapan desa oleh kota”, serta pertanian yang memungkinkan kaum tani mendapat kesejahteraan dari kerjanya atas tanah. Lebih jauh lagi reforma agraria mencakup demokratisasi pengelolaan atas sumber-sumber alam lain di luar tanah seperti air, hutan, mineral, dan sebagainya, yang mampu mengangkat kesejahteraan hidup rakyat sekaligus menjaga daya tahan lingkungan.

Ketiga, Pajak Progresif. Yaitu penarikan pajak yang lebih tinggi kepada keuntungan dan pendapatan pemodal-pemodal besar dengan cara meningkatkan persentase pajak dalam setiap kelipatan pendapatan pemodal. Itu berarti semakin tinggi keuntungan suatu perusahaan, maka semakin besar persentase pajak yang harus dikenakan. Ini juga berarti penghapusan segala jenis pajak yang dibebankan kepada rakyat.

Keempat, Nasionalisasi dan Industrialisasi Aset-Aset Vital Nasional yang dikontrol rakyat. Yaitu mengembalikan aset-aset yang menguasai hajat hidup orang banyak, yang selama ini dikelola oleh swasta (baik asing maupun nasional) ke tangan negara, untuk kemudian diperkuat dengan melakukan perencanaan (kontrol rakyat) atas industrialisasi nasional yang berwatak sosial atau kerakyatan. Industrialisasi sendiri bukan hanya dikenakan kepada aset yang di nasionalisasi, tetapi juga aset yang selama ini tidak dipergunakan dengan maksimal oleh negara. Nasionalisasi dan Industrialisasi selain akan menambah pemasukan negara, juga akan membuka lapangan pekerjaan yang layak bagi rakyat.

Kelima, Peningkatan Subsidi dan Fasilitas Umum Bagi Rakyat. Yaitu pemenuhan kebutuhan hidup ekonomi maupun budaya bagi rakyat yang berasal dari anggaran negara. Ini mencakup subsidi pangan, subsidi energi, subsidi perumahan, dan pemberian fasilitas gratis terhadap kesehatan, pendidikan, listrik, irigasi, laboratorium, internet, perpustakaan, fasilitas kesenian, olahraga, kesenian, dan sebagainya.

Pemberian fasilitas infrastruktur ekonomi dan budaya yang demikian, walaupun dibutuhkan oleh seluruh rakyat, namun terlebih lagi di pedesaan. Hal ini adalah konsekuensi dari kemiskinan yang mayoritas berada di pedesaan. Dengan pemerataan infrastruktur antara kota dan desa, maka dimungkinkan pula untuk memeratakan penduduk yang hari ini masih terpusat di kota-kota besar. Dalam hal kesehatan, kenaikan iuran BPJS (bahkan penerapan sistem iurannya dari awal) sudah bertentangan secara mendasar dengan pemerataan kekayaan. Sehingga hal ini secara bersamaan akan menuntut penghapusan sistem iuran dalam BPJS.

Politik Kaum Buruh. Pada akhirnya, sistem yang menguntungkan segelintir orang hanya dapat dihancurkan dengan mendemokratiskan tenaga produktif—manusia dan sarana-sarana/alat-alat produksinya—di tangan rakyat pekerja dan masyarakat. Tugas tersebut hanya mungkin dituntaskan sebagai tugas internasional yang menyatukan berbagai kekuatan produktif bangsa-bangsa di dunia. Namun demikian, karena sistim kapitalisme yang mendunia masih menghisap negeri-negeri (bangsa) yang dikuasainya, maka tidak ada jalan lain bagi kaum buruh selain membangun suatu transisi dialektika nasional-internasional menuju sistem yang berkeadilan sepenuhnya.

Sekarang ini, dalam Mayday yang menempatkan kaum buruh Indonesia sebagai agen kaum buruh seluruh dunia, sekaligus yang menyandang beban sebagai kaum pelopor perjuangan rakyat Indonesia, kaum buruh harus tampil ke depan dalam memberikan solusi bagi masalah-masalah rakyat Indonesia sekaligus menyerukan persatuan kaum buruh seluruh dunia. Seruan ini menjadi penting di tengah potensi konflik sesama buruh yang dilahirkan kapitalisme melalui peperangan, migrasi dan perdagangan bebas.

Politik kaum buruh harus menegaskan dirinya sebagai politik yang anti perang, anti rasisme, anti seksisme, dan anti nasionalisme sempit. Politik kaum buruh juga harus menegaskan dirinya sebagai politik yang bersahabat dengan pengungsi maupun buruh migran. Namun suatu upaya politik kaum buruh hanya dapat dicapai dalam sebuah alat politik. Dan alat politik yang dimaksud bukan lah sekedar alat politik yang memakai jubah ‘buruh’ tanpa program apapun yang hendak diperjuangkan, melainkan alat politik yang tahu persis apa masalah dan apa yang hendak diperjuangkan. Dan, diatas semuanya, tujuan dari program yang akan berupapaya membahagiakan kamu buruh dan rakyat secara keseluruhan, TAK AKAN BERHASIL DIWUJUDKAN BILA TANPA SEKALIGUS JUGA MEMPERJUANGKAN DEMOKRASI YANG SELUAS-LUASNYA, YANG SEPENUH-PENUHNYA BERKUALITAS MENGHARGAI HARKAT MANUSIA SECARA SOSIAL.

Memperjuangkan Demokrasi yang seluas-luasnya bermakna: menghancurkan musuh-musuh yang menghambat perkembangan kebebasan politik dan partisipasi kaum buruh dan rakyat (misalnya, demiliterisas, menghancurkan kebudayaan politik warisan Orde Baru, dsb), menghapus hingga merubah produk hukum dan politik yang menghambat kebebasan ekspresi, berpendapat, beragama dan berkeyakinan, kemerdekaan berpikir, kebebasan berorganisasi dan berpolitik (misalnya, RUU Keamanan Nasional, UU Ormas, UU Partai Politik, UU Pemilu, RUU KUHAP, UU Intelejen, UU Penanggulangan Konflik Sosial dan sebagainya).

                                                             Tuntutan-Tuntutan :            

  1. Wujudkan Upah Layak Nasional
  2. Tolak Sistem Kerja Kontrak dan Outsourcing
  3. Tolak Politik Upah Murah
  4. Wujudkan Reforma Agraria
  5. Wujudkan Pajak Progresif  Bagi  Seluruh Investor dan Penghapusan Pajak Bagi Rakyat
  6. Nasionalisasi dan Industrialisasi Aset-Aset Vital Nasional Di Bawah Kontrol Rakyat
  7. Wujudkan Peningkatan Subsidi dan Fasilitas Umum Bagi Rakyat
  8. Tolak MEA ( Masyarakat Ekonomi Asean )
  9. Stop Perampasan Tanah Rakyat
  10. Cabut UU No. 20 Tahun 2003 SIKDIKNAS dan UU No. 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi
  11. Cabut PP 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan
  12. Stop Represifitas Gerakan Rakyat
  13. Stop Kekerasan Terhadap Perempuan

Hanya dengan cara memperjuangkan demokrasi seluas-luasnya lah kaum buruh Indonesia menyatakan dirinya sebagai suatu kekuatan politik yang siap memberikan sumbangan bagi kebahagiaan dunia dan negerinya, memanusiawikan manusia!

Kaum Buruh dan Rakyat Tertindas Sedunia, Bersatulah!

Koordinator Lapangan
IWANG