Sosialisme
tidak dapat menang kecuali kalau sosialisme memajukan demokrasi seutuhnya, maka
proletariat tidak akan mampu menyiapkan kemenangan terhadap borjuasi kecuali
kalau proletariat melancarkan perjuangan yang luas, konsisten dan revolusioner
untuk demokrasi” V.I. Lenin: 1916
Sebelum membahas lebih
jauh soal demokrasi, mungkin terlebih dahulu kita akan berangkat dari penyamaan
persepsi soal “demokrasi”? Pemerintahan demokratik dilihat dari adanya
kebebasan politik, ekonomi, sosial budaya dengan praktek kebebasan dan kesetaraan.
Kata “demokrasi” yang
berasal dari kata yunani kuno yaitu (dēmokratía) "kekuasaan
rakyat" dan berasal dari dua suku kata yaitu:
“demos” yang artinya rakyat dan “krotos”
yang artinya penguasa. Sedangkan menurut Abraham Lincoln menganggap “Demokrasi adalah sistem
pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”..
Sedangkan menurut Hannry B. Mayo, mengartikan demokrasi sebagai: “Kebijaksanaan
umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara
efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan yang didasarkan atas prinsip
kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana di mana terjadi kebebasan
politik.”
Jadi demokrasi adalah
suatu bentuk pemerintahan dibawah kontrol rakyat, dan kekuasaan berada ditangan
rakyat, baik ekonomi, politik, sampai pada social budaya masayarakat,
diputuskan secara umum oleh rakyat.
Demokrasi memberikan
izin kepada seluruh warga Negara untuk berpartisipasi aktif secara langsung
maupun tidak langsung dalam menentukan nasib sendiri, dan membuat aturan-aturan
hukum. Partisipasi tidak langsung ini atau melalui perwakilan-perwakilan inilah
yang kemudian di praktekkan banyak Negara termasuk Indonesia dengan pengertin
yang telah melenceng dari substansinya. Kenyataan yang kita lihat sekarang,
praktek demokrasi tidak langsung ini dikusai hanya pada kelompok-kelompok
tertentu. Kelompok-kelompok dalam masayarakat modern saat ini dapat dibagi
beberapa kelompok dilihat dari ekonomik masyarakat seperti buruh, petani,
nelayan, pengusaha, cendikiawan/intelektual, dan kelompok-kelompok lainnya.
Adanya kelompok inilah yang kemudian memunculkan kekuasaan atas kelompok
lainnya.
Suatu pemerintahan
demokratis berbeda dengan bentuk pemerintahan yang kekuasaannya dipegang satu
orang, seperti monarki, atau sekelompok kecil, seperti oligarki. Apapun itu,
perbedaan-perbedaan yang berasal dari filosofi Yunani ini, sekarang tampak
ambigu karena beberapa pemerintahan kontemporer mencampur aduk elemen-elemen
demokrasi, oligarki, dan monarki. Karl Popper mendefinisikan demokrasi sebagai
sesuatu yang berbeda dengan kediktatoran atau tirani, sehingga berfokus pada
kesempatan bagi rakyat untuk mengendalikan para pemimpinnya dan menggulingkan
mereka tanpa perlu melakukan revolusi. Karena adanya oligarki politik dimana
kekuasaan hanya ada pada sekelompok orang yang memiliki modal sehingga
revolusi-revolusi dari kelompok lain akan dimungkinkan terjadi karena demokrasi
telah bergeser pada oligarki politik.
Demokrasi
dan Kediktatoran OrBa
Kita akan pasti
bertanya-tanya, kenapa harus memperjuangkan demokrasi, bukankah setelah rezim
otoriter soeharto yang tidak demokratis itu telah ditumbangkan pada 1998 oleh
massa rakyat dan aksi-aksi mahasiswa? Yah, perlawanan kaum muda, dan perlawanan
rakyat telah berhasil menggulingkan Soeharto dari tampuk kekuasaanya. Otoriter
berkuasa selama 32 tahun yang syarat dengan pertumpahan darah, penculikan
aktivis prodem, dan memanipulasi sejarah, telah sampai pada titik kehancurannya
dengan memuncaknya kemarahan rakyat atas ketidak adilan dan kesewenang-wenangan
penguasa. Namun, apakah benar, setelah penguasa otoriter itu tumbang,
antek-anteknya, kolega-kileganya, peninggalan-peninggalan soeharto telah
betul-betul dihancurkan bersamanya?
Tentu saja akan kita
jawab belum, kita bisa lihat dari peninggalan-peninggalan rezim orde baru yang
anti rakyat, korup, pelanggar HAM berat dan anti terhadap sistem demokrasi
masih bergerak sangat leluasa dan bahkan masih menguasai panggung politik
setiap pemilu Indonesia dilaksanakan, contohnya saja partai golkar yang
merupakan bentukan orba soeharto masih bernafas legah, bahkan beranak pinang
dalam rahim politik Indonesia seperti partai nasdem, partai hanura, dan partai
gerindra, serta orbais seperti orms-ormas bentunkan para pendukung lahirnya
kembali orde baru. Bahkan koalisi politik seperti Koalisi Indonesia Hebat
(KIH), dan Koalisi Merah Putih (KMP) terdapat orbais-orbais yang akan terus
siap membungkam demokrasi atas kepentingan mereka.
Partai orde baru dan
pecahan-pecahannya masih berlenggak-lenggok diatas panggung politik yang akan
membawa masa depan Indonesia sesuai dengan keinginannya, yaitu menjadikan
Indonesia sebagai ladang empuk Negara-negara kapitalisme imperialisme menguras,
dan menghabisi kekayaan alam Indonesia dengan cara merampas tanah rakyat,
menggusur kaum miskin kota dan pedesaan, politik upah murah serta membungkam
demokrasi rakyat dengan berbagai terror dan intimidasi. Partai-partai ini tentu
sudah jelas tidak akan pernah membawa kepentingan politik rakyat tertindas.
Eksplorasi Problem
diatas, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa, partai-partai yang ada bukanlah
representative politik rakyat, dan tidak akan pernah membawa kepentingan rakyat
Indonesia, dan hanya membawa kepentingan pemodal serta memperkayah partai dan
penghuni-penghuninya. Perbedaan kepentingan antara rakyat dengan partai-partai elit
borjuis tidak akan pernah bersinergi, kepentingan ini akan terus bertentangan
dan akan saling menghancurkan satu sama lain, antara kepentingan mayoritas
dengan kepentingan minoritas, antara demokrasi mayoritas (rakyat) dengan
demokrasi yang minoritas (pengusaha, dan partai elit politik).
Saat ini, demokrasi
minor telah berkuasa atas demokrasi mayoritas rakyat yang dalam perjalanannya
terluntah-luntah, penuh ketakutan, karena mereka menguasai senjata, sumber
kehidupan, media propaganda, dan panggung politik. Demokrasi rakyat dalam
perjalanannya terus-menerus dibungkam dengan produk hukum hingga tak berdaya
melawan, mengkritik, dan berorganisasi, bahkan sampai membentuk partai sendiri
rakyat harus melewati aturan yang amat sangat mustahil rakyat kecil (buruh,
petani, kaum miskin kota dan nelanya) penuhi. Pembungkaman dan pembatasan ruang
gerak menuntut hak-haknya sebagai warga Negara serta haknya sebagai seorang
manusia yang hidup, secara sistematis, dan terorganisir mereka (para penguasa
dan, pengusaha) melakukan represifitas, intimidasi, dituduh komunis dsb..dsb.
Sejarah kelam keganasan
orde baru, kini mulai terasa secara meneyeluruh, dirasakan oleh rakyat, petani
dirampas tanahnya, buruh dengan politik upah murah, serta mimpi buruk PHK,
menggusur pemukiman kecil dikota-kota, suara kritikan intelektual progresif
yang berakhir pencara. Nah, bagaimana mereka membungkam demokrasi secara
terencana dan terorganisir itu? Jangan kemana-mana, kita akan membahasnya
pada pembahasan soal demokrasi minor
yang berkuasa atas demokrasi meyoritas rakyat selanjutnya.
juga, pengalaman sejarah ini pula kita bisa menganilisis, mengkaji ulang, atau mengevaluasi gerakan-gerakan sebelumnya dengan pertanyaan mendasar, kenapa demokrasi di indonesia semu, dan kenapa roh-roh orde baru masih bergentanyangan? dari analisis dan pendiskusian panjang soal metodologi gerakan sebelumnya dengan adaya spontanitas massa yang lahir, tidak membawa arah tujuan yang jelas dan paling mendasar, sehingga massa dan tujuannya sama-sama mengambang dan tak memiliki arah jelas. Tidak adanya kepemimpinan demokratik yang revolusioner sehingga arah tujuan dari spontanitas massa yang berlawan terjadi mutasi kontradiksi. seharusnya ada kesiapan matang bagi kaum revolusioner memimpin dan mengkampanyekan tujuan-tujuan nan suci dan muliah bagi pembebasan rakyat tertindas.
Demokrasi
Sejati Vs Demokrasi Penguasa
Demoakrasi penguasa
adalah demokrasi atas modal, kaptalisme telah menguasai Negara sebagai alat
hegemoni, sebagai alat represif dan alat pemaksa untuk yang berada dibawah
kekuasaannya, yaitu rakyat. Karena demokrasi yang dianut oleh rezim hari ini
adalah demokrasi ala kapitalisme (demokrasi semu) yang temtunya hanya mengejar
profit (keuntungan), bukan pada bagaimana mensyejahtrakan rakyat, memberikan
sepenuhnya kontrol ekonomi dibawah kontrol rakyat. Maka dari itu, praktek demokrasi yang kemudian
hanya bisa di lakukan oleh penguasa modal/kapitalisme seperti kebebasan
mengeksploitasi alam, menguasai alat produksi, mengusai ruang publik, tanpa
memperhitungkan kepentingan rakyat sebagai seorang manusia yang hidup di bumi
telah berjalan di negeri ini selama berpulu-puluh tahun lamanya.
Kapitalisme adalah
hukum kemasyarakatan dimana yang mempunyai modal akan mempunyai kekuasaan
diatas buruh yang diupah. Kapitalisme telah memberikan kekuasaan pada minoritas
untuk menentukan mayoritas umat manusia. Kapitalisme telah menyebabkan
aset-aset ekonomi yang bisa mensejahterahkan ummat manusia dimonopoli untuk
kepentingan pemilik modal. Selama hampir 200 tahun pembangunan, kapitalisme telah
melahirkan penindasan atas kaum buruh, dikriminasi rasial, kolonialisme dan
imperialisme, diskriminasi atas kaum perempuan, membungkam suara protes rakyat,
dan pejuang-pejunag pro demokrasi sejati, peperangan dan perlombaan senjata,
kerusakan lingkungan, dan memonopoi informasi (media).
Pengusaan atas alat
produksi yang kemudian membungkam demokrasi rakyat dalam memepertahankan
hidupnya, memberikan ruang mengkritik, berpendapat, dan menentukan
kehidupannya. Dalam kapitalisme untuk mengakumulasi modal, maka demokrasi
rakyat akan terus dibungkam hingga tidak ada perlawanan untuk memenuhi hak-hak
untuk hidup. Jika rakyat menuntut hak-haknya maka kapitalisme yang mengusai
instrument Negara tidak akan mendapatkan profit, dan memonopoli modal.
Adanya pembungkaman
demokrasi seperti kebebasan berekspresi, mengkritik, berorganisasi, dan
menentukan kehidupannya sendiri dikarenakan Negara telah dikuasai oleh modal.
Modal yang kemudian menjadi penguasa atas Negara maka seluruh
instrument-instrumen Negara dikusai oleh modal dan semata-mata kepentingannya
diperuntuhkan atas kepentingan modal pula. Jadi, presiden, gumernur,
bupati/wali kota, hokum, tentara, bahkan agama, tentu merepresentasikan
kepentingan modal, bukan kepentingan rakyat secara umum. Mereka segaja membuat
ilusi sistem demokrasi agar mengusai ekonomi rakyat dan membungkan demokrasi
sejati rakyat, yaitu demokrasi dibawah kontrol rakyat, baik demokrasi ekonomi,
demokrasi politik, haruslah sepenuhnya dibawah kontrol rakyat dan berlandaskan
pada kepentingan-kepentingan rakyat banyak.
Kebebasan politik yang
makin memperlebar jurang kemiskinan dan kesenjangan ekonomi bukanlah demokrasi
yang sejati. Demokrasi sejati tidak hanya memberi kebebasan politik tapi
mengikat kebebasan politik itu untuk mengabdi pada keadilan ekonomi dan
kesejahteran sosial orang banyak. Demokrasi sejati haruslah diperjuangkan untuk
membangun sebuah masyarakat yang didalamnya tiap individu dapat hidup layak dan
bekerjasama atas kesetaraan tanpa adanya hubungan penindasan. Demokrasi sejati
menjadikan politik dan ekonomi berfungsi secara sosial, bukan untuk kepentingan
satu kelompok atau satu kelas sosial tertentu seperti yang dijalankan oleh
Rezim anti demokrasi rakyat Jokowi-JK hari ini.
Pembungkaman
Demokrasi di Era Rezim Neoliberalisme
Setelah diterapkannya sistem
ekonomi Neo-liberalisme di Indonesia dengan terang benderang melalui rezim
Jokowi-JK. Kekuasaan segelintir manusia dengan modal besar pada mayoritas
rakyat semakin mengakar kuat dalam sosial budaya, ekonomi, dan politik
masyarakat luas, menandakan bahwa demokrasi, dimana rakyat mengontrol
perekonomian, sosial budaya dan kebebasan berpolitik dan kesetaraan semakin
suram, dan mengalami pembungkaman karena melenceng dari kepentingan sang
pemodal. Darimana kekuasaan modal itu mulai memainkan perannya di negeri ini?
Tentunya berawal dari kekuatan modal asing yang mengorganisasikan diri seperti
IMF dan WTO.
Neo-liberalisme meski
sudah sejak lama meronrong ekonomi Indonesia dengan sikap malu-malu mengakui
dirinya sebagai perampok, pembajak, Negara dunia ketiga. Melalui Dana Moneter
Internasional (IMF) dengan Structural
Adjustments Programmes (SAPs)-nya yang memberikan kucuran dana atau utang
kepada negara-negara dunia ketiga yang terkena krisis segera membangun ekonomi
negaranya dengan mengutang ke IMF setelah soekarno berhasil dikudeta dan
kekuasaan diambil alih oleh Soeharto (Orde Baru) 1967 lahirlah UU PMA dan UU
PMDN sebagai legitimasi Negara imperialis menginterpensi secara ekonomik Negara
ini,
dan juga adanya perjanjian World Trade
Organization (WTO) lewat General Agreement on Trade (GATS) 1995
kemudian dalam perjanjian WTO tersebut, ekonomi ditentukan atau beberapa kegiatan
usaha dalam masyarakat dibagi dalam tiga sektor yaitu:
Pertama,
sektor primer yang mencakup semua industri ekstraksi hasil pertambangan dan
pertanian. Kedua, sektor sekunder
mencakup industri untuk mengolah bahan dasar menjadi barang, bangunan, produk
manufaktur dan utilities, dan ketiga,
sektor tersier mencakup industri-industri untuk mengubah wujud benda fisik, keadaan manusia dan benda simbolik. Semua
perjanjian WTO yang menyangkut semua perjanjian multilateral dalam tiga sektor
ekonomi tersebut kemudian diratifiksi oleh pemerintah dalam bentuk
undang-undang seperti dalam UU No. 7 tahun 1994, UU minyak dan gas bumi Nomor
22 Tahun 2001, Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2004, kebijakan mega proyek neolib
seperti MP3EI, kebijakan neolib MEA dan masih banyak lagi peraturan
perundang-undangan yang telah dirubah sesuai dengan kepentingan Neo-Liberalisme.
Seiring dengan
berjalannya ekonomi kapitalisme neoliberalisme di Indonesia berbanding lurus
dengan pelanggaran hak asassi manusia, penggusuran, perampasan tanah,
pendidikan semakin mahal, pencabutan subsidi, serta demokrasi dikebiri, dan
globalisasi menjadi topeng imperialism membangun pengaruh kepada Negara-negara
dunia ketiga. Bahkan dalam perjalanan awalnya masuk di Indonesia, mengorbankan
jutaan nyawa rakyat Indonesia yang tak berdosa, lautan manyat demi mengejar
sumber daya alam Indonesia.
Rakyat akan selalu
menjadi korban ekploitasi, penggusuran, dan perampasan tanah, dan penguasa
sebagai perpanjangan tangan dari kepentingan neolib sehingga membangun situasi
aman dengan menembak petani yang melawan perampasan tanah, mem PHK buruh yang
berorganisasi, dan buruh yang menuntut haknya, mengkriminalisasi bagi siapa
saja yang menentang kebijakan pemerintah, anti kritik, membuat peraturan yang
mengibiri kebebsan berkumpul, berpendapat, dan berekspresi dan sebagainya. Kebebasan
atas pasar bukanlah praktek demokrasi sejati akan tetapi merupakan penjajahan
gaya baru.
Rakyat
Tertindas Harus Bersatu
Kita adalah mereka yang
tanahnya dirampas, KMK yang tergusur, buruh yang menuntut upah layak dan para
korban PHK, nelayan yang dibatasi pelayarannya, aktivis prodem yang dihilangkan
secara paksa oleh penguasa, korban-korban keganasan penjaga modal (TNI, dan POLRI),
mahasiswa yang di DO karena melawan komersialisasi pendidikan, dan mengkritik kebijakan
pemerintah, semuanya adalah kita yang memperjuangkan demokrasi sejati, demokrasi
dimana kekuasaan sepenuhnya ada ditangan rakyat.
penyataan yang menarik
dan sangat inspiratif bahwa “tidak ada dalam sejarahnya manusia rakyat
ditumbangkan oleh penguasa, tetapi dalam sejarah panjang manusia, rakyatlah
yang menumbangkan penguasa”. Sejarah telah membuktikan itu, tumbangnya orde
lama dengan aksi demonstran rakyat dan soekarno mundur dari tampuk kepresidenan,
tumbangnya diktator orde baru juga
dikarenakan massa rakyat dan mahasiswa bersatu dan memaksa soeharto mundur dari
tampuk kekuasaannya selama 32 tahun lamanya pada tahun 1998, dan beberapa Negara
lain seperti Mesir diktator Husni Mubarak tumbang tahun 2011 kemudian
digantikan oleh Morsi tetapi tumbang juga tahun 2012, Venezuela, batista di Kuba
ditumbangkan oleh kaum revolusioner yg dipimpin oleh Fidel Castro pada tahun 1959,
dan masih banyak lagi penguasa yang ditumbangkan oleh rakyatnya sendiri.
Penumbangan tersebut
merupakan bukti bahwa kekuasaan ada ditangan rakyat, namun rezim penguasa yang
pro terhadap kapitalisme-neoliberalisme yang anti demokrasi rakyat, telah sadar
dan belajar banyak dari sejarah perlawanan rakyat sehingga, dengan berbagai
cara untuk membungkam pergerakan rakyatpun dilakukan. Salah satunya membuat
aturan yang akan menyulitkan ruang gerak rakyat untuk melawan,
mengorganisasikan diri, berpolitik dan sebagainya.
Rezim neoliberalisme
Jokowi-JK telah berhasil memecah belah kekuatan rakyat yang berlawan berupa
sogokan, janji, membangun traumatik rakyat dan juga membentuk organisasi massa
sebagai tandingan dari organisasi gerakan rakyat yang menentang kebijakan
neolib penguasa. Jika rakyat terpecah belah, maka kekuatan melawan kebijakan
kapitalisme-neoliberal yang bersatu dengan rezim penguasa akan semakin melemah.
Maka dari itu kekuatan rakyat harus bersatu dan mengusir tirani kekuasaan modal dan membangun
masyarakat yang demokratik baik di ranah sosial budaya, ekonomi, sampai pada
kebebasan politik dan setara. Demokrasi sejati adalah system pemerintahan dimana
rakyatlah yang berkuasa untuk kepentingkan rakyat pula tentunya.
Oleh:
Bustamin TaTo