Laman

Rabu, 08 April 2015

Mengapa Harus Perjuangan Demokratik


Sosialisme tidak dapat menang kecuali kalau sosialisme memajukan demokrasi seutuhnya, maka proletariat tidak akan mampu menyiapkan kemenangan terhadap borjuasi kecuali kalau proletariat melancarkan perjuangan yang luas, konsisten dan revolusioner untuk demokrasi” V.I. Lenin: 1916[1]
 
Sebelum membahas lebih jauh soal demokrasi, mungkin terlebih dahulu kita akan berangkat dari penyamaan persepsi soal “demokrasi”? Pemerintahan demokratik dilihat dari adanya kebebasan politik, ekonomi, sosial budaya dengan praktek kebebasan dan kesetaraan. 

Kata “demokrasi” yang berasal dari kata yunani kuno yaitu (dēmokratía) "kekuasaan rakyat" dan berasal dari dua suku kata yaitu:demos” yang artinya rakyat dan “krotos” yang artinya penguasa. Sedangkan menurut Abraham Lincoln menganggap “Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”.. Sedangkan menurut Hannry B. Mayo, mengartikan demokrasi sebagai: “Kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana di mana terjadi kebebasan politik.[2]

Jadi demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan dibawah kontrol rakyat, dan kekuasaan berada ditangan rakyat, baik ekonomi, politik, sampai pada social budaya masayarakat, diputuskan secara umum oleh rakyat.  

Demokrasi memberikan izin kepada seluruh warga Negara untuk berpartisipasi aktif secara langsung maupun tidak langsung dalam menentukan nasib sendiri, dan membuat aturan-aturan hukum. Partisipasi tidak langsung ini atau melalui perwakilan-perwakilan inilah yang kemudian di praktekkan banyak Negara termasuk Indonesia dengan pengertin yang telah melenceng dari substansinya. Kenyataan yang kita lihat sekarang, praktek demokrasi tidak langsung ini dikusai hanya pada kelompok-kelompok tertentu. Kelompok-kelompok dalam masayarakat modern saat ini dapat dibagi beberapa kelompok dilihat dari ekonomik masyarakat seperti buruh, petani, nelayan, pengusaha, cendikiawan/intelektual, dan kelompok-kelompok lainnya. Adanya kelompok inilah yang kemudian memunculkan kekuasaan atas kelompok lainnya.

Suatu pemerintahan demokratis berbeda dengan bentuk pemerintahan yang kekuasaannya dipegang satu orang, seperti monarki, atau sekelompok kecil, seperti oligarki. Apapun itu, perbedaan-perbedaan yang berasal dari filosofi Yunani ini, sekarang tampak ambigu karena beberapa pemerintahan kontemporer mencampur aduk elemen-elemen demokrasi, oligarki, dan monarki. Karl Popper mendefinisikan demokrasi sebagai sesuatu yang berbeda dengan kediktatoran atau tirani, sehingga berfokus pada kesempatan bagi rakyat untuk mengendalikan para pemimpinnya dan menggulingkan mereka tanpa perlu melakukan revolusi. Karena adanya oligarki politik dimana kekuasaan hanya ada pada sekelompok orang yang memiliki modal sehingga revolusi-revolusi dari kelompok lain akan dimungkinkan terjadi karena demokrasi telah bergeser pada oligarki politik. 

Demokrasi dan Kediktatoran OrBa

Kita akan pasti bertanya-tanya, kenapa harus memperjuangkan demokrasi, bukankah setelah rezim otoriter soeharto yang tidak demokratis itu telah ditumbangkan pada 1998 oleh massa rakyat dan aksi-aksi mahasiswa? Yah, perlawanan kaum muda, dan perlawanan rakyat telah berhasil menggulingkan Soeharto dari tampuk kekuasaanya. Otoriter berkuasa selama 32 tahun yang syarat dengan pertumpahan darah, penculikan aktivis prodem, dan memanipulasi sejarah, telah sampai pada titik kehancurannya dengan memuncaknya kemarahan rakyat atas ketidak adilan dan kesewenang-wenangan penguasa. Namun, apakah benar, setelah penguasa otoriter itu tumbang, antek-anteknya, kolega-kileganya, peninggalan-peninggalan soeharto telah betul-betul dihancurkan bersamanya? 

Tentu saja akan kita jawab belum, kita bisa lihat dari peninggalan-peninggalan rezim orde baru yang anti rakyat, korup, pelanggar HAM berat dan anti terhadap sistem demokrasi masih bergerak sangat leluasa dan bahkan masih menguasai panggung politik setiap pemilu Indonesia dilaksanakan, contohnya saja partai golkar yang merupakan bentukan orba soeharto masih bernafas legah, bahkan beranak pinang dalam rahim politik Indonesia seperti partai nasdem, partai hanura, dan partai gerindra, serta orbais seperti orms-ormas bentunkan para pendukung lahirnya kembali orde baru. Bahkan koalisi politik seperti Koalisi Indonesia Hebat (KIH), dan Koalisi Merah Putih (KMP) terdapat orbais-orbais yang akan terus siap membungkam demokrasi atas kepentingan mereka[3].   

Partai orde baru dan pecahan-pecahannya masih berlenggak-lenggok diatas panggung politik yang akan membawa masa depan Indonesia sesuai dengan keinginannya, yaitu menjadikan Indonesia sebagai ladang empuk Negara-negara kapitalisme imperialisme menguras, dan menghabisi kekayaan alam Indonesia dengan cara merampas tanah rakyat, menggusur kaum miskin kota dan pedesaan, politik upah murah serta membungkam demokrasi rakyat dengan berbagai terror dan intimidasi. Partai-partai ini tentu sudah jelas tidak akan pernah membawa kepentingan politik rakyat tertindas. 

Eksplorasi Problem diatas, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa, partai-partai yang ada bukanlah representative politik rakyat, dan tidak akan pernah membawa kepentingan rakyat Indonesia, dan hanya membawa kepentingan pemodal serta memperkayah partai dan penghuni-penghuninya. Perbedaan kepentingan antara rakyat dengan partai-partai elit borjuis tidak akan pernah bersinergi, kepentingan ini akan terus bertentangan dan akan saling menghancurkan satu sama lain, antara kepentingan mayoritas dengan kepentingan minoritas, antara demokrasi mayoritas (rakyat) dengan demokrasi yang minoritas (pengusaha, dan partai elit politik).

Saat ini, demokrasi minor telah berkuasa atas demokrasi mayoritas rakyat yang dalam perjalanannya terluntah-luntah, penuh ketakutan, karena mereka menguasai senjata, sumber kehidupan, media propaganda, dan panggung politik. Demokrasi rakyat dalam perjalanannya terus-menerus dibungkam dengan produk hukum hingga tak berdaya melawan, mengkritik, dan berorganisasi, bahkan sampai membentuk partai sendiri rakyat harus melewati aturan yang amat sangat mustahil rakyat kecil (buruh, petani, kaum miskin kota dan nelanya) penuhi. Pembungkaman dan pembatasan ruang gerak menuntut hak-haknya sebagai warga Negara serta haknya sebagai seorang manusia yang hidup, secara sistematis, dan terorganisir mereka (para penguasa dan, pengusaha) melakukan represifitas, intimidasi, dituduh komunis dsb..dsb.

Sejarah kelam keganasan orde baru, kini mulai terasa secara meneyeluruh, dirasakan oleh rakyat, petani dirampas tanahnya, buruh dengan politik upah murah, serta mimpi buruk PHK, menggusur pemukiman kecil dikota-kota, suara kritikan intelektual progresif yang berakhir pencara. Nah, bagaimana mereka membungkam demokrasi secara terencana dan terorganisir itu? Jangan kemana-mana, kita akan membahasnya pada  pembahasan soal demokrasi minor yang berkuasa atas demokrasi meyoritas rakyat selanjutnya.

juga, pengalaman sejarah ini pula kita bisa menganilisis, mengkaji ulang, atau mengevaluasi gerakan-gerakan sebelumnya dengan pertanyaan mendasar, kenapa demokrasi di indonesia semu, dan kenapa roh-roh orde baru masih bergentanyangan? dari analisis dan pendiskusian panjang soal metodologi gerakan sebelumnya dengan adaya spontanitas massa yang lahir, tidak membawa arah tujuan yang jelas dan paling mendasar, sehingga massa dan tujuannya sama-sama mengambang dan tak memiliki arah jelas. Tidak adanya kepemimpinan demokratik yang revolusioner sehingga arah tujuan dari spontanitas massa yang berlawan terjadi mutasi kontradiksi. seharusnya ada kesiapan matang bagi kaum revolusioner memimpin dan mengkampanyekan tujuan-tujuan nan suci dan muliah bagi pembebasan rakyat tertindas.

Demokrasi Sejati Vs Demokrasi Penguasa

Demoakrasi penguasa adalah demokrasi atas modal, kaptalisme telah menguasai Negara sebagai alat hegemoni, sebagai alat represif dan alat pemaksa untuk yang berada dibawah kekuasaannya, yaitu rakyat. Karena demokrasi yang dianut oleh rezim hari ini adalah demokrasi ala kapitalisme (demokrasi semu) yang temtunya hanya mengejar profit (keuntungan), bukan pada bagaimana mensyejahtrakan rakyat, memberikan sepenuhnya kontrol ekonomi dibawah kontrol rakyat.  Maka dari itu, praktek demokrasi yang kemudian hanya bisa di lakukan oleh penguasa modal/kapitalisme seperti kebebasan mengeksploitasi alam, menguasai alat produksi, mengusai ruang publik, tanpa memperhitungkan kepentingan rakyat sebagai seorang manusia yang hidup di bumi telah berjalan di negeri ini selama berpulu-puluh tahun lamanya. 

Kapitalisme adalah hukum kemasyarakatan dimana yang mempunyai modal akan mempunyai kekuasaan diatas buruh yang diupah. Kapitalisme telah memberikan kekuasaan pada minoritas untuk menentukan mayoritas umat manusia. Kapitalisme telah menyebabkan aset-aset ekonomi yang bisa mensejahterahkan ummat manusia dimonopoli untuk kepentingan pemilik modal. Selama hampir 200 tahun pembangunan, kapitalisme telah melahirkan penindasan atas kaum buruh, dikriminasi rasial, kolonialisme dan imperialisme, diskriminasi atas kaum perempuan, membungkam suara protes rakyat, dan pejuang-pejunag pro demokrasi sejati, peperangan dan perlombaan senjata, kerusakan lingkungan, dan memonopoi informasi (media)[4].

Pengusaan atas alat produksi yang kemudian membungkam demokrasi rakyat dalam memepertahankan hidupnya, memberikan ruang mengkritik, berpendapat, dan menentukan kehidupannya. Dalam kapitalisme untuk mengakumulasi modal, maka demokrasi rakyat akan terus dibungkam hingga tidak ada perlawanan untuk memenuhi hak-hak untuk hidup. Jika rakyat menuntut hak-haknya maka kapitalisme yang mengusai instrument Negara tidak akan mendapatkan profit, dan memonopoli modal. 

Adanya pembungkaman demokrasi seperti kebebasan berekspresi, mengkritik, berorganisasi, dan menentukan kehidupannya sendiri dikarenakan Negara telah dikuasai oleh modal. Modal yang kemudian menjadi penguasa atas Negara maka seluruh instrument-instrumen Negara dikusai oleh modal dan semata-mata kepentingannya diperuntuhkan atas kepentingan modal pula. Jadi, presiden, gumernur, bupati/wali kota, hokum, tentara, bahkan agama, tentu merepresentasikan kepentingan modal, bukan kepentingan rakyat secara umum. Mereka segaja membuat ilusi sistem demokrasi agar mengusai ekonomi rakyat dan membungkan demokrasi sejati rakyat, yaitu demokrasi dibawah kontrol rakyat, baik demokrasi ekonomi, demokrasi politik, haruslah sepenuhnya dibawah kontrol rakyat dan berlandaskan pada kepentingan-kepentingan rakyat banyak.     

Kebebasan politik yang makin memperlebar jurang kemiskinan dan kesenjangan ekonomi bukanlah demokrasi yang sejati. Demokrasi sejati tidak hanya memberi kebebasan politik tapi mengikat kebebasan politik itu untuk mengabdi pada keadilan ekonomi dan kesejahteran sosial orang banyak. Demokrasi sejati haruslah diperjuangkan untuk membangun sebuah masyarakat yang didalamnya tiap individu dapat hidup layak dan bekerjasama atas kesetaraan tanpa adanya hubungan penindasan. Demokrasi sejati menjadikan politik dan ekonomi berfungsi secara sosial, bukan untuk kepentingan satu kelompok atau satu kelas sosial tertentu seperti yang dijalankan oleh Rezim anti demokrasi rakyat Jokowi-JK hari ini.        

Pembungkaman Demokrasi di Era Rezim Neoliberalisme

Setelah diterapkannya sistem ekonomi Neo-liberalisme di Indonesia dengan terang benderang melalui rezim Jokowi-JK. Kekuasaan segelintir manusia dengan modal besar pada mayoritas rakyat semakin mengakar kuat dalam sosial budaya, ekonomi, dan politik masyarakat luas, menandakan bahwa demokrasi, dimana rakyat mengontrol perekonomian, sosial budaya dan kebebasan berpolitik dan kesetaraan semakin suram, dan mengalami pembungkaman karena melenceng dari kepentingan sang pemodal. Darimana kekuasaan modal itu mulai memainkan perannya di negeri ini? Tentunya berawal dari kekuatan modal asing yang mengorganisasikan diri seperti IMF dan WTO. 

Neo-liberalisme meski sudah sejak lama meronrong ekonomi Indonesia dengan sikap malu-malu mengakui dirinya sebagai perampok, pembajak, Negara dunia ketiga. Melalui Dana Moneter Internasional (IMF) dengan Structural Adjustments Programmes (SAPs)-nya yang memberikan kucuran dana atau utang kepada negara-negara dunia ketiga yang terkena krisis segera membangun ekonomi negaranya dengan mengutang ke IMF setelah soekarno berhasil dikudeta dan kekuasaan diambil alih oleh Soeharto (Orde Baru) 1967 lahirlah UU PMA dan UU PMDN sebagai legitimasi Negara imperialis menginterpensi secara ekonomik Negara ini[5], dan juga adanya perjanjian World Trade Organization (WTO) lewat General Agreement on Trade (GATS) 1995 kemudian dalam perjanjian WTO tersebut, ekonomi ditentukan atau beberapa kegiatan usaha dalam masyarakat dibagi dalam tiga sektor yaitu:

Pertama, sektor primer yang mencakup semua industri ekstraksi hasil pertambangan dan pertanian. Kedua, sektor sekunder mencakup industri untuk mengolah bahan dasar menjadi barang, bangunan, produk manufaktur dan utilities, dan ketiga, sektor tersier mencakup industri-industri untuk mengubah wujud benda fisik, keadaan manusia dan benda simbolik. Semua perjanjian WTO yang menyangkut semua perjanjian multilateral dalam tiga sektor ekonomi tersebut kemudian diratifiksi oleh pemerintah dalam bentuk undang-undang seperti dalam UU No. 7 tahun 1994, UU minyak dan gas bumi Nomor 22 Tahun 2001, Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2004, kebijakan mega proyek neolib seperti MP3EI, kebijakan neolib MEA dan masih banyak lagi peraturan perundang-undangan yang telah dirubah sesuai dengan kepentingan Neo-Liberalisme[6]

Seiring dengan berjalannya ekonomi kapitalisme neoliberalisme di Indonesia berbanding lurus dengan pelanggaran hak asassi manusia, penggusuran, perampasan tanah, pendidikan semakin mahal, pencabutan subsidi, serta demokrasi dikebiri, dan globalisasi menjadi topeng imperialism membangun pengaruh kepada Negara-negara dunia ketiga. Bahkan dalam perjalanan awalnya masuk di Indonesia, mengorbankan jutaan nyawa rakyat Indonesia yang tak berdosa, lautan manyat demi mengejar sumber daya alam Indonesia. 

Rakyat akan selalu menjadi korban ekploitasi, penggusuran, dan perampasan tanah, dan penguasa sebagai perpanjangan tangan dari kepentingan neolib sehingga membangun situasi aman dengan menembak petani yang melawan perampasan tanah, mem PHK buruh yang berorganisasi, dan buruh yang menuntut haknya, mengkriminalisasi bagi siapa saja yang menentang kebijakan pemerintah, anti kritik, membuat peraturan yang mengibiri kebebsan berkumpul, berpendapat, dan berekspresi dan sebagainya. Kebebasan atas pasar bukanlah praktek demokrasi sejati akan tetapi merupakan penjajahan gaya baru. 

Rakyat Tertindas Harus Bersatu      

Kita adalah mereka yang tanahnya dirampas, KMK yang tergusur, buruh yang menuntut upah layak dan para korban PHK, nelayan yang dibatasi pelayarannya, aktivis prodem yang dihilangkan secara paksa oleh penguasa, korban-korban keganasan penjaga modal (TNI, dan POLRI), mahasiswa yang di DO karena melawan komersialisasi pendidikan, dan mengkritik kebijakan pemerintah, semuanya adalah kita yang memperjuangkan demokrasi sejati, demokrasi dimana kekuasaan sepenuhnya ada ditangan rakyat.  

penyataan yang menarik dan sangat inspiratif bahwa “tidak ada dalam sejarahnya manusia rakyat ditumbangkan oleh penguasa, tetapi dalam sejarah panjang manusia, rakyatlah yang menumbangkan penguasa”. Sejarah telah membuktikan itu, tumbangnya orde lama dengan aksi demonstran rakyat dan soekarno mundur dari tampuk kepresidenan, tumbangnya  diktator orde baru juga dikarenakan massa rakyat dan mahasiswa bersatu dan memaksa soeharto mundur dari tampuk kekuasaannya selama 32 tahun lamanya pada tahun 1998, dan beberapa Negara lain seperti Mesir diktator Husni Mubarak tumbang tahun 2011 kemudian digantikan oleh Morsi tetapi tumbang juga tahun 2012, Venezuela, batista di Kuba ditumbangkan oleh kaum revolusioner yg dipimpin oleh Fidel Castro pada tahun 1959, dan masih banyak lagi penguasa yang ditumbangkan oleh rakyatnya sendiri[7]

Penumbangan tersebut merupakan bukti bahwa kekuasaan ada ditangan rakyat, namun rezim penguasa yang pro terhadap kapitalisme-neoliberalisme yang anti demokrasi rakyat, telah sadar dan belajar banyak dari sejarah perlawanan rakyat sehingga, dengan berbagai cara untuk membungkam pergerakan rakyatpun dilakukan. Salah satunya membuat aturan yang akan menyulitkan ruang gerak rakyat untuk melawan, mengorganisasikan diri, berpolitik dan sebagainya.

Rezim neoliberalisme Jokowi-JK telah berhasil memecah belah kekuatan rakyat yang berlawan berupa sogokan, janji, membangun traumatik rakyat dan juga membentuk organisasi massa sebagai tandingan dari organisasi gerakan rakyat yang menentang kebijakan neolib penguasa. Jika rakyat terpecah belah, maka kekuatan melawan kebijakan kapitalisme-neoliberal yang bersatu dengan rezim penguasa akan semakin melemah. Maka dari itu kekuatan rakyat harus bersatu  dan mengusir tirani kekuasaan modal dan membangun masyarakat yang demokratik baik di ranah sosial budaya, ekonomi, sampai pada kebebasan politik dan setara. Demokrasi sejati adalah system pemerintahan dimana rakyatlah yang berkuasa untuk kepentingkan rakyat pula tentunya.

Oleh: Bustamin TaTo

bahan bacaan:

[1] V.I Lenin 1916; Revolusi sosialisme dan hak sebuah bangsa untuk menentukan nasib sendiri
[2] Wikipedia bahasa Indonesia; id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi
[3] Ignatus mahendra kusumawardana; apa yang dibwah oleh jokowi?
[4] Social demokrasi kerakyatan, front mahasiswa demokratik FMD
[5] Willy aditia: IMF, Alat Imperialisme
[6] Prof. Dr. Sofian Effendi: GATS dan Liberalisasi Pendidikan, mega proyek neolib, dan pencabutan subsidi BBM
[7]Forum kompas: 15 Diktator Era Modern Yang Telah Ditumbangkan. http://forum.kompas.com/internasional/81238-15-diktator-era-modern-yang-telah-ditumbangkan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar, mengkritik, di kolum dibawah dengan komentar-komentar serrta kritikan yang ilmiah. study, organisasi, dan revolusi. salam muda kerakyatan, salam sosialisme