Laman

Selasa, 02 Desember 2014

Belajar dari Negara Venezuala dalam Menasionalisasi Aset Migas Asing

Inilah daftar negara yang menasionalisasi perusahaan minyak asing (Perusahaan AS, Inggris, Uni Soviet, dsb). Iran menasionalisasi perusahaan minyaknya lewat tekanan ulama dan rakyatnya. Arab Saudi menasionalisasi perusahaan minyak AS Aramco di tahun 1974 lewat Raja Faisal. Raja Faisal berhasil mengubah negara Arab Saudi yang di tahun 1970-an miskin, menjadi negara yang sangat makmur sekarang ini. Karena sejak dinasionalisasi, pendapatan minyak meningkat drastis sehingga bisa mendanai pembangunan secara masif.
Hugo Chavez berhasil menasionalisasi perusahaan migas di Venezuela. Meski Exxon menuntut US$ 12 Milyar atas asetnya, namun Lembaga Arbitrase Internasional memutuskan hanya US$ 907 juta yang harus dibayar. Artinya dengan produksi minyak Venezuela sekitar 3 juta bph, dengan harga minyak US$ 100/brl, aset Exxon itu sudah lunas dibayar dengan produksi minyak 10 hari saja.   Evo Morales juga berhasil menasionalisasi perusahaan minyak di Bolivia.
Ada pun Norwegia, meski merupakan negara Liberal, tetap mengelola migas mereka melalui BUMN mereka sehingga 100% hasil migas dinikmati rakyat mereka. Bukan oleh segelintir pengusaha asing/swasta. Tak heran meski baru menemukan minyak di tahun 1970-an, mereka jauh lebih makmur ketimbang Indonesia yang sudah 100 tahun minyaknya dikeruk. Ini karena Norwegia mengeruk minyaknya sendiri. Sedang Indonesia, yang mengeruk 90% adalah perusahaan2 asing seperti Chevron, Exxon Mobil, Conoco, dsb.
Dalam ayat 3 Bab XIV Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, jelas dinyatakan bahwa segala hal seperti, air, tanah, hasil Bumi Indonesia dikuasai oleh Negara untuk Kesejahteraan Masyarakat.
Dari situ kita tahu bahwa seharusnya kekayaan alam Indonesia seperti minyak, gas, emas, perak, tembaga, batubara, dsb dikelola oleh negara melalui BUMN sehingga bisa dinikmati oleh rakyat banyak. Bukan justru dinikmati oleh perusahaan2 asing dan segelintir kompradornya.
Tentu saja Nasionalisasi akan membawa resiko. Raja Faisal setelah menasionalisasi perusahaan AS Aramco di tahun 1974, tahun 1975 ditembak mati oleh keponakannya sendiri. Sementara Hugo Chavez dan Evo Morales jadi musuh Amerika Serikat. Berulangkali Hugo Chavez mengalami percobaan pembunuhan.
Ada pun Iran, mengalami berbagai embargo dari pembekuan aset, embargo minyak, bahkan ancaman perang terbuka oleh AS dan sekutunya. Ayatullah Kashani yang memimpin rakyat untuk menasionalisasi perusahaan minyak asing diasingkan ke Lebanon.
Iraq bahkan diserang dan dibunuh presidennya (Saddam Hussein). Jadi Nasionalisasi penuh resiko yang berat. Namun pejuang kita dulu punya semboyan “Merdeka atau Mati!”. Dari pada hidup hina terjajah, lebih baik merdeka atau mati.
Beberapa negara yang telah melakukan Nasionalisasi adalah Iran, Mesir, Arab Saudi, Cili, Venezuela, Bolivia, Norwegia, dsb.

Ketika Ribuan Pekerja Venezuela Serbu Ladang Minyak Milik Asing

Karakas (ANTARA News) – Ribuan pekerja Venezuela menyerbu ladang-ladang minyak yang dioperasikan pihak asing di negara itu, Selasa waktu setempat (Rabu WIB), untuk merayakan nasionalisasi industri minyak terbesar kelima dunia itu, bertepatan dengan Hari Buruh.
“Hari ini adalah berakhirnya era di mana kekayaan alam kita tidak lagi dikuasai siapapun, tapi oleh rakyat Venezuela,” kata Presiden Hugo Chavez, Selasa petang dalam pidatonya, seperti dilansair DPA. “Nasionalisasi minyak Venezuela kini telah menjadi kenyataan.”
Nasionalisasi, yang diumumkan Chavez Februari lalu, dilakukan saat Venezuela Senin petang mengatakan pihaknya akan keluar dari Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF). Chavez menyebut badan-badan pembangunan itu “alat imperialisme AS.”
Militer Venezuela dikirim ke ladang-ladang minyak di Orinoco Basin, sementara para pekerja yang mengenakan kaos oblong bertuliskan ” Setuju Nasionalisasi” kemudian datang ke ladang-ladang minyak itu setelah Selasa tengah malam.
Orinoco Basin, yang memiliki areal sepanjang 600 km dan lebar 70km , membentang di sepanjang Sungai Orinoco di Venezuela timur dan diperkirakan memiliki cadangan minyak mentah terbesar dunia. Venezuela mengatakan pihaknya bisa memperoleh cadangan minyak 370 miliar barel, dibanding dengan cadangan minyak sekarang sekitar 80 miliar barel.
Perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi di daerah itu terpaksa menyerahkan kekuasaan atas ladang-ladang minyak itu kepada perusahaan Petroleos de Venezuela (PDVSA) milik negara dan mendapat saham minoritas dalam apa yang disebut usaha bersama . Perusahaan AS Exxon Mobil dan Chevron , perusahaan Prancis Total , British Petroleum and Statoil dari Norwegia setuju, sementara satu perjanjian masih disusun dengan perusahaan AS Conoco Phillips.
Perusahaan-perusahaan minyak inetrnasional itu merupakan bagian dari asosiasi-asosiasi strategis yang melakukan investasi penting sejak tahun 1990-an untuk membangun teknologi untuk mengubah minyak berat di Orinoco Basin menjadi lebih ringan, kualitas lebih baik.
Asosiasi-asosiasi itu sekarang memproduksi sekitar 600.000 barel per hari, dan sudah membayar 33,33 persen royalti dan 50 persen pajak pendapatan untuk setiap barel.
Sekitar 20 perusahaan asing menyetujui tawaran usaha bersama pemeritnah itu dan tidak satupun memiliki saham mayoritas. Lebih dari separuh ekspor minyak Venezuela adalah ke musuh politik Chavez yaitu AS.
Ketika memulai masa jabatan keduanya tahun ini, Chavez segera berusaha menasionalisasi industri-industri minyak, gas dan telekomuniasi negara itu. Ia mendapat hak yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan dekrit, membangun satu mandat pemilihan yang kuat untuk melaksanakan Sosialisme Abad ke-21 gayanya sendiri.
Venezuela memiliki kontak sedikit dangan Bank Dunia dan IMF sejak Chavez pertama terpilih menjadi presiden tahun 1999 dan IMF sudah menutup kantornya di Karakas tahun lalu. Venezuela mengumumkan awal April bahwa pihaknya telah membayar utang-utangnya kepada dua lembaga itu.
IMF memiliki sejarah kadang-kadang baik dan kadang-kadang buruk di Venezuela. Pemotongan anggaran belanja oleh IMF pada pemerintah Venezuela tahun 1989 menimbulkan protes dan kerusuhan yang yang secara keras ditindak oleh polisi dan angkatan bersenjata, menewaskan 300 orang.
Chavez pada hari Senin mengancam akan keluar dari Organisasi Negara-negara Amerika, karena blok Amerika raya itu mempertimbangkan pengenaan sanksi terhadap Venezuela karena tidak memperpanjang izin satu jaringan televisi independen yang mendukung oposisi.
Rencana nasionalisasi minyak Venezuela paralel dengan tindakan Bolivia tahun lalu untuk lebih memperketat penguasaan atas sumber-sumber gas alamnya.
Pada 1 Mei tahun lalu, Presiden Bolivia Evo Morales — sekutu dekat dan sahabat Chavez melakukan tindakan yang mengejutkan , mengumumkan nasionalisasi cadangan gas alam negara itu di Andean, terbesar kedua di Amerika Selatan setelah Venezuela.
Pemerintah Bolivia merundingkan kembali kontrak-kontrak dengan perusahaan-perusahaan asing, meningkatkan pendapatan negara untuk membiayai program sosial yang dilaksanakan Morales.
Sekutu lain Chavez, Presiden Ekuador Rafael Correa, memperingatkan rencana-rencana negara kaya minyaknya akan meninjau ulang semua kontrak untuk semua eksplorasi di wilayahnya dan mungkin membatalkan beberapa perjanjian.
Pada Mei 2006, sebelum Correa menjadi presiden, pemerintah di Quito membatalkan satu perjanjian dengan poerusahan raksasa minyak AS Occidental menyangkut apa yang disebut pelanggaran-pelanggaran kontrak. Tindakan itu mendorong penangguhan satu perundingan mengenai perjanjan perdagangan bebas dengan AS. (sumber :www.antaranews.com) 
sumber artikel : infoindonesiakita.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar, mengkritik, di kolum dibawah dengan komentar-komentar serrta kritikan yang ilmiah. study, organisasi, dan revolusi. salam muda kerakyatan, salam sosialisme