Tulisan ini diambil dari website Araha Juang "Bagaimana kaum marxis mengetahui dan memahami kebenaran?
Sederhana, dengan menggunakan teori-teori marxis. Mungkin ini jawaban umum yang
sering kita dapatkan. Namun tentu saja jawaban tersebut tidak cukup, bahkan
cenderung menyederhanakan persoalan. Mari ambil contoh pertanyaan yang lebih
kongkrit. Bagaimana kaum marxis memberikan solusi terhadap masalah kapitalisme
di Indonesia? Pasti jawaban yang kita peroleh adalah, “mengganti sistem
kapitalisme dengan sosialisme”. Apakah jawaban ini cukup? Tentu saja tidak.
Lantas apa yang salah dengan jawaban tersebut? Tidak ada yang salah. Namun
menandakan bahwa kaum marxis gagal dalam memberikan penjelasan ilmiah
(baca:akal sehat) terhadap pertanyaan tersebut. Jawaban ini menandalan
kedangkalan ide dan pikiran dari seseorang yang menyebut dirinya sebagai
penganut ajaran “marxisme”.
Sesungguhnya, kaum marxis masih cenderung mengedepankan
jawaban-jawaban ideologis, dibanding jawaban pada level proses dan gejala yang
jauh lebih kongkrit. Jawaban ideologis membatasi argumentasi dengan hanya
memberikan kesimpulan akhir dari sebuah pertanyaan. Sementara gejala itu bisa
saja puluhan bahkan ratusan bentuk. Dan enggan mencari tahu gejala tersebut
dengan serius, adalah kesalahan terbesar bagi kaum marxis. Disinilah makna
penting kaum marxis untuk melakukan riset. Tanpa riset, kita akan gagal
memahami bagaimana gejala-gejala disekeliling yang akan mendorong sosialisme untuk
berkembang. Tanpa riset pula, kebenaran teori hanya menjadi sekedar “diskursus”
yang menjadi perbincangan dalam keseharian.
Mengapa Harus Riset?
Dengan cara apa seseorang untuk mengetahui kebenaran terhadap
sesuatu? Umumnya seseorang mengetahui kebenaran akan sesuatu, melalui beberapa
cara, antara lain : Pertama, melalui kekuasaan. Kebenaran ini
dibangun secara subjektif dan bersifat paksaan. Kekuasaan mengendalikan
pengetahuan tunggal dengan tujuan melanggengkan pengaruhnya kepada masyarakat. Kedua,
melalui budaya. Kebenaran ini diperoleh melalui kebiasaan-kebiasaan masyarakat
yang lahir, berkembang dan terpelihara secara turun temurun. Misalnya “feng
shui” dikalangan etnis tionghoa, “sunda wiwitan” dikalangan
masyarakat sunda, “la galigo” dikalangan bugis, “banua”
dikalangan batak atau “primbon” dikalangan masyarakat jawa. Ketiga,
melalui mitos. Kebenaran ini merupakan pola berpikir kuno yang masih
menjangkiti masyarakat modern. Seseorang memahami sebuah kebenaran berdasarkan
kekuatan supranatural atau mistik. Keempat, melalui akal sehat.
Kebenaran ini diperoleh berlandaskan pengetahuan ilmiah yang dibangun
berdasaran fakta yang terjadi disekeliling (Sumber : Arief Hilman). Menurut
Adian (2002), kebenaran melalui akal sehat ini mengalami proses evolusi dari
zaman Aristoteles hingga zaman Francis Bacon sampai mencapai bentuknya dengan
apa yang disebut sebagai metode ilmiah.
Cara memperoleh kebenaran melalui metode ilmiah, adalah cara
yang mengokohkan fungsi otak manusia sebagai bagian yang vital dalam kehidupan.
Metode ilmiah yang dibangun melalui riset, akan memberikan pola berpikir yang
berdasarkan fakta, bukan atas dasar asumsi dan khayalan-khayalan belaka. Riset
tidaklah semata-mata ditujukan untuk mencari fakta benar salah suatu kejadian.
Namun lebih dari itu, riset memberikan asupan pengetahuan baru kehidupan
manusia. Dan pengetahuan baru inilah yang menjadi alasan utama didalam
mendorong seseorang untu melakukan riset. Menurut Chadwick (1991), ada harapan
yang tersirat dari setiap penelitian bahwa hasilnya akan menolong memecahkan
masalah atau memperbaiki kondisi dengan cara tertentu sehingga perolehan
pengetahuan melalui penelitan dapat memperbaiki kualitas hidup umat manusia
pada umumnya. Bukankah Karl Marx juga mampu mengubah sosialisme yang dulunya
utopis, menjadi sebuah pengetahuan ilmiah? Dengan cara apa? Riset.
Marxisme sendiri mendasari ilmu pengetahuan dari filosofi
kemanusiaan. Ilmu pengetahuan bagi kaum marxis, sepatutnya ditujukan untuk
mengangkat derajat kemanusiaan umat manusia ketitik yang paling tinggi. Untuk
itu, kaum marxis sendiri bertanggung jawab dalam membangun ilmu pengetahuan
baru yang tentu saja berangkat dari hasil riset berdasarkan metode ilmiah dan
rasional. Tetapi sayang, kaum marxis selama ini lalai dalam hal ini. Kelalaian
ini dapat kita contohkan dari tradisi berdiskusi. Kaum marxis terlalu banyak
menggunakan referensi kutipan yang justru tidak berdasarkan hasil riset yang dilakukan
sendiri. Coba saja lihat, referensi revolusi Rusia, Cina dan Kuba atau bahkan
Amerika Latin diabad modern saat ini, terlampau sering dijadikan sasaran
argumentasi. Teks dan konteks antara masing-masing praktek revolusi disetiap
tempat, tentu saja berbeda. Pun demikian dengan Indonesia. Kita membutuhkan
pijakan yang sesuai dengan realitas negeri sendiri. Dan sekali lagi, pijakan
tersebut didapatkan dari hasil pengamatan-pengamatan aktif terhadap
gejala-gejala sosial, ekonomi, budaya dan politik, berdasarkan hasil riset.
Politik dan Tradisi Riset
Apa hubungan mendasar dari aktivitas politik kaum marxis
dengan riset? Sebuah organisasi politik marxis, tentu saja bekerja berlandaskan
kebenaran ilmiah yang diyakininya melalui praktek. Dan praktek disini dapat
dimaknai sebagai tradisi riset. Namun pemahaman praktek dalam makna riset,
tidaklah dikunci hanya sebatas pembelaan (advokasi), aksi mogok, diskusi di
pabrik-pabrik dan sebagainya. Sebuah organisasi politik marxis yang memiliki
tradisi riset, akan dengan mudah menangkap gejala-gejala persoalan yang terjadi
ditengah masyarakat dan memberikan solusinya dengan baik. Tradisi riset akan
merubah asumsi menjadi fakta. Mari kita ambil suatu perumpamaan. Bagaimana
mungkin kaum marxis memenangkan pertempuran tanpa mengenal medan dengan baik?
Atau seberapa mampu kaum kiri mewujudkan mimpi menumbangkan kapitalisme, tanpa
mengenal kapitalisme secara detail terlebih dahulu? Untuk itulah pekerjaan
riset begitu penting bagi organisasi politik marxis.
Terlepas dari sisa perdebatan mengenai kegagalan Partai
Komunis Indonesia (PKI) di tahun 60-an, namun PKI patut menjadi contoh yang
tepat terkait bagaimana organisasi politik marxis memperlakukan riset dalam
kehidupan organisasinya. PKI mampu membangun tradisi riset dengan baik. D.N.
Aidit (1964), mengemukakan bahwa PKI sudah agak lama memadukan kegiatan politik
dan organisasinya dengan pekerjaan riset. Inilah salah satu sebab penting
mengapa PKI maju dengan pesat dalam masa belasan tahun belakangan ini. Lebih
lanjut Aidit berpendapat, bahwa Partai Komunis yang tidak melakukan riset,
pantas diragukan kemurniannya sebagai Partai Marxis-Leninis. Tidak melakukan
riset berarti tidak mengenal keadaan, tidak mencari kebenaran dari
kenyataan-kenyataan. PKI mampu membuktikan bahwa organisasi politik marxis yang
berjalan tanpa menekankan pekerjaan riset, maka akan menemui kegagalan dalam
menetapkan program dan strategi pembangunan organisasinya.
Riset memang belum menjadi tradisi penting bagi organisasi
politik marxis di Indonesia. Faktanya, kita jarang menemui hasil-hasil riset
yang dilakukan oleh kaum marxis, baik secara individu maupun secara organisasi.
Situasi ini sangat berbeda dengan era PKI di tahun 60-an. Hasil-hasil riset
mereka menjadi konsumsi pokok Rakyat, baik riset disektor ekonomi, politik,
sosial maupun kebudayaan. Bahkan yang paling miris, hampir 50 tahun setelah era
PKI, masih banyak diantara kita yang masih menjadikan dokumen Masyarakat
Indonesia dan Revolusi Indonesia (MIRI) sebagai referensi pokok dalam membaca
situasi dan kondisi Indonesia kekinian. Dokumen MIRI tersebut seharusnya
menjadi rekam jejak sejarah yang hanya menjadi penuntun pengalaman kaum marxis.
Saatnya membangun pengetahuan dan pemahaman baru tentang bagaimana rupa
Indonesia dan bagaimana cara merubahnya menjadi lebih baik. Dan semua itu hanya
mampu kita lakukan dengan riset. Sekali lagi riset.
Ditulis Oleh : Castro, Kontributor Arah Juang dan Anggota KPO-PRP.
Sumber: arahjuang.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar, mengkritik, di kolum dibawah dengan komentar-komentar serrta kritikan yang ilmiah. study, organisasi, dan revolusi. salam muda kerakyatan, salam sosialisme