Laman

Senin, 30 Maret 2015

SOLIDARITAS MAKASSAR UNTUK REMBANG



Sejak tahun 2006 Pegunungan Kendeng yang masuk wilayah Pati diincar oleh raksasa-raksasa Tambang. Berawal dari masuknya Pabrik Semen Geresik di Sukalilo Pati, Perlawanan terus berlanjut hingga PT. Semen Geresik memutuskan untuk mundur dari Gendeng di tahun 2009.

                Setelah mendapat penolakan terus menerus dari warga Pati. Kini PT. Semen Geresik yang pada tahun 2012 mengubah namanya menjadi PT/ Semen Indonesia (PT. SI) dan warga meminta Gubernur Jawa Tengah untuk segera mencabut isin lingkungan PT Semen Indonesia No. 668.1/17 tahun 2012 tentang isin lingkungan kegiatan penambangan oleh PT. Semen Gerisik (Persero) Tbk, di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah.

Dalam mengincar Pegunungan gunung Kendeng Kabupaten Rembang sebagai lahan Investasi barunya. Lokasi tersebut berada di Cekungan Watuputih, Kecamatan Gunem, sebuah wilayah yang memiliki 109 mata air, 4 sungani bawah tanah dan 49 gowa yang kaya akan posil-posil kuno. Isu rencana penambangan ini mulai senter pada tahun 2012 setelah PT.SI mendapat ijin Eksplorasi dari pemerintah. Pada april 2013, rencana tersebut semakin kuat setelah Kementrian kehutanan menyetujua tukar guling lahan perhutani KPH mantingan untuk kebutuhan lokasi Pabrik PT. Semen Indonesia Kabupaten Rembang.

Lokasi Pabrik dan Areal Penambangan PT. Semen Indonesia akan mencaplok lahan seluas 900 ha yang terdiri dari 50 ha lahan Perhutani dan sisanya adalah milik warga. Isin dari kegiatan ini dikeluarkan sewaktu Gubernur Jawa tengah masih dijabad oleh bibit Waluyo. Selain itu, dua pejabat lain yang terlibat dalam proses perizinan ini adalah mantan Bupati Rembang, H. Salim, dan Mentri ESDM, Jero Wacik, yang keduanya menyandang kasus terpidana korupsi.

Pada tanggal 16 juni 2014 menjadi moment penting perjuangan warga dengan berlangsungnya aksi Ibu-ibu untuk menyambut meletakkan batu pertama dalam proses pembangunan Pabrik PT. Semen Indonesia. Menolak pembangunan ini dengan dasar kerusakan yang akan di timbulkan. Sebagai bentuk penolakan ini, sejak tanggal 16 Juni 2014 hingga sekarang warga yang menolak pembangunan pabrik semen mendirikan tenda perjuangan didepan pintu masuk tapak pabrik.

Perjuangan warga Rembang sampai hari ini masih berlanjut. Ironisnya, refresivitas Negara beserta instrument Negara lainnya yang di lakukan terhadap warga pegunungan Kendeng, Rembang, Jawa Tengah sudah sekitar 285 hari, mulai dari beberapa pecan lalu dan sampai pecan ini kondisi warga Rembang yang mayoritas ibu-ibu yang makin darurat, karena akses ibu-ibu Rembang pun untuk masuk ke lahannya di tutup. Bahkan intimidasi secara tidak langsung maupun secara langsung dari alat Negara sangat massif. Dan wargapun diancam akan di tembak di tempat, apabila warga tetap bersi keras untuk masuk ke lahan milik warga.

Sangatlah jelas bahwa ternyata kekuasaan modal maupun penundukan Negara dan instrument hokum lainnya. Kekuasaan yang menindas dan Kongkalikong antara Negara dan begundal-begundal (Kapitalisme) yang rakus, harus digulingkan dengan gerakan solidaritas Buru, Mahasiswa, Tani dan Rakyat tertindas lainnya.

Untuk itu besar harapan “Petani Rembang” keepada kawan-kawan sekalian, agar kiranya melibatkan diri dalam Solidaritas untuk Petani Rembang.

Salam hangat dari kami ibu-ibu Rembang, Pegunungan Kendeng !!
Salam Solidaritas untuk Kemanusiaan !!

yang bersolidaritas:

SRIKANDI, FMK, UKM SENI UMI, FMD SGMK, HPMS, MALCOM, PMKKA, KPO PRP, PB.IPMIL RAYA, GMPA, KIPAS MAKASSAR.

Sabtu, 28 Maret 2015

Konsolidasi Demokratik; Tidak Ada Demokrasi Tanpa Pemenuhan Hak Asasi

berita ini sebelumnya sudah termuat dan diambil dari website LBH Makassar / 
(http://lbhmakassar.org) Praktek pembungkaman demokrasi dengan beberapa modus pelanggaran Hak Asasi Manusia, saat ini semakin jelas terpampang di depan hidung kita, tak terkecuali di Makassar dan sekitarnya. Beberapa rentetan peristiwa  yang belum lama ini terjadi seperti, kasus Fadli Rahim seorang Pegawai Negeri Sipil pada Dinas Pariwisata Kab. Gowa. Korban dikriminalisasi oleh Bupati Gowa karena mengkritik Pemerintah Daerah Gowa melalui Group LINE. Instrumen yang digunakan adalah UU ITE. Di sektor pendidikan, kasus Algazali Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Stikes Mega Rezky Makassar yang menuntut transparansi pengelolaan anggaran di kampus, justru dijawab dengan Surat Keputusan Drop Out serta beberapa Organisasi Himpunan ikut dibekukan. Dan yang terakhir adalah kasus Ahmad Riadi, Syam Ali Mangkona dan Adiatma yang melakukan aksi menolak kebijakan Walikota Makassar terkait  penganggaran sendok makan sebesar 1 (satu) Milyar Rupiah. Massa aksi mendapat tindakan represif yang diduga keras dilakukan oleh Preman peliharaan Walikota Makassar. Akibat tindakan Represif, beberapa massa aksi mengalami luka ringan maupun luka berat. Tidak puas merepresif massa aksi, Walikota tidak terima dengan Materi selebaran aksi dan muatan Orasi Ilmiah massa aksi. Selanjutnya, Walikota Makassar melaporkan Ahmad Riadi, Syam Ali Mangkona dan Adiatma dengan tuduhan pencemaran nama baik terhadap pejabat Negara (Vide; Pasal 310, 311, 360 KUHP). 

Belum lagi, kasus-kasus kekerasan aparat kepolisian terhadap warga sipil, seperti kekerasan dalam penanganan aksi-aksi demonstrasi penolakan penaikan harga BBM akhir tahun 2014 yang berlanjut dengan kriminalisasi aktivis mahasiswa Ikhwan Kaddang dan kawan-kawan. Demikian pula, penyerangan puluhan oknum brimob terhadap warga sipil atas nama Manna Sibung, yang ironisnya adalah warga sipil yang termasuk golongan berkebutuhan khusus atau difabel, dan kasus-kasus kekerasan aparat yang telah memakan banyak korban di sepanjang tahun 2014 sampai awal tahun 2015 yang tak kunjung mendapatkan penyelesaian yang transparan dan adil.

Berdasarkan beberapa kasus tersebut di atas, pada tanggal 27 Maret 2015, LBH Makassar melakukan Konsolidasi bersama organisasi Mahasiswa maupun Pemuda pro demokrasi untuk  menyikapi persoalan-persoalan tersebut. Adapun organisasi yang hadir dalam konsolidasi yaitu FMD-SGMK, MALCOM, FMK Makassar, SMI, SJPM, PEMBEBASAN, KPO PRP, dan SRIKANDI. Beberapa agenda yang dibahas dalam konsolidasi adalah menentukan Issu utama, membuat Aliansi, dan membahas kerangka dan metode Advokasi baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Atmosfir diskusi memanas saat penentuan isu utama, karena perwakilan dari masing-masing organ mengajukan tawaran isu yang menurut mereka sangat strategis dan efektif untuk dijadikan bahan kampanye. Setelah beberapa jam diskusi, maka disepakati isu utama adalah “TIADA DEMOKRASI TANPA PEMENUHAN HAK ASASI”. Sedangkan nama Aliansi yang disepakati adalah KAMRAD (Konsolidasi Mahasiswa dan Rakyat Demokratik). 

Sebagai langkah awal advokasi, akan dilakukan kampanye dalam bentuk festival musik, puisi, orasi ilmiah, pemutaran Film, dll. Tempat Pelaksanaan kegiatan akan dipusatkan di beberapa titik, antara lain kampus Stimik Dipanegara, Kampus Unhas, Unismuh, UNM, UIN, UVRI, dll. Sedangkan, waktu pelaksaan akan dibicarakan pada konsolidasi selanjutnya. Kegiatan ini sebagai salah satu varian kampanye Demokrasi dan HAM untuk menarik empati dan mengajak mahasiswa dan pemuda bergabung dalam barisan menolak pembungkaman Demokrasi dan pelanggaran HAM. Ke depan diharapkan, konsolidasi ini akan semakin tumbuh dan berkembang seiring dengan semakin kuatnya solidaritas korban dan semakin majunya kesadaran akan pentingnya persatuan demokratik untuk menyelamatkan demokrasi di Indonesia.

Sumber:  http://lbhmakassar.org/index.php/aktivitas/kegiatan-lainnya/286-konsolidasi-demokratik-tidak-ada-demokrasi-tanpa-pemenuhan-hak-asasi

belajar selagi muda, berjuang selagi bisah