Laman

Rabu, 05 November 2014

SURAT KECIL BUAT PRESIDEN


Dikala pagi hari yang menerangi rumah gubuk anak proletar membuat keluarganya terbangun untuk beraktifitas demi mendapatkan sesuap nasi untuk melanjutkan hidupnya, yaa aku yang melihat langsung kehidupannya yang sangat begitu memanggil hati membuat air mata ini tidak dapat tertahan untuk menetes dan langung saja aku sebutkan dia,dia bernama Yusran yang tinggal di dusun penanian desa batetangnga kecematan binuang kabupaten polewali mandar dia hidup bersama seoarang neneknya semata dan sekaligus sebagai tulang punggung keluarganya. 


Setiap pagi si Yusran berangkat kesekolah dengan melewati hutan dan menyebrangi sungai demi sampai di sekolahnya menuntut ilmu dan si neneknya yang sebagai tulang punggung keluarganya ketika si yusran udah berangkat kesekolah si nenek harus  berangkat ke kebunnya yang kira-kira hanya ±1 hektar saja dan itupun kebun yang diberikan kepada warga sekitar untuk dia garap dan harus bagi hasil ketika udah dapat penghasilan. 

Dan pernah ketika aku dan si nenek Yusran berbincang bersama di rumah gubuknya yang menurut sekalangan orang itu adalah pondok buruk dan tidak layak digunakan nenek berkata “saya hidup sudah ÷20 tahun disini bersama Yusran dan penghsilan yang saya dapat untuk garap kebun ini hanya sekitar Rp. 100.000 per bulannya itupun kalau panen kakao yang saya garap tidak terkena hama kalau misalkan terkenana hama kakao yang saya garap pasti akan busuk juga dan membuat saya tidak dapat penghasilan sehingga saya harus meminjam uang lagi di masyarakat sekitar untuk saya makan dan cucu saya” 

saya yang sedih mendengar cerita si nenek membuat saya bertanya tentang si Yusran dan nenek menjawab lagi “ si Yusran itu udah lama ditinggalkan orang tuanya mulai sejak dia masih berumur 1 tahun dia udah ditinggalkan ibunya yang di panggil sang Khalik dan ketika Yusran berumur 2 tahun bapaknya menghilang begitu saja, dan tidak ada yang tahu bapak Yusran kemana sehingga saya yang harus merawat si Yusran mulai dia kecil hingga menyekolakannya” 

saya bertanya lagi kepada nenek kenapa si Yusran nenek harus sekolakan sedangkan biaya sekolah yang begitu mahal apa cukup tidak nenek membiayai hidup nenek dan Yusran; dan nenek menjawab “iyha pasti kalau melihat cukup tidak biaya hidup nenek pasti tidak dengan harga beras yang begitu mahal ditambah harga makanan lainnya yang melambung mahal juga tapi nenek berfikir kalau saya sekolahin si Yusran semampu saya pasti akan memberikan impian cerah masa depannya terbuka” dan melihat nenek yang meneteskan air matanya tanpa henti meratapi hidupnya yang sangat sulit membuat aku juga tidak tahan menahan air mata ini menetes dan aku berhenti berbincang bersama nenek sesudah itu.

Hari kedua aku di rumah si Yusran pada hari Jum’at yang lalu dan hari itu tepat dengan hari libur si Yusran karena dia sekolah di Pondok Pesantren Aliyah DDI Kanang yang udah duduk di kelas XI, aku mengikuti kembali kehidupannya dan ketika pagi hari si Yusran yang sangat menyayangi neneknya dia membantu si nenek untuk ke ladang membabat rumput kebun yang baru-baru diberikan warga untuk si nenek kelola, dan bermodal sabit dan cangkul saya. 

Yusran dan si nenek berangkat bersama ke ladang baru itu; dan cukup menguras tenaga aku juga untuk sampai ke ladang itu karena harus melewati dua kali perbukitan yang tinggi dan sesampainya disana aku malu dengan si nenek dan yusran karena aku harus beristirahat panjang dulu karena kecapean namun si nenek yang udah umurnya ±60 tahun dia masih sangat kuat untuk langsung kerja tanpa ingat lelah aku pikir itu adalah perjuangan si nenek demi menyekolakan si Yusran, mulai pagi sampai sore kami selalu kerja hingga tidak mengingat waktu lagi kalau ini udah sore.

Di malam hari saya menginap dirumah si Yusran dan nenek bertiga dengan menggunakan penerangan seadanya yaitu pelita yang dibuat dari kaleng susu dan minyak tanah. Ketika nenek datang membawa makanan untuk kami makan di malam hari sempat membuat aku tidak ingin makan karena hanya menu makan seadanya seperti nasi dan lauknya garam dan mangga namun melihat si Yusran dan nenek makan dengan lahap memakan nasi menggunakan mangga akupun memaksakannya untuk makan bersama mereka, dan ketika saya makan bersama mereka membuat aku teringat dengan kehidupan aku yang di fasilitasi mewah oleh orang tua saya ketika aku makan pasti komflik makannya yang sehat namun aku bandingin dengan kehidupan Yusran sangat jauhlah dari kehidupanku dan ini membuat semangat api perjuanganku semakin menyala demi kesejahteraan yang katanya kita udah merdeka namun apa kenyataannya buat mereka “satu surat buatmu pemerintah baru aku ingin kemerdekaan itu ada jangan sekedar monument kemerdekaan saja tapi lihat realisasi kemerdekaan ini”.

Udah masuk hari ketiga aku berada di rumah Yusran karena tugas dari Organisasi saya yaitu Forum Komuikasi Siswa Progresif yang memberikan aku tugas untuk melihat kehidupan si Yusran dan sekolahnya dan ini adalah tugas yang menyenangkan buat aku karena dapat melihat kehidupan sebenarnya, di hari ketiga ini aku punya tugas untuk melihat perjalanan sekolah si Yusran dan berangkat bersama Yusran untuk kesekolahnya aku bercerita bersama di jalan; aku bertanya pada Yusran kalau seandainya pendidikan di gratiskan bagaimana pendapatmmu? Tanya si Yusran, “kalau emang itu terjadi dan kami rasakan realisasinya kami pasti sangat gembira khususnya di kalangan kami yang setiap harinya harus makan nasi dan mangga saja dan kalau pendidikan digratiskan jangan hanya pendidikan dasar saja tapi sampai ke sarjanaan laa karena kalau kita pikir masa Negara tidak bisa membiayai pendidikan dengan SDA bangsa yang sangat melimpah, kan nda logiskan” 

Betul sekali kata si Yusran masa pendidikan tidak dapat di biayai Negara “satu surat lagi buatmu presidenku” mana uang rakyat..? setelah lama ngobrol dengan si Yusran di jalan akhirnya sampai juga di sekolah Yusran di Pondok Pesantren Aliyah DDI Kanang yang satu-satunya sekolah tingkat SMA di wilayah itu yang dapat dijangkau anak-anak pelosok. Di sekolah aku tertarik untuk berbincang dengan salah satu guru di sekolah itu, yaa guru itu bernama Pak. Abu Khaer sekaligus sebagai kepala sekolah MA DDI Kanang, pertanyaan yang sederhana saja aku berikan kepada bapak pada waktu itu aku cuman bertanya apa yang menjadi kendala sekolah dalam proses mengajar? 

Jawaban yang singkat saya dapatkan yaitu fasilitas yang tidak memadai; dan ini membuat heran aku juga waa kenapa sekolah harus kurang fasilitas dan kembali melihat kekayaan Indonesia masa fasilitas sekolah harus tidak memadai , ini satu surat lagi buatmu Presidenku “pak presiden harus tahu bahwa semua yang menjadikan bangsa maju adalah pendidikan pak Presiden maka dari itu yang awal bapak lirikkan matanya adalah pendidikan bapak Presiden” kami siswa yang sadar akan selalu melihat teman-teman kami yang ingin merasakan bangku sekolah dan kami siswa yang sadar akan selalu mejadikan prinsip dalam jiwa kami bahwa kami bukan manusia bodoh namun kami adalah manusia terdidik dan kami siswa yang akan melanjutkan perjuangan Soekarno yang ingin melihat bangsa ini merdeka seutunya. Itulah prinsip kami bapak Presiden dan kami akan sumbangkan kepadamu jiwa dan raga ini kepada bangsa yangtercinta ini, kami ingin melihat kemerdekaan ada di mereka yang tidak pernah merasakan bangku sekolah.


Surat kami kepadamu Presidenku untuk melihat kami yang tidak pernah dilirik mata selama ini. Dan ini kisah nyata buatmu Presiden dan masih banyak kasus pendidikan lainnya yang tak pernah terlirik olehmu khususnya pendidikan yang ada di pelosok. Ini bukan hanya kerja kami sebagai siswa yang telah sadar akan kebobrokan pendidikan namun ini adalah tugas dari bapak Presiden, jangan bapak Presiden memberikan beban pendidikan bobrok ini di pundak kami namun jadikan pendidikan yang Ilmiah ada di pundak kami, itulah harapan kami kepadamu Presidenku.

By:
Team Jurnalis Forum Komunikasi Siswa Progresif - Sentra Gerakan Muda Kerakyatan

1 komentar:

Silahkan Berkomentar, mengkritik, di kolum dibawah dengan komentar-komentar serrta kritikan yang ilmiah. study, organisasi, dan revolusi. salam muda kerakyatan, salam sosialisme